Eks Bos BPJT Sebut Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Sesuai Aturan

Rabu, 26 Juni 2024 – 10:40 WIB
Ilustrasi Tol Layang Jakarta-Cikampek atau Tol MBZ. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna mengatakan, proyek Jalan Tol Layang Jakarta Cikampek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat atau dikenal dengan jalan tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) telah sesuai aturan dan tidak menyalahi metode lelang yang ada.

Perubahan konstruksi dari beton ke baja juga telah mendapat persetujuan dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang merupakan kebijakan yang diambil dalam Rapat Terbatas (Ratas) Kabinet.

BACA JUGA: Banjir Promo, Home Credit Gandeng Lebih Banyak Mitra & Brand Ternama di Jakarta Fair 2024

Usulan perubahan juga telah disetujui oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono untuk menggenjot Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di industri baja nasional.

"Kebijakan saat itu dalam Ratas di Kabinet, meminta untuk menggunakan TKDN termasuk pemanfaatan baja. Di mana Krakatau Steel mengalami kesulitan sehingga TKDN tadi di manfaatkan," ujar Hery saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan tindak pidana korupsi pembangunan proyek Tol MBZ di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, (25/6).

BACA JUGA: Panasonic Berkomitmen Hadirkan Produk Baterai Berkualitas & Ramah Lingkungan untuk Indonesia

Saat menjabat sebagai Kepala BPJT di tahun 2015 hingga 2019, Herry mengaku memang tak terlibat langsung dalam Ratas Kabinet yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.

Namun, dia mengetahui keputusan Ratas tersebut berdasarkan notulen surat edaran dari Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR di 2015 sebelum lelang untuk menggunakan baja.

BACA JUGA: The Gade Creative Lounge by Pegadaian Hadir di Universitas Jenderal Soedirman

Sebagai Kepala BPJT, Herry mengaku turut menyetujui perubahan struktur dari beton ke baja dalam proyek pembangunan Tol MBZ.

Hal ini sesuai dengan review dan disposisi berdasarkan jabatannya untuk menindaklanjuti keputusan tersebut.

"Ini didorong oleh adanya kebijakan pemerintah untuk menghidupkan industri baja, mendorong TKDN dan pilihan konstruksi juga lebih cepat," tegas Herry.

Perubahan struktur beton ke baja juga tersebut telah disampaikan oleh konsorsium badan usaha ke pemerintah.

Pada tahap prakualifikasi, desain konstruksi masih menggunakan beton. Namun, ada usulan perubahan kualifikasi menjadi baja. Saat pelelangan, desain konstruksi sudah menggunakan baja.

"Badan usaha mengirim perubahan dokumen terkait perubahan konstruksi dari beton ke baja. Termasuk anggaran biaya berubah waktu itu. Surat sampai ke Menteri PUPR dan diterima BPJT. Lalu dimasukkan ke dokumen lelang. Dokumen lelang ini yang oleh panitia lelang digunakan sebagai dasar pelelangan," kata Herry.

Perubahan struktur turut mempengaruhi perubahan nilai desain awal senilai Rp9 menjadi Rp11 triliun.

Karena strukturnya berbeda, otomatis nilai desain juga berubah karena dari sisi statistik, baja lebih mahal dari beton namun memiliki material yang lebih ringan.

Dia menambahkan, perubahan struktur dari beton menjadi baja bisa menjadi hal yang meringankan pekerjaan.

Sebab, jika dipaksakan menggunakan beton, maka pembangunan bentang di konstruksi akan lebih berbahaya dan rumit dari segi waktu hingga berat saat mengangkutnya.

"Kalau beton dengan bentang begitu di proyek ini akan bahaya dan rumit. Hal ini mempengaruhi waktu mengangkut dan membangun," jelasnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler