Ekspor Burung Eksotis Terimbas Flu Burung

Selasa, 24 April 2012 – 20:48 WIB

JAKARTA - Kebijakan Uni Eropa memperketat masuknya unggas dari belahan dunia lain menyusul mewabahnya flu burung, berpengaruh pada ekspor burung eksotis dari Indonesia. Akibatnya, devisa negara dari ekspor burung eksotis pun menurun.

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Kehutanan, Novianto Bambang W mengungkapkan bahwa pada 2010 lalu Indonesia mengantongi devisa USD 460,56 juta dari ekspor burung eksotis. Namun pada 2011, devisa yang diterima dari ekspor burung eksotis hanya USD 307,78 juta.

Novianto menuturkan, salah satu jenis keanekaragaman hayati Indonesia yang berpotensi untuk diekspor adalah burung hasil penangkaran seperti bayan atau kakatua jambul kuning. “Sayangnya potensi tersebut belum bisa dimaksimalkan karena Indonesia dinilai sebagai negara terjangkit flu burung,” kata Novianto dalam dialog Dua Mingguan Kementrian Kehutanan di Jakarta, Selasa (24/4).

Sementara total devisa yang diterima dari tumbuhan dan satwa liar pada 2010 adalah USD 377,7 juta. Pada 2011, devisa yang diterima bertambah menjadi  USD 449,9 juta. "Angka tersebut adalah perkiraan dengan menghitung realisasi eskpor tumbuhan dan satwa liar dengan harga patokan dan dikonversi ke mata uang dolar AS," paparnya.

Menurutnya, stigma flu burung telah membuat banyak negara tujuan ekspor menolak masuknya burung eksotis asal Indonesia. Beberapa negara yang masih mau menerima burung Indonesia diantaranya adalah negara di kawasan Timur Tengah.

Novianto mengakui pula, banyak kalangan menyayangkan kondisi itu. Terlebih lagi, tidak semua daerah di Indonesia terjangkit flu burung. “Tapi banyak negara yang menolak memandang Indonesia sebagai negara yang terkena wabah. Meski hanya satu kabupaten yang terjangkit flu burung,  tapi diasumsikan (seluruh) Indonesia yang terkena wabahnya,” tandas Bambang. (naa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... NTB Berharap Miliki Sisa Saham Newmont


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler