Eks Pimpinan KPK Antusias Menanti RUU Cipta Kerja Disahkan, Ini Alasannya

Senin, 24 Agustus 2020 – 20:08 WIB
Puluhan massa dari Gerakan Ganyang Mafia Hukum dan Laskar Anti Korupsi menggelar aksi damai di depan gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (12/10). Meraka menolak revisi UU KPK. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar mendukung semangat pemangkasan birokrasi dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Pangkalnya, bakal berkontribusi terhadap kinerja pemerintahan.

Dirinya menjelaskan, buruknya tata kelola pemerintah yang kini terjadi akibat timpang tindihnya regulasi dan Satu sama lain pun tak harmonis. Kemudian, birokrasi gemuk dan membuat kinerja tidak jelas.

BACA JUGA: Akademisi UI Beberkan Sederet Manfaat RUU Cipta Kerja Bagi UMKM

"Contoh rakor (rapat koordinasi) kepala daerah ke Jakarta berkali-kali. Hasilnya, kan, enggak ada. Hasilnya cuma laporan (pemakaian) anggaran, kan? Habis itu buat apa?" ucapnya saat dihubungi di Jakarta, Senin (24/8).

Kompleksnya birokrasi tecermin dari banyaknya unit-unit organisasi di kementerian/lembaga yang memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sama. Diumpamakannya dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat.

BACA JUGA: Meski Dikritik, RUU Cipta Kerja Tetap Perlu Disahkan

"(Proses) audit (keuangan negara/daerah) sekarang, kan, banyak (auditor) datang ke mana-mana, pulang-pergi. Hasilnya, korupsi tetap ada. Jadi, anggaran lebih banyak dihabiskan untuk perjalanan dinas," tegas dia.

Imbasnya, penyerapan anggaran menjadi mubazir. Apalagi, banyak posisi strategis diisi orang-orang tidak pantas, sehingga kerap menyalahgunakan kewenangan. Praktik ini pun memperbesar potensi korupsi, khususnya menyangkut perizinan.

BACA JUGA: 4 Poin Penting Hasil Pertemuan DPR dan Buruh soal RUU Cipta Kerja

"Semakin panjang birokrasi, semakin banyak yang dilalui, semakin banyak korupsi karena harus berhadapan dengan orang yang memberikan pelayanan kepada masyarakat menganggap itu sudah berjasa, jadi harus dibayar. Padahal, itu kewajiban dia," urainya.

Ini selaras dengan data Indonesia Corruption Watch (ICW), di mana birokrat di peringkat teratas pelaku korupsi pada 2004 hingga semester II 2016, bahkan sebanyak 515 aparatur sipil negara (ASN) ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi sepanjang 2016. Berikutnya, anggota DPRD dan kepala daerah.

Haryono menambahkan, perampingan birokrasi dalam RUU Ciptaker akan membuat anggaran negara lebih hemat dan efektif. Alasannya, unit-unit organisasi pemerintah yang memiliki tupoksi sama bakal dilebur atau dihapus. "Jadi, (nanti) seperti di negara Skandinavia, dia tidak perlu pengawasan banyak-banyak."

Berikutnya, diproyeksikan menekan angka pemborosan anggaran secara signifikan. "(Sekitar) 40% (dari) yang selama ini belanja (dan) hasilnya tidak ada. Maksudnya hasilnya tidak ada, hasilnya tidak dirasakan oleh masyarakat," lanjut Guru Besar Perbanas Institute itu.

Anggaran tersebut, pendapatnya, bisa diberdayakan untuk kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Membangunan infrastruktur penunjang dipedesaan agar siswa dan guru tidak lagi terkendala mengakses pendidikan ataupun transfer pengetahuan.

Di sisi lain, menurut Haryono, beleid sapu jagat (omnibus law) itu menuai polemik lantaran pemerintah tidak menyosialisasikannya dengan baik. Pun dilakukan parsial.

Bagi mantan Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ini, semestinya setiap kementerian/lembaga negara turut menyosialisasikan RUU Ciptaker kepada pihak-pihak berkepentingan (stakeholder). Juga melibatkan semua komponen terkait, sehingga tiada yang dirugikan.

"Yang terjadi sekarang ini, masyarakat tidak mendapatkan (gambaran RUU Ciptaker) secara utuh. Jadi, hanya menduga-duga, 'Oh, begini-begini-begini'. Jadi, tidak dijelaskan tidak secara utuh," paparnya.

"Seperti sektor ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja (semestinya) coba jelaskan kepada pekerja, lakukan dialog, jelaskan bagaimana (isi RUU Ciptaker). Sehingga, dapat pemahaman yang jelas," tutup Haryono. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler