Ekspor Sawit ke AS Kian Tak Pasti

Kamis, 12 April 2012 – 01:48 WIB

JAKARTA - Polemik ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia ke pasar AS terancam tak kunjung selesai. Pasalnya, batas pengajuan keberatan Indonesia pada notifikasi Environment Protection Agency (EPA) AS ternyata diperpanjang kembali hingga Mei mendatang. Padahal, pengunduran batas yang dilakukan oleh AS seharusnya tepat pada 27 April 2012. Tak hanya itu, AS sebelumnya juga sudah memperpanjang batas dari 28 Maret 2012 yang lalu.

Seperti yang diwartakan sebelumnya, pada 27 Januari 2012 lalu pemerintah AS merilis Notifikasi dari Environmental Protection Agency (EPA), mengenai standar bahan bakar dari sumber yang dapat diperbarui atau Renewable Fuel Standards (RFS). Pada intinya notifikasi itu menyatakan bahwa bahan bakar minyak nabati atau biofuel yang berasal dari minyak sawit Indonesia belum memenuhi standar energi terbarukan.

Kendati terkesan tak ada kepastian, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan tetap optimistis negosiasi antara RI dengan AS terkait permasalahan ekspor sawit tersebut bakal berjalan mulus. "Batas waktunya diperpanjang sebulan lagi hingga Mei. Namun Kementerian Pertanian sudah memasukkan argumennya (terhadap Notice of data availability (NODA) EPA). Sementara untuk Kementerian Perdagangan akan memasukkan hari-hari ini. Sedangkan Malaysia juga sudah memberikan argument," ungkap Gita kepada Jawa Pos, Selasa (10/4).


Gita pun yakin Indonesia bisa memenangi perkara ini, seperti yang sebelumnya terjadi pada ekspor rokok keretek RI, yang dihadang oleh AS dengan penutupan keran impornya.  Dia mengaku bahwa selama pihaknya melakukan diskusi dengan AS dan EPA, kedua pihak lawan tersebut sangat mampu menerima argumen RI.

"Finalisasi akan dilakukan beberapa bulan sebelum akhir tahun (2012). Kita lihat sikap dari Pemerintah Amerika Serikat," paparnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan menerangkan pihaknya masih menunggu kepastian, baik dari Pemerintah RI dan juga Pemerintah AS. Pasalnya, kendati nilai ekspor CPO Indonesia ke AS tergolong rendah, akan tetapi AS merupakan pasar yang masih potensial untuk dikembangkan.

"Yang saya tahu pengundurannya sampai 27 April (2012). Namun kami juga tidak bisa apa-apa, karena juga hak mereka (AS) untuk mengundurkan waktunya," akunya. 

Sebab itu, untuk mengantisipasi jebloknya ekspor komoditas sawit, Fadhil menjelaskan pihaknya semakin fokus untuk mendiversifikasi pasar ekspor sawit, misalnya ke Brazil dan Afrika. Selama ini kedua wilayah tersebut memiliki kontribusi yang sangat kecil, dibandingkan negara tujuan ekspor sawit lainnya seperti India yang berkontribusi lebih dari 30 persen, Eropa sebesar 15-20 persen, dan Tiongkok di kisaran 12-13 persen.

"Untuk ekspor ke AS masih di angka 62 ribu ton setahun. Masih kecil hitungannya," paparnya.

Sebagai catatan, produksi CPO pada 2011 sebesar 23,5 juta ton. Semetara pada tahun ini, ditargetkan ekspor CPO mencapai lebih dari 25,4 juta ton. Komposisi CPO yang diekspor sebesar 70,2 persen dari total produksi CPO, yakni sebesar 16,5 juta ton.

Sedangkan yang digunakan untuk pasar domestic sebesar  7 juta ton saja. Saat ini, luasan lahan sawit secara nasional sebesar 8,2 juta hectare. Sementara tahun ini diproyeksi ada tambahan lahan sebesar 150 hektare. Lahan sawit terbesar masih di Pulau Sumatera. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Investasi di Kawasan Transmigrasi Tembus Rp 8,8 Triliun


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler