Ekspor Pasir

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Jumat, 02 Juni 2023 – 14:34 WIB
Sebuah kapal tunda menarik tongkang berisi pasir laut di perairan Kepulauan Riau. Foto: Antara

jpnn.com - Indonesia memang negara kaya raya. Tidak hanya sumber daya alam dan hutan yang laku dijual untuk ekspor, pasirnya pun laku dijual di mancanegara.

Itulah sebabnya Presiden Jokowi tidak tahan melihat pasir yang berlimpah telantar begitu saja. Ia memerintahkan pasir itu untuk dikeruk dan dijual sebagai komoditas ekspor.

BACA JUGA: Kristen-Muhammadiyah, Kristen-NU, dan Kristen-Islam

Selama 20 tahun sejak Megawati masih menjadi presiden, ekspor pasir laut sudah distop. Namun, sekarang, Jokowi membatalkan keputusan itu.

Para pemerhati lingkungan sangat mengkhawatirkan dampak buruk dari kebijakan itu terhadap kerusakan lingkungan, tetapi Jokowi jalan terus.

BACA JUGA: Petugas Partai & Despotisme Baru

Dunia sudah berhasil selamat dari bencana global pandemi Covid-19. Bill Gates meramalkan bencana global berikut yang mengancam dunia adalah bencana lingkungan.

Pada saat pandemi terjadi, banyak yang tidak siap mengantisipasi pagebluk global itu. Bencana lingkungan akan terjadi mirip dengan pandemi. Jauh hari sudah ada peringatan, tetapi tidak banyak yang peduli.

BACA JUGA: Dominasi AS yang Memudar & Dedolarisasi

Penambangan pasir untuk ekspor ini dikhawatirkan akan merusak lingkungan dan membawa dampak yang sangat luas. Cara pembangunan yang ceroboh akan menjadikan bumi menjadi tempat yang tidak layak ditinggali. 

The Inhabitable Earth atau Bumi yang Tidak Layak Ditempati, begitulah ditulis oleh wartawan senior Amerika Serikat (AS) David Wallace Wells.

Wells menyebutkan segala hal yang terjadi saat ini merupakan tujuan maupun dampak dari tindakan manusia untuk mengolah bumi demi kepentingannya. Itulah yang disebut sebagai ’Antroposen’ yang menjelaskan manusia sebagai penguasa dan pengendali segala hal di muka bumi beserta segala yang berada di dalamnya.

Ancaman paling utama ialah pemasanan global. Kenaikan suhu dunia satu derajat akan membawa perubahan alam yang meluas, mulai banjir sampai kebakaran hutan dan penyakit menular.

Kenaikan suhu global 5 derajat akan membuat bumi menjadi tempat yang tidak bisa ditinggali lagi. Permukaan air akan naik dari tahun ke tahun karena pemanasan global.

Kota-kota yang berada di tepi pantai akan terancam tenggelam. Akibatnya ialahbanyaknya pengungsi ke daerah yang lebih tinggi dan aman, sehingga urbanisasi akan merambah ke hutan dan area pelindung.

Jumlah manusia yang terus bertambah menyebabkan kita mulai berlomba-lomba mengambil cadangan air dalam tanah atau akuifer. Akuifer tidak dapat cepat pulih dan memerlukan jutaan tahun untuk terbentuk. Tinggal tunggu waktu akuifer bakal habis tidak tersisa.

Pandemi Covid-19 yang disusul dengan munculnya berbagai penyakit aneh lainnya sangat mungkin terjadi karena ada hubungannya dengan pemanasan global dan kecerobohan pengelolaan lingkungan.  Melelehnya lapisan es di Antartika bisa melepaskan berbagai macam virus yang sudah terpendam selama ratusan tahun menjadi penyakit baru yang sulit diatasi.

Bumi makin panas membuat manusia butuh untuk mendinginkan diri untuk hidrasi tubuh karena ginjal kita bisa rusak ketika dehidrasi.  Tidak ada pilihan lain kecuali menggunakan pendingin udara atau AC.

Pendingin udara saat ini sudah memakan 10 persen dari penggunaan listrik dunia yang emisi karbonnya berkontribusi terhadap bertambah panasnya udara.

Saat ini suhu udara rata-rata di bumi sudah optimal bagi kehidupan jenis-jenis tanaman tersebut. Kalau panas bumi meningkat, tanaman itu tidak bisa tumbuh dengan sempurna, sementara jumlah manusia tumbuh tiap tahun.

Laut dikelola dengan serampangan atau tidak dikelola sama sekali. Rusaknya terumbu karang akibat limbah manusia merusak seperempat biota laut yang tergantung padanya. Sedikitnya setengah miliar manusia penghidupannya bergantung pada laut.

Dampak utama dari pengerukan pasir adalah kerusakan biota laut yang menyebabkan binatang laut kehilangan bahan makanan dan tidak punya tempat untuk tinggal. Jika makhluk laut sudah menghilang, para nelayan tidak punya mata pencaharian untuk hidup.

Presiden Jokowi sangat bangga dengan program hilirisasi industri yang memberi nilai tambah bagi produk ekspor Indonesia. Tidak ada komoditas mentah yang boleh diekspor kecuali sudah diolah untuk memberi nilai tambah.

Namun, dalam kasus pasir tambang ini tidak ada nilai tambah yang didapat karena tidak ada pengolahan apapun yang dilakukan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengeritik kebijakan itu. Beleid ini dianggap sebagai langkah mundur jauh ke belakang dalam perlindungan dan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut Indonesia, termasuk perlindungan atas wilayah tangkapan nelayan sebagai produsen pangan laut utama di Indonesia.

Masyarakat pesisir di Indonesia sedang berhadapan dengan ancaman dampak buruk krisis iklim berupa tenggelamnya desa-desa pesisir, termasuk tenggelamnya pulau-pulau kecil akibat kenaikan air laut. Tren global kenaikan air laut ialah 0,8–1 meter.

Walhi menyampaikan bahwa pada masa yang akan datang, sebanyak 115 pulau kecil di perairan dalam Indonesia, dan 83 pulau kecil terluar akan tenggelam akibat kenaikan air laut. Dengan ekspor pasir laut, ancaman tenggelamnya desa-desa pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia akan semakin cepat.

Di Kepulauan Seribu telah ada enam pulau kecil yang tenggelam akibat ditambang untuk kepentingan reklamasi di Teluk Jakarta. Di Pulau Kodingareng, Sulawesi Selatan, tambang pasir laut telah mengakibatkan telah membuat air laut menjadi keruh.

Banyak Nelayan di Indonesia telah menjual perahu milik mereka untuk menyambung hidup karena laut tidak bisa menjadi andalan hidup.

Di masa lalu kita bisa menyenandungkan lagu Kolam Susu dari Koes Plus yang berlirik 'Bukan lautan tapi kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu, tiada topan tiada badai kau temui, ikan dan udang menghampiri dirimu'.

Bukan mustahil lagu itu hanya tinggal kenangan yang akan dinyanyikan dengan nada getir dan sumbang.(***)

 

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

BACA ARTIKEL LAINNYA... Provinsi Dajal


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler