Eks Wako Siantar Dituntut 10 Tahun Penjara

Rabu, 22 Februari 2012 – 09:35 WIB
RE Siahaan. Foto: Metrosiantar/JPNN

SIANTAR-Mantan Walikota Pematangsiantar RE Siahaan mengaku tidak terkejut mendengar Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntutnya 10 tahun penjara dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi APBD Siantar, Selasa (21/2) di Pengadilan Tipikor Medan. RE mengaku, perasaannya biasa saja. “Olo, Loja Au Bah...!”

“Biasa do, alana nungnga ta ikuti persidangan sejak awal, dang tikkos tuntutanni jaksa i, dang sesuai dohot fakta-fakta di persidangan. (biasa saja, sebab kita sudah ikuti persidangan sejak awal, tidak benar tuntutan jaksa itu, tidak sesuai dengan fakta-fakta di persidangan,” ujar RE Siahaan melalui telepon kepada Metro Siantar (Grup JPNN).

Terkait perasaan keluarga mendengar tuntutan JPU, RE Siahaan juga mengatakan biasa. “Biasa do, biasa! ” katanya. Namun kelihatannya RE Siahaan sangat terpukul dan kecewa atas tuntutan itu. Terdengar batuk kecil di seberang. Suaranya serak dan berat. Ketika ditanya mengenai hal itu, RE Siahaan mengaku lelah. “Olo, loja au bah di Tipikor on! (ya, aku sangat capek di Tipikor ini),” katanya.

Selanjutnya, RE mebicarakan kekecewaannya. Menurutnya, tuntutan JPU tidak masuk akal, sebab mereka terkesan melakukan penuntutan tetap berdasarkan dakwaan. Di dakwaan, misalnya, disebutkan RE memperkaya Maruli Silitonga sebesar Rp700 juta dari dana bantuan sosial. Lalu ada 14 anggota dewan menerima uang dari RE Siahaan dan ada kwitansi sebesar Rp1,5 miliar untuk pembayaran DPRD yang justru tidak terkait dengannya.

“Di persidangan, fakta-fakta itu tidak ada. Harusnya jaksa memperhatikan fakta-fakta itu,” ujar RE Siahaan dengan suara berat dan sesekali mencoba tertawa.
Menurut RE Siahaan, salah satu hal paling janggal dalam adalah dugaan korupsi di Dinas PU yang juga didakwakan padanya.

“Tolong ditunjukkan, apakah benar ada kerugian Negara di Dinas PU Siantar tahun 2007? Apakah benar ada kerugian negara pada secretariat Pemko Siantar? Saya dikatakan turut serta melakukan korupsi, apakah benar? Bukankah mereka pengguna anggaran dan mengelola segala sesuatunya? Undang-undang mengatakan, pengguna anggaran yang harus bertanggung jawab. Jika benar saya turut serta, lalu siapa tersangkanya? Saya walikota ketika itu. Kenapa hanya saya? Saya bukan bermaksud menuduh ya,” katanya.

Selain menuntut 10 tahun penjara, JPU KPK Zet Tudong dan Irene Putrie juga menuntut Siantar RE Siahaan membayar kerugian negara sebesar Rp7,7 milliar. “Apabila terdakwa tidak sanggup membayar kerugian negera itu, maka terdakwa harus menjalani kurungan penjara selama 5 tahun,” ujar JPU.

Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum KPK mengatakan, RE terbukti bersalah melakukan beberapa tindakan pidana korupsi secara bersama-sama yang masing-masing dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sebagaimana diatur Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1.

RE Siahaan dinyatakan terbukti merugikan uang negara hingga Rp10,5 miliar. Dia didakwa memerintahkan pemotongan anggaran Dinas Pekerjaan Umum. Dia juga menggunakan dana bantuan sosial untuk kepentingan pribadi. Setelah mendengar pembacaan tuntutan dari penuntut umum KPK, RE Siahaan mengaku ada yang ganjil. “Saya merasa ganjil atas tuntutan JPU itu, karena beberapa hal yang tidak dapat dihadirkan JPU dalam persidangan.Untuk itu saya tidak terima dan akan melakukan nota pembelaan,” tegasnya.

Kuasa hukum RE Siahaan, Sarbudin Panjaitan, menyebutkan, seharusnya RE Siahaan  dituntut bebas, bukan dituntut  10 tahun penjara. Menurutnya, tuntutan 10 tahun yang dialamatkan kepada RE Siahaan merupakan tuntutan yang tidak beralasan.

“Tuntutan itu tidak beralasan, harusnya RE dituntut bebas. Kalau tuntutan 10 tahun ditujukan bagi terdakwa yang benar-benar melakukan korupsi, itu wajar. Tetapi RE Siahaan kan tidak, dia tidak melakukan seperti itu,” ungkap Sarbudin.

Dikatakan Sarbudin, selama persidangan, banyak hal yang menurutnya janggal dan terkesan dipaksakan untuk menjerat RE Siahaan. Keterangan saksi-saksi yang dihadirkan, yaitu Kabag Sosial Risfani br Sidauruk, Bendahara Umum Daerah Tiorina br Napitu dan Asisten III Marihot Situmorang, tidak mengarah ke RE Siahaan melakukan tindakan korupsi.

“Di persidangan, ketiganya mengaku memberikan uang kepada ajudan wali kota Junaidi Sitanggang dan Bayu Tampubolon. Namun kedua ajudan mengaku, tidak pernah menerima uang dari ketiganya. Bagaimana mau dikatakan RE korupsi, sementara dia tidak pernah menerima uang dari ketiga orang itu. Uang itu sepertinya terputus di tangan ketiganya,” jelasnya.

Selain lemahnya keterangan saksi-saksi, menurut Sarbudin, barang bukti lain yang juga lemah adalah bukti-bukti tertulis yang dihadirkan ke persidangan. Bukti-bukti tertulis berupa surat-surat itu, tidak mengarah kepada RE Siahaan. Sebaliknya bukti tertulis itu mengarah kepada Kadis dan PPK di Dinas PU dan Bina Marga sebagai pengguna anggaran.

“Bukti-bukti tertulis itu semuanya mengarah kepada Kadis dan PPK, bukan kepada RE Siahaan. Kita sudah siapkan nota pembelaan yang akan kita sampaikan pada sidang Selasa depan,” tegasnya.

Pihak keluarga bisa berbuat banyak mendengarkan tuntutan terhadap dirinya. Sementara itu, pengunjung sidang yang didominasi keluarga RE Siahaan menganggap tuntutan JPU itu tidak mendasar. Mereka kecewa dengan tuntutan yang dibuat JPU di hadapan Ketua Majelis Hakim Jonner Manik SH. (rud/ral/smg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KM Sasar Wondama Tenggelam, Kontraktor Jadi Tersangka


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler