Dua terpidana mati kasus narkoba asal Australia yang kini mendekam di LP Kerobokan Bali, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, belum termasuk dalam gelombang pertama yang kabarnya akan dieksekusi oleh regu penembak akhir pekan ini.

Myuran Sukamaran dan Andrew Chan dikenal luas sebagai anggota Bali Nine, dan hanya keduanya yang dijatuhi pidana hukuman mati oleh pengadilan Indonesia. Tujuh orang lainnya lolos dari pidana tersebut.

BACA JUGA: Resep Pekan Ini: Sup Seafood Asam Pedas Thailand

Keduanya terbukti bersalah mencoba melakukan penyelundupan narkoba jenis heroin dari Bali ke Australia. Vonis pidana mati mereka telah dijatuhkan sejak tahun 2006 lalu.

Keduanya menempuh berbagai upaya hukum, yang terakhir adalah meminta pengampunan (grasi) kepada Presiden Indonesia. Namun, permohonan Sukumaran telah ditolak oleh Presiden Jokowi, sementara permohonan Andrew masih belum ada keputusan resmi.

BACA JUGA: Tidak Ada Kaitan Genetika Kangguru Raksasa Wajah Pendek dengan Kangguru Modern

 

BACA JUGA: Teknologi Jaringan Sensor Mudahkan Pengawasan Lansia dan Penyandang Disabilitas

Presiden Jokowi, yang tampaknya ingin membedakan diri dengan pendahulunya, telah menyatakan sikap tegasnya terhadap semua terpidana kasus narkoba yang ingin memohon grasi.

Jokowi mengisyaratkan tidak akan memberi pengampunan bagi terpidana mati gembong narkoba di Indonesia.

Sikap tegas ini dikukuhkan oleh pengumuman Jaksa Agung HM Prasetyo, bahwa enam orang terpidana mati gembong narkoba akan segera dieksekusi akhir pekan ini.

Namun sejauh ini bisa dipastikan bahwa Sukumaran belum termasuk di antara keenam orang itu.

"Permohonan grasinya ditolak, sekarang kami menunggu keputusan grasi yang diajukan terpidana lainnya, yaitu Andrew Chan," kata Jaksa Agung Prasetyo.

Alasannya, kata Prasetyo, Sukumaran dan Andrew melakukan kejahatan bersama-sama, sehingga eksekusinya pun harus dilakukajn secara bersamaan. Sehingga, kepastian tanggal eksekusi Sukumaran tergantung pada hasil keputusan grasi Andrew.

Indonesia selama ini menganut pidana hukuman mati bagi kejahatan narkoba, dan pemerintahan baru saat ini tidak menunjukkan keinginan untuk melonggarkan hukuman mati tersebut.

"Sebab Indonesia telah menjadi pasar terbesar narkoba di ASEAN," kata Prasetyo sambil menambahkan, sekitar 50 orang Indonesia meninggal akibat narkoba setiap harinya.

Jaksa Agung Prasetyo menyatakan pihak Pemerintah Australia tidak melakukan tekanan terhadap Pemerintah Indonesia untuk mengabulkan grasi kedua warga Australia tersebut.

"Indonesia tidak akan berkompromi terhadap sindikat narkoba dan kami akan konsisten menerapkan hal itu," tegasnya.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terdakwa Pemilik Bom Rakitan di Kamar Tidur Ditolak Permohonan Jaminannya

Berita Terkait