JAKARTA - Kejaksaan Agung disarankan menggaet Polisi Militer TNI untuk membantu pengamanan eksekusi Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko, yang sudah lebih 6 bulan ini tak juga terlaksana. Langkah tersebut perlu dilakukan karena mulai muncul kabar bahwa terpidana 4 tahun kasus korupsi APBD Kepulauan Aru itu dibeking aparat.
"Kalau (pengamanan) pakai polisi nggak bisa, pakai POM TNI aja," kata mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Syamsu Djalal, Selasa (28/5).
Mantan JAM Intel di era Jaksa Agung Andi Ghalib ini menilai, tak terlaksanannya eksekusi Theddy karena ketidakmampuan kejaksaan berkoordinasi dengan aparat hukum lain dalam hal pengamanan.
Bukti konkretnya, dengan mengerahkan puluhan preman, Theddy berhasil lolos dari eksekusi jaksa saat hendak diterbangkan dari Bandara Soekarno Hatta ke Ambon pada 12 Desember 2012. Walau telah dibawa ke markas Polres Bandara, para preman berhasil memaksa jaksa eksekutor agar tak membawa bupati berlatar belakang tentara itu.
Kasus lain, lanjut Syamsu, sekitar dua pekan lalu, pendukung Theddy menganiaya dua jaksa asal Kejari Dobo yang tengah memantau keberadaan Theddy di kantor pemerintahan Dobo. "Ini aneh, kok penegak hukum tak kuasa mengeksekusi terpidana," tambah Syamsu. Sebagai mantan Danpuspom TNI, Syamsu mengaku prihatin sebab Theddy yang juga purnawirawan TNI berpangkat kolonel, berani melawan hukum.
Bahkan memerintahkan orang-orangnya untuk melakukan premanisme terhadap aparat hukum yang tengah menjalankan tugas (eksekusi). "Meski tak ada perintah untuk ditahan, tapi kalau sudah ada putusan MA (Mahkamah Agung) berarti harus dieksekusi. Ini malah jaksanya dieksekusi. Memalukan," kata Syamsu.
Bagi dia, kasus penolakan eksekusi yang dilakukan Theddy Tengko dan Susno Duadji sama persis. Bedanya Susno akhirnya sadar dan menyerahkan diri sementara Theddy terus membangkang. (pra/jpnn)
"Kalau (pengamanan) pakai polisi nggak bisa, pakai POM TNI aja," kata mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Syamsu Djalal, Selasa (28/5).
Mantan JAM Intel di era Jaksa Agung Andi Ghalib ini menilai, tak terlaksanannya eksekusi Theddy karena ketidakmampuan kejaksaan berkoordinasi dengan aparat hukum lain dalam hal pengamanan.
Bukti konkretnya, dengan mengerahkan puluhan preman, Theddy berhasil lolos dari eksekusi jaksa saat hendak diterbangkan dari Bandara Soekarno Hatta ke Ambon pada 12 Desember 2012. Walau telah dibawa ke markas Polres Bandara, para preman berhasil memaksa jaksa eksekutor agar tak membawa bupati berlatar belakang tentara itu.
Kasus lain, lanjut Syamsu, sekitar dua pekan lalu, pendukung Theddy menganiaya dua jaksa asal Kejari Dobo yang tengah memantau keberadaan Theddy di kantor pemerintahan Dobo. "Ini aneh, kok penegak hukum tak kuasa mengeksekusi terpidana," tambah Syamsu. Sebagai mantan Danpuspom TNI, Syamsu mengaku prihatin sebab Theddy yang juga purnawirawan TNI berpangkat kolonel, berani melawan hukum.
Bahkan memerintahkan orang-orangnya untuk melakukan premanisme terhadap aparat hukum yang tengah menjalankan tugas (eksekusi). "Meski tak ada perintah untuk ditahan, tapi kalau sudah ada putusan MA (Mahkamah Agung) berarti harus dieksekusi. Ini malah jaksanya dieksekusi. Memalukan," kata Syamsu.
Bagi dia, kasus penolakan eksekusi yang dilakukan Theddy Tengko dan Susno Duadji sama persis. Bedanya Susno akhirnya sadar dan menyerahkan diri sementara Theddy terus membangkang. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat Lebih Pentingkan Recovery Daripada Hasil Survei
Redaktur : Tim Redaksi