MAKASSAR - Eksekusi lahan seluas empat hektare atau 40 ribu meter persegi di Jalan Urip Sumoharharjo, Kelurahan Karuwisi Utara, Panakkukang, Rabu (29/2) berakhir ricuh. Tujuh orang massa yang melakukan penyerangan terhadap petugas ditangkap.
Mereka yang diamankan masing-masing Arman, Hamsa, Heryanto, Sandi, Kasdin, Gampa Syam, dan Harun. Dari tangannya berhasil disita dua anak panah dan balok kayu. Diduga warga tersebut merupakan preman bayaran.
Disinyalir bukan keluarga tergugat I, Hasan Dahong. Selain berstatus sebagai mahasiswa juga enam lainnya bekerja sebagai tukang bentor, buruh bangunan, dan pengangguran. Hingga siang kemarin, ke tujuh warga yang ikut menyerang petugas tersebut masih menjalani pemeriksaan di SPK Polrestabes Makassar.
Eksekusi secara paksa yang dilakukan kemarin dikawal sekitar 500 aparat kepolisian dari Brimob dan Satuan Shabara Polda Sulsel. Begitu juga Polrestabes Makassar dan Kepolisian Sektor Panakkukang. Beberapa anggota kepolisian berbaju preman juga berada di lokasi. Suasana panas dalam eksekusi ini terpantau sejak pagi hari.
Ratusan orang yang mengaku dari pihak keluarga tergugat I, Husan Dahong menduduki objek lahan seluas empat hektare yang terdapat 14 bangunan rumah toko. Massa menutup jalan dan menghalangi petugas juru sita dari Pengadilan Negeri Makassar dan aparat kepolisian.
Mereka meminta agar pihak juru sita dan kepolisian meninggalkan lokasi. Massa yang tampak beringas tetap bertahan dan membakar ban di tengah jalan. Hingga akhirnya, kepolisian terpaksa membubarkan massa dengan water canon. Massa langsung membalas polisi dengan melempar batu dan melepaskan anak panah.
Beberapa di antaranya memegang balok kayu dan senjata tajam. Petugas kepolisian kemudian melepaskan tembakan air mata. Bentrok dengan aparat kepolisian tersebut berlangsung sekitar satu jam. Massa berhasil dipukul mundur hingga jembatan layang. Massa juga merusak sejumlah fasilitas umum.
Kasubag Humas Polrestabes Makassar, Kompol Hj Mantasiah mengatakan pihak kepolisian terpaksa melakukan tindakan represif karena massa sudah beringas dan berusah melempar aparat menggunakan batu, kayu, dan anak panah. "Semua sudah sesuai prosedur," tandasnya.
Panitera Sekretaris PN Makassar, M Ramli, mengatakan eksekusi itu berdasarkan surat penetapan bernomor 44 EKS/2010/PN.Mks juncto Nomor 228/Pdt.G/2007/PN.Mks, yang ditandatangani Ketua PN Makassar, Andi Makkasau. Pelaksanaan eksekusi merujuk pada putusan PN Makassar, PT Makassar, dan Mahkamah Agung.
Dimana dalam amar putusan tersebut berbunyi, melarang tergugat I (Husan Dahong) untuk melanjutkan pembangunan rumah toko sebagai pusat perdagangan, menghukum tergugat I untuk membayar kepada penggugat Rp2,5 juta setiap kali tergugat I tidak mentaati putusan provisi tersebut.
"Pihak tergugat atau termohon eksekusi telah ditegur atau diperingati agar dalam tempo delapan hari setelah diperingati ia segera menaati atau mematuhi putusan, secara sukarela sesuai berita acara. Dikarenakan menurut pemohon eksekusi (Latif Makka) tergugat tidak menaati putusan maka dilaksanakan secara paksa," tandasnya.
Husan Dahong, hingga siang kemarin belum berhasil dikonfirmasi terkait masalah tersebut. Hanya saja, berdasarkan sebuah surat yang dilayangkan Darwis Pasa, kuasa hukum Hj Maemunah, H Nasaruddin Muin, selaku ahli waris pengganti dari almarhum, H Muin Daeng Muntu, kepada Latif Makka, tertanggal, 14 Oktober 2010, menegaskan kliennya bersama keluarga besar akan mempertahankan harga diri (siri") Letjen Anumerta Hertasning bersaudara sampai kapan dan dimanapun dengan jalan menduduki dan menguasai tanah yang dimaksud. (abg/pap)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lahan Minim, Kuburan Berbiaya Tinggi
Redaktur : Tim Redaksi