jpnn.com, AMBON - Mantan Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Maluku David S. Katayane dijerat dengan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
David kini sudah berstatus terdakwa dan sedang menjalani persidangan atas kasus pelecehan ?seksua?l yang dia lakukan terhadap bawahannya.
BACA JUGA: Diduga Melakukan Pelecehan Seksual, Dodi Hidayatullah Bilang Begini
"Sidang perdana perkara ini pada Senin, (27/11) sudah berlangsung di Pengadilan Negeri Ambon secara tertutup," kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku Wahyudi Kareba di Ambon, Selasa (28/11).
Sidang itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Martha Maitimu didampingi dua hakim anggota dengan agenda mendengarkan pembacaan surat dakwaan jaksa penuntut umum.
BACA JUGA: Detik-Detik Polisi Menggeledah Mobil Mencurigakan, Ditemukan Narkoba Sebanyak Ini
Wahyudi menyebut pihak terdakwa maupun penasihat hukum tidak melakukan eksepsi atas dakwaan JPU, sehingga proses persidangan dilanjutkan pekan dengan dengan agenda pemeriksaan para saksi.
Kronologi Pelecehan Seksual
Adapun kronologi pelecehan seksual itu berawal dari terdakwa memanggil korban ke ruang kerjanya.
BACA JUGA: Dugaan Kebocoran DPT Pemilu 2024 Membahayakan, Server KPU Perlu Diaudit Forensik
Selain untuk urusan pekerjaan, terdakwa David juga mengeluh bahwa dirinya merasa meriang.
Selanjutnya, korban menawarkan beberapa tukang pijat, tetapi ditolak terdakwa dengan dalih lebih suka dipijat oleh orang-orang terdekat.
Setelah itu, korban pun memijat terdakwa dari arah belakang tanpa ada unsur paksaan.
Namun, ketika dipijat, terdakwa mengangkat tangannya dan tidak sengaja menyentuh dada korban.
Pada hari berikutnya, korban disebut masih sempat memijat pundak terdakwa tanpa ada unsur paksaan.
"Terdakwa dijerat melanggar Pasal 6 huruf c dari UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual setelah diduga melakukan pelecehan seksual terhadap stafnya pada Juli 2023," tutur Wahyudi.
Atas perbuatan itu, David terancam pidana penjara paling lama? 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300 juta.(ant/fat/jpnn.com)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam