Eks Pengacara Habib Rizieq Beber 8 Hoaks UU Cipta Kerja, Pembakar Emosi

Kamis, 08 Oktober 2020 – 08:33 WIB
Seorang buruh peserta unjuk rasa membawa poster penolakan terhadap Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja. Foto : arsip JPNN.COM/Fathra Nazrul Islam

jpnn.com, JAKARTA - Pengacara sekaligus politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera menilai ada pihak-pihak yang sengaja menyebarkan hoaks dan opini menyesatkan berkaitan dengan isu ketenagakerjaan, dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang baru disetujui DPR RI menjadi UU.

Kapitra menuding ada pihak yang melakukan propaganda, mendompleng polemik UU Cipta Kerja.

BACA JUGA: Demo Tolak UU Cipta Kerja di Bandung Rusuh, Massa Mengamuk

"Sekelompok orang atau oknum tertentu diduga telah melakukan propaganda dan menebarkan fitnah dengan memanipulasi pasal-pasal yang ada dalam RUU Cipta Kerja tersebut, sehingga menstimulasi emosi para buruh serta mahasiswa untuk turun ke jalan melakukan mogok kerja dan demonstrasi," ucap Kapitra kepada jpnn.com, Kamis (8/10).

Kapitra mengajak semuapihak membuka pemikiran yang seluas-luasnya dalam menilai, apakah omnibus law UU Cipta Kerja yang diputuskan oleh pemerintah bersama DPR ini benar-benar bertujuan untuk kepentingan dan kemajuan negara.

BACA JUGA: Propaganda KKB di Papua Dinilai Untuk Menarik Simpati Internasional

Sebab, kata politikus kelahiran Padang, 20 Mei 1966 ini, omnibus law UU Cipta Kerja bertujuan untuk memperbaiki tumpang tindihnya regulasi yang menghambat investasi dengan cara penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan, mempermudah perizinan UMKM dan Koperasi, sehingga membuka lapangan kerja yang lebih luas.

"Namun setelah disetujui menjadi undang-undang, banyak hoaks yang muncul dengan opini-opini yang berkaitan dengan isu ketenagakerjaan," tukas mantan pengacara Habib Rizieq Shihab ini.

BACA JUGA: Demo Tolak UU Cipta Kerja di Semarang Rusuh, Ada Massa Misterius?

Berikut sejumlah hoaks yang disebarluaskan ke masyarakat terkait UU Cipta Kerja berdasarkan pengamatan Kapitra Ampera:

1. Pesangon Dihilangkan.

Faktanya pemberian pesangon apabila terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tetap diatur secara detail, hak-hak yang didapatkan oleh tenaga kerja dalam pasal 156 perubahan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Ketentuan dalam undang-undang ini bahkan ditambah, dengan memberikan uang kompensasi kepada pekerja yang telah habis waktu perjanjian kerjanya atau telah selesai suatu pekerjaan. Ketentuan sebelumnya tidak memberikan hak tersebut setelah pekerja habis kontrak.

2. Mempermudah masuknya tenaga kerja asing.

Jika dibaca dengan saksama, ketentuan tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam UU Cipta Kerja hanya mengefisiensi ketentuan yang sebelumnya dimuat dalam 7 pasal, kemudian dipadatkan ke dalam 4 pasal.

Tidak ada substansi aturan tenaga kerja asing yang dihilangkan, sehingga mempermudah masuknya TKA ke Indonesia.

Masuknya pekerja asing tetap disertai dengan Rencana Penggunaan TKA, tidak boleh jabatan perseorangan, dan personalia.

3. Hak Cuti Hilang

Isu yang sangat provokatif, karena kenyataannya UU Cipta Kerja tetap memberikan waktu istirahat dan cuti sebagaimana undang-undang sebelumnya.

Perbedaan dalam UU Cipta Kerja ini adalah, menetapkan ketentuan istirahat panjang ke peraturan perusahaan, perjanjian kerja, dan perjanjian kerja bersama.

Oleh karena dalam UU tentang Ketenagakerjaan, ketentuan ini tidak pasti dan multitafsir di satu sisi memberikan ketentuan istirahat panjang di sisi lain menyerahkan pada ketentuan perusahaan.

Sehingga RUU Cipta Kerja memberikan kepastian hukum baik kepada pelaku usaha maupun kepada tenaga kerja.

Hoaks selanjutnya disebutkan bahwa Hak Cuti serta Upah pada saat cuti haid dan melahirkan dihilangkan sehingga merugikan tenaga kerja perempuan.

Faktnya peraturan tersebut termuat dalam Pasal 81, Pasal 82 jo Pasal 84 Jo Pasal 93 Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan yang tidak diubah ataupun dihapus dalam Undang-Undang Cipta Kerja.  

4. Pekerja yang meninggal, ahli warisnya tidak dapat pesangon.

Pasal 61 ayat 5 RUU Ciptaker tetap mengatur pemberian tidak hanya pesangon namun juga hak-hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, peraturan perusahaan maupun perjanjian kerja.

5. Status karyawan tetap ditiadakan.

Tidak ada ketentuan pasal RUU Ciptaker yang mengatur hal demikian atau menghapus ketentuan status karyawan tetap.

Jika hal ini dinilai dari dihapusnya ketentuan Pasal 59 ayat 4 UU Ketenagakerjaan yang mengatur jangka waktu PKWT selama 2 tahun dan diperpanjang 1 tahun, maka hal demikian dapat dijelaskan.

Ketentuan ayat 1, telah mengatur syarat PKWT untuk pekerjaan yang selesai dalam waktu tertentu. Artinya, pekerjaan tersebut dapat diperkirakan pelaksanaannya.

Pekerja tidak mungkin berstatus karyawan tetap karena pekerjaan tidak dilaksanakan dalam waktu yang lama. Hal ini dilakukan demi kepastian hukum bagi pekerja maupun pelaku usaha.

6. Ketentuan UMP, UMK, UMSP Dihapus

Ketentuan Upah Minimum diatur dalam Pasal 88C, ditetapkan oleh Gubernur dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan dari hasil lembaga yang berwenang di bidang statistik.

Gubernur juga berhak menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu. Pelaku usaha dilarang memberi upah di bawah upah minimum yang ditetapkan.

Dan diatur pula upah minimum hanya diterapkan pada tenaga kerja dengan jangka waktu kerja di bawah 1 tahun. Artinya dengan masa kerja diatas 1 tahun, tenaga kerja akan diberikan upah yang lebih tinggi.

UU Ciptaker juga sangat berpihak kepada masyarakat untuk peningkatan Usaha Mikro dan Kecil yang tidak dibebankan untuk pemberian upah sesuai Upah Minimum yang ditetapkan Gubernur.

Hal ini akan membuat industri kecil dan menengah masyarakat dapat meningkat lebih cepat dengan beban yang lebih ringan.

7. Pengaturan tentang Outsourching dihapus

Bahwa ketentuan tentang pelaksanaan pekerjaan oleh Perjanjian Pemborongan dan Penyedia jasa pekerjaan, dirangkum dalam Pasal 66 RUU Ciptaker dengan menggunakan istilah sebagai Perusahaan Alih Daya.

8. Jaminan Sosial hilang

UU Ciptaker mengatur Jaminan Sosial dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang memuat Jaminan Kesehatan, Kecelakaan Kerja, Hari Tua, Pensiun, Kematian, dan diberikan Jaminan tambahan yaitu jaminan kehilangan pekerjaan yang bila terjadi pada tenaga kerja maka akan mendapatkan cash benefit, upskilling, upgrading, dan akses pasar tenaga kerja.

Karena itu, ucap Kapitra, upaya pemerintah dan parlemen untuk mengesahkan RUU Ciptaker menjadi UU merupakan langkah maju dalam meningkatkan investasi, perekonomian dan kesejahteraan masyarakat menyeluruh.

Dia memandang bahwa masyarakat hanya belum memahami substansi dari aturan dan terlanjur terpola dengan pemikiran pihak-pihak selalu kontra dengan pemerintah.

"Penolakan dengan cara demonstrasi serta mogok kerja yang dilakukan buruh atau tenaga kerja menjadi tidak relevan oleh karena RUU Ciptaker ini terutama berkenaan dengan ketenagakerjaan sangat mengakomodir aspirasi masyarakat," tegas Kapitra Ampera. (fat/jpnn)

 

 

 

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler