Eksekusi Putusan, Kejaksaan Tak Mau Langgar Aturan

Minggu, 13 Mei 2012 – 23:46 WIB

JAKARTA - Jaksa Agung Basrief Arief akhirnya menanggapi desakan berbagai pihak yang memintanya mengeluarkan surat edaran untuk memerintahkan seluruh jajarannya agar tak melakukan ekskusi terhadap putusan pengadilan yang di dalamnya tidak mencantumkan perintah eksekusi atau noneksekutoral. Basrief mengatakan, permasalahan itu akan diselesaikan sesuai aturan yang berlaku.

Menurutnya, kejaksaan akan mengikuti aturan yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur soal eksekusi. "Karena menurut KUHAP sudah jelas," kata Basrief, Minggu (13/5).

Pasal 197 ayat 1 KUHAP mengatur tentang syarat formal pemidanaan, di antaranya identitas lengkap terdakwa, isi dakwaan, pernyataan terdakwa bersalah, tuntutan pidana, serta perintah agar terdakwa tetap ditahan atau dibebaskan. Ayat kedua pasal tersebut juga menyebutkan bahwa setiap putusan pengadilan yang tak sesuai dengan pasal tersebut maka putusannya dinyatakan batal demi hukum.

Desakan agar Jaksa Agung mengeluarkan surat edaran terkait eksekusi itu sebelumnya muncul dari Sekretaris Jenderal Asosiasi Advokat Indonesia (Sekjen AAI), Jhonson Pandjaitan, selepas bertemu Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Marwan Effendy, beberapa waktu lalu. Menurut Jhonson, dalam pertemuan itu, Marwan berpendapat bahwa setiap putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung tak lantas dapat dilakukan eksekusi. Terlebih lagi, putusan MA yang cacat hukum karena di dalamnya tak mengandung perintah untuk eksekusi.

Karenanya Marwan mengusulkan agar hal itu diselesaikan dengan mengeluarkan surat edaran Jaksa Agung. Alasannya, kasus seperti ini sering terjadi dan menyangkut nasib orang. Dengan surat edaran, para jaksa memiliki pegangan dalam bertindak bilamana menerima putusan pengadilan yang cacat hukum sebab tak mencantumkan perintah eksekusi.

Kasus seperti ini, menurut Jhonson, dialami Direktur Utama PT Satui Bara Tama (PT SBT), Parlin Riduansyah. Parlin pada pengadilan tingkat pertama dibebaskan dari dakwaan melakukan ekploitasi di kawasan hutan ke Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Namun di tingkat Peninjauan Kembali, Parlin justru dinyatakan bersalah. Hanya saja, isi putusan banyak memiliki kejanggalan karena menyebut terdakwa ditahan padahal selama ini tak ditahan. Putusan PK juga tak menyatakan eksekusi sehingga membingungkan jaksa. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mayoritas Layanan Satu Pintu Hanya Formalitas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler