jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani mengatakan, para mantan anggota Front Pembela Islam (FPI) diperbolehkan membentuk organisasi lain dengan menggunakan akronim FPI.
Pasalnya, kata dia, surat keputusan bersama (SKB) yang dibuat pemerintah hanya melarang keberadaan organisasi dengan nama Front Pembela Islam.
BACA JUGA: Basarah: Usai Pelarangan FPI, Saatnya Pemerintah Lebih Mengayomi Ormas Keagamaan Moderat
"SKB tersebut tidak berlaku jika kemudian dibuat wadah organisasi dengan nama lain, meski singkatannya dibuat sama," kata Arsul dalam pesan singkatnya kepada awak media, Sabtu (2/1).
Menurutnya, para mantan anggota Front Pembela Islam masih memiliki hak berserikat dan berkumpul. Termasuk mendirikan sebuah organisasi kemasyarakatan.
BACA JUGA: Innalillahi, Marbut Tewas Tertimpa Tembok Masjid di Jagakarsa
"Terkait orang-orangnya ada yang sama dengan mereka yang sebelumnya bergabung di Front Pembela Islam, secara hukum juga tidak ada halangannya bagi mereka untuk mendirikan dan bergabung dalam wadah baru tersebut," beber dia.
"Soal apakah kalau diajukan pendaftaran kepada Kemendagri akan ditolak atau tidak, itu soal lain," ungkap Arsul.
BACA JUGA: Pakar Hukum Sebut Pembubaran FPI Berkaitan dengan Kekalahan Ahok di Pilkada DKI
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri dan tiga pimpinan lembaga tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam.
Surat itu diteken Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kapolri Idham Azis, dan Kepala BNPT Boy Rafli Amar.
Dalam pertimbangannya, tiga menteri dan tiga pimpinan lembaga menerbitkan SKB tertanggal 30 Desember itu untuk menjaga eksistensi Pancasila dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Bahwa untuk menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, UUD RI 1945, keutuhan NKRI dan Bhinneka TUnggal Ika," ucap Wamenkumham Eddy Omar Sharif Hiariej saat membacakan SKB tiga menteri dan tiga pimpinan lembaga yang disiarkan akun Youtube Kemenko Polhukam, Rabu.
Kemudian, kata Eddy, SKB diterbitkan setelah melihat anggaran dasar FPI yang melanggar Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas menjadi UU.
Pertimbangan berikutnya, kata Eddy, FPI tidak kunjung memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kemendagri. SKT FPI sebagai Ormas hanya berlaku per 20 Juni 2019.
"Sampai saat ini FPI belum mememnuhi persyaratan untuk memperpanjang SKT tersebut. Oleh sebab itu secara De Jure terhitung mulai tanggal 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar," tutur Eddy. (ast/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan