Eks Komisioner KPU Didakwa Terima Suap Rp 600 Juta

Kamis, 28 Mei 2020 – 20:02 WIB
Mantan anggota KPU RI Wahyu Setiawan memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5-3-2020). Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc

jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwakan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan menerima suap sebesar SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta.

Suap itu diterima Wahyu melalui kader PDIP Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri dari calon anggota legislatif (caleg) PDIP Harun Masiku.

BACA JUGA: Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan Juga Didakwa Terima Suap dari Gubernur Papua Barat

JPU KPK Takdir Suhan membacakan surat dakwaan itu di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/5).

Dalam sidang ini, Wahyu disebut terdakwa I, sementara Tio sebagai terdakwa II.

BACA JUGA: Wah, Penumpang KRL Nantinya Dilarang Bicara dan Telepon

"Terdakwa I melalui perantaraan terdakwa II secara bertahap menerima uang senilai SGD 19.000 dan SGD 38.350 atau seluruhnya setara dengan jumlah Rp 600 juta dari Saeful Bahri bersama-sama dengan Harun Masiku," ujar Jaksa Takdir dalam dakwaannya, Kamis (28/5).

Jaksa menyebut uang diberikan agar Wahyu menyetujui permohonan pergantian anggota DPR Fraksi PDIP periode 2019-2024 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

BACA JUGA: Update Corona 28 Mei: Penambahan Pasien Positif Masih Tinggi, Jawa Timur Urutan Pertama

Kasus ini bermula ketika caleg PDIP Nazarudin Kiemas meninggal dunia pada 26 Maret 2019 sebelum pemilu diselenggarakan.

Nazarudin merupakan pemenang di Dapil Sumatera Selatan I.

DPP PDIP saat itu sudah memohon kepada Mahkamah Agung (MA) agar diberikan kewenangan untuk memutuskan siapa yang berhak mengganti Nazarudin.

MA mengabulkan permintaan PDIP dan menganggap partai politik punya kedaulatan dalam memutuskan pengganti Nazarudin.

Sekitar Juli 2019 PDIP menggelar pleno yang memutuskan Harun Masiku ditetapkan sebagai calon pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas. Nazarudin memperoleh suara 34.276.

Atas dasar rapat pleno itu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memerintahkan kuasa hukum PDIP, Donny Tri Istoqomah berkirim surat ke KPU.

Mengetahui hal tersebut, Harun Masiku langsung menemui Saeful Bahri meminta tolong agar Harun bisa menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apapun.

"Permintaan ini disanggupi oleh Saeful Bahri," kata jaksa.

Kemudian, PDIP mengirim surat kepada KPU berdasarkan putusan Mahkamah Agung No.57P/HUM/2019 yang pada pokoknya meminta suara sah Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

Namun KPU tidak mengakomodasi permohonan DPP PDIP karena dinilai tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Atas hal itu, Harun menemui Ketua KPU Arief Budiman agar mengabulkan permohonan MA terkait PAW tersebut. Namun, Arief memutuskan tidak mengakomodir permohonan itu.

Karena tidak diakomodasi, Saeful Bahri menghubungi Wahyu dan meminta tolong untuk memuluskan jalan Harun menjadi anggota legislatif.

Permintaan tolong itu disampaikan Agustiani Tio, dan Wahyu pun menyanggupi permintaan itu.

Setelah caleg DPR dilantik pada 1 Oktober 2019, Tio menghubungi Saeful dan menanyakan perihal uang operasional terkait PAW DPR.

Saeful lantas menawarkan uang Rp 750 juta ke Wahyu melalui Agustiani asal KPU menyetujui permohonan PAW tersebut.

"Namun Wahyu meminta besaran lebih, yakni Rp 1 miliar. Uang itu kemudian disanggupi Saeful Bahri," kata jaksa.

Saeful lantas menemui Harun Masiku dan membicarakan permintaan Wahyu. Saeful mengatakan Wahyu meminta uang Rp 1,5 miliar dan Harun menyetujui itu dengan syarat Wahyu bisa membuat Harun duduk di kursi DPR.

Setelah Wahyu, Agustiani, dan Saeful sepakat dan mengurusi semua.

Harun terlebih dahulu memberikan uang kepada Saeful Rp 400 juta untuk diserahkan kepada Wahyu sebagai DP yang dititipkan melalui Kusnadi dan Donny Tri Istiqomah.

Selanjutnya Agustiani melalui Moh Ilham Yulianto menukarkan uang Rp 200 juta ke dalam pecahan mata uang dolar Singapura, yakni SGD 20 ribu untuk diberikan kepada Wahyu Setiawan sebagai uang DP terlebih dahulu yang diserahkan di Plaza Senayan.

Jaksa mengatakan Saeful juga melakukan pertemuan dengan Wahyu dan Agustina di sebuah restoran di Mal Pejaten Village.

Dalam pertemuan itu, jaksa mengungkapkan Agustiani menyerahkan uang sebesar SGD 19 ribu kepada Wahyu atas permintaan Saeful, tapi hanya diambil SGD 15 ribu oleh Wahyu, sementara SGD 4 ribu diserahkan Wahyu ke Agustiani.

Tak hanya itu, pada 26 Desember 2019, Harun Masiku kembali menghubungi Saeful dan memberikan uang Rp 850 juta.

Dari uang itu, Saeful akan memberi Wahyu Rp 400 juta dalam bentuk dolar Singapura sebesar SGD 38.350.

Jaksa juga mengungkapkan Agustiani meminta uang ke Saeful untuk keperluan pribadinya sebesar Rp 50 juta, kemudian diserahkan Saeful cash di Apartemen Mediterania, Jakarta.

Pada 8 Januari 2020, Wahyu menghubungi Agustiani agar mentransfer sebagian uang yang telah diterima dari Saeful sebesar Rp 50 juta ke rekening Wahyu.

Namun sebelum mentransfer uang tersebut, Wahyu dan Agustiani Tio diamankan petugas KPK berikut bukti uang sejumlah SGD 38.350 dari Agustiani.

Jaksa menilai Wahyu dan Agustiani Tio melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler