Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan Juga Didakwa Terima Suap dari Gubernur Papua Barat

Kamis, 28 Mei 2020 – 19:55 WIB
Wahyu Setiawan, di Jakarta, Rabu, (15/1/2020). Foto: Boyke Ledy Watra

jpnn.com, JAKARTA - Selain menerima suap dari politikus PDIP Saeful Bahri, eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan juga didakwa menerima gratifikasi Rp 500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan.

Gratifikasi itu terkait proses seleksi calon anggota KPUD Papua Barat periode 2020-2025.

BACA JUGA: Kader PDIP Saeful Bahri Divonis 20 Bulan Penjara

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Takdir Suhan mengatakan, suap itu diterima Wahyu lewat Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo.

Uang Rp 500 juta diberikan via transfer. Wahyu meminjam rekening istri serta sepupunya bernama Ika Indrayani untuk menerima gratifikasi.

BACA JUGA: Update Corona 28 Mei: Penambahan Pasien Covid-19 di Jakarta Didominasi Pekerja dari Luar Negeri

"Pada tanggal 3 Januari 2020, Rosa Muhammad Thamrin Payapo diserahkan titipan uang sebesar Rp 500 juta dari Dominggus Mandacan," kata Jaksa Takdir saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/5).

Jaksa mengatakan, setelah uang dari Gubernur Papua Barat diterima, Rosa lalu menyetornya ke rekening miliknya di Bank Mandiri nomor 1600099999126 Cabang Manokwari. Selanjutnya, Rosa meminta rekening Wahyu untuk melakukan proses suap.

BACA JUGA: Muhammadiyah: Kenapa Mall Dibuka Sementara Masjid Masih Ditutup?

Dugaam gratifikasi ini berawal saat Rosa bertemu dengan Wahyu di ruang kerja Wahyu sekitar November 2019.

Wahyu dalam pertemuan itu menanyakan kesiapan Gubernur Papua Barat terkait proses seleksi calon anggota KPUD Papua Barat.

"Pada saat itu terdakwa menyampaikan, 'Bagaimana kesiapan Pak Gubernur, ah, cari-cari uang dulu.' Yang dipahami oleh Rosa bahwa terdakwa selaku anggota KPU RI diyakini dapat membantu dalam proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat karena secara umum diketahui adanya keinginan masyarakat Papua agar anggota KPU Provinsi Papua Barat yang terpilih nantinya ada yang berasal dari putra daerah asli Papua," ujar jaksa.

Sepulangnya dari Jakarta, Rosa melaporkan hasil pertemuannya dengan Wahyu kepada Gubernur Papua Barat. Namun, Gubernur Papua Barat tidak menghiraukan terkait permintaan uang saat itu. Kepala daerah itu hanya mengatakan, melihat perkembangan proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.

Proses seleksi, kata jaksa, diikuti sekitar 70 peserta seleksi termasuk sekitar 33 orang peserta yang merupakan Orang Asli Papua (OAP).

Pada tahap memasuki proses wawancara dan tes kesehatan, sambung jaksa, ternyata hanya menyisakan delapan peserta seleksi, termasuk di antaranya tiga peserta yang merupakan putra daerah Papua yaitu Amus Atkana, Onesimus Kambu, dan Paskalis Semunya.

"Hal ini menyebabkan warga masyarakat asli Papua melakukan aksi protes di Kantor KPU Daerah Provinsi Papua Barat dengan tuntutan agar peserta seleksi yang nanti terpilih menjadi anggota KPU Provinsi Papua Barat harus ada yang berasal dari putra daerah Papua," tutur jaksa.

Agar situasi menjadi kondusif dan Pemprov Papua mengharuskan ada putra daerahnya terpilih menjadi anggota KPU Papua Barat, Dominggus akhirnya mengupayakan pemberian uang ke Wahyu melalui Rosa.

"Pada 20 Desember 2019, Rosa Muhammad Thamrin Payapo menghubungi terdakwa yang pada pokoknya membicarakan perkembangan situasi di Papua yang kurang kondusif terkait proses seleksi Calon Anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020 - 2025," kata jaksa.

Gubernur Papua Barat, lanjut jaksa, menginginkan peserta seleksi yang tersisa, yaitu Amus Atkana dan Onesimus Kambu, sebagai putra daerah Papua dapat dibantu dalam proses seleksi agar terpilih.

Atas perbuatan itu, Wahyu didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain gratifikasi, Wahyu Setiawan bersama-sama kader PDIP Agustiani Tio Fridenila didakwa menerima suap terkait permohonan pergantian anggota DPR dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Dapil Sumsel 1 kepada Harun Masiku.

Melalui Tio dan Saeful Bahri, Wahyu menerima suap secara bertahap dari kader PDIP Harun Masiku dengan total Rp 600 juta. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler