Eks Penyidik Desak KPK Jemput Paksa Shanty Alda demi Ungkap Suap Gubernur Malut

Selasa, 27 Februari 2024 – 13:26 WIB
Mantan pegawai KPK Yudi Purnomo. Foto: Dika Rahardjo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Penyidik KPK, Yudi Purnomo mengatakan Penyidik KPK harusnya melakukan penjemputan paksa terhadap Direktur PT. Smart Marsindo, Shanty Alda Nathalia terkait kasus dugaan suap yang menyeret Gubernur Maluku Utara non aktif, Abdul Ghani Kasalbi (AGK).

“Yang bersangkutan bisa dijemput paksa sesuai hukum acara yang berlaku jika mangkir dua kali tanpa alasan yang patut,” kata Yudi saat dihubungi wartawan pada Selasa (27/4).

BACA JUGA: KPK Menduga Kasus Korupsi Rumah Jabatan DPR Merugikan Negara Sebegini

Menurut dia, penyidik KPK harus berani melakukan penjemputan paksa terhadap para saksi yang keterangannya diperlukan apabila mangkir dua kali tanpa alasan yang patut.

Sebab, kata dia, semua warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum atau equality before the law.

BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi Kereta Api, KPK Periksa 5 ASN Kemenhub

“Iya semua sama di mata hukum. Kita tunggu bagaimana sikap tegas KPK,” ujarnya.

Tentu, lanjut Yudi, penyidik KPK sangat membutuhkan keterangan Shanty Alda untuk mengungkap secara terang benderang kasus dugaan suap Abdul Ghani tersebut.

BACA JUGA: KPK Bongkar Dugaan Korupsi Rumah Jabatan DPR, Tersangkanya, Oh

Karena itu, Yudi berharap Shanty Alda berlaku kooperatif untuk menjalani proses hukum dalam penegakan korupsi.

“Karena kalau dipanggil sampai dua kali, artinya ada keterangan yang bersangkutan dibutuhkan penyidik dalam menuntaskan kasus ini. Tentu kita berharap yang bersangkutan juga kooperatif, karena pemanggilan yang bersangkutan juga sudah menjadi pemberitaan. Sehingga bisa datang ke Gedung KPK untuk diperiksa,” pungkasnya.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menginformasikan bahwa Direktur PT. Smart Marsindo, Shanty Alda Nathalia kembali mangkir alias tidak hadir memenuhi panggilan sebagai saksi. Sedianya, pemeriksaan Shanty Alda dijadwal ulang pada Selasa, 20 Februari 2024.

Shanty tercatat sudah dua kali tidak hadir memenuhi panggilan KPK. Pertama, Shanty absen panggilan perdananya pada 29 Januari 2024.

Kemudian, KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Shanty pada 20 Februari 2024. Namun, lagi-lagi ia tak hadir pada panggilan ulang tersebut.

"Tidak (hadir), akan dipanggil kembali," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi Kamis (22/2).

Rencananya, KPK bakal memanggil kembali Shanty Alda. Sebab, keterangan Shanty Alda dibutuhkan untuk proses penyidikan Abdul Ghani Kasuba.

Namun, belum diketahui dengan pasti kapan Shanty Alda akan dipanggil kembali untuk dimintai keterangannya.

Belakangan ini, KPK intensif melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah bos perusahaan tambang. KPK dikabarkan sedang mengembangkan kasus suap Abdul Gani Kasuba.

Utamanya, soal dugaan penerimaan uang Abdul Gani dari izin usaha pertambangan.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengakui bahwa pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk menyelidiki dugaan praktik suap pemberian izin pertambangan nikel di Maluku Utara.

Apalagi, setelah Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), Stevi Thomas (ST) menjadi tersangka.

"Dalam proses penyidikan tidak menutup kemungkinan itu juga ada dugaan penerimaan yang bersumber dari proses pemberian izin tambang nikel itu. Barangkali itu yang didalami oleh penyidik," kata Alex.

Diakui Alex, Maluku Utara terkenal sebagai lumbung nikel di Tanah Air. Sehingga, banyak pengusaha dan perusahaan yang berusaha mendapatkan izin penambangan di daerah tersebut.

Berkaca dari sebagian besar kasus yang ditangani KPK, kata dia, perizinan seringkali menjadi komoditas bagi kepala daerah untuk diperjualbelikan.

"Kita ketahui bersama di Malut itu kan salah satu sumber nikel, banyak perusahaan-perusahaan dan usaha yang berusaha mendapatkan izin penambangan di sana," jelas Alex.

Saat ini, KPK baru menetapkan 7 orang tersangka suap proyek perizinan, dan jual beli jabatan usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Maluku Utara dan Jakarta pada Senin (18/12).

Ketujuh orang tersangka itu yakni Abdul Ghani Kasuba (AGK) selaku Gubernur nonaktif Maluku Utara, Adnan Hasanudin (AH) selaku Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Kemudian, Daud Ismail (DI) selaku Kadis PUPR Pemprov Malut, Ridwan Arsan (RA) selaku Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ), Ramadhan Ibrahim (RI) selaku ajudan, Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), anak usaha Harita Group, Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW) selaku swasta.

Dalam perkaranya, Abdul Ghani ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan.

Untuk menjalankan misinya tersebut, Abdul Ghani kemudian memerintahkan Adnan, Daud, dan Ridwan untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Maluku Utara.

Adapun, besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemerintah Provinsi Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp 500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.

Dari proyek-proyek tersebut, Abdul Ghani kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.

Selain itu, Abdul Ghani sepakat dan meminta Adnan, Daud dan Ridwan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.

Diantara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu Kristian. Selain itu, Abdul Gani Kasuba diduga salah satunya menerima suap dari Stevi Thomas melalui Ramadhan Ibrahim. Sejauh ini, KPK menduga pemberian uang oleh Stevi Thomas itu terkait pengurusan perijinan pembangunan jalan yang melewati perusahaannya.

Abdul Ghani juga diduga menerima uang dari para ASN di Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk mendapat rekomendasi, dan persetujuan menduduki jabatan di Pemerintah Provinsi Maluku Utara. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler