Ekspor Tiongkok Melonjak, Pakar: Harapan Palsu

Selasa, 11 Juni 2019 – 11:02 WIB
Ilustrasi peti kemas yang membawa pakaian impor asal Tiongkok. Foto: Frizal/Jawa Pos/JPNN

jpnn.com, BEIJING - Tiongkok selalu memberikan kejutan terkait dengan kinerja ekonomi mereka. Pada April lalu, kinerja ekspor Negeri Panda itu turun meski banyak pakar yang memprediksi kenaikan. Bulan berikutnya, terjadi skenario kebalikannya.

Pemerintahan Xi Jinping baru saja merilis data perdagangan luar negeri untuk Mei. Nilai ekspor bulan kelima 2019 mencapai 1.435,7 miliar yuan (Rp 2.951,7 triliun). Jika dibandingkan dengan capaian April, kinerja ekspor Tiongkok naik 1,1 persen. Padahal, para pengamat yang disurvei Bloomberg memperkirakan penurunan ekspor 3,9 persen.

BACA JUGA: Warga Hong Kong Tak Percaya Lagi Pemimpin Pro- Tiongkok

Surplus perdagangan internasional bagi Tiongkok bulan lalu juga bertambah. Kelebihan ekspor bila dibandingkan dengan impor naik dari Rp 454,6 triliun menjadi Rp 576,1 triliun. Surplus dengan negara rival, AS, juga bertambah 28 persen menjadi Rp 371 triliun.

Sayangnya, angka-angka tersebut gagal menenangkan investor. Pakar menyatakan bahwa kenaikan itu disebabkan beberapa faktor. Namun, kenaikan kebutuhan bukanlah salah satu faktornya.

BACA JUGA: Tiongkok Desak Perusahaan AS Lawan Kebijakan Trump

''Rapor hijau ekspor Mei Tiongkok hanya memberi harapan palsu,'' kata Chang Shu, pakar ekonomi dari Bloomberg.

BACA JUGA: AS Terus Tebar Ancaman, Presiden Tiongkok Malah Sebut Trump Teman

BACA JUGA: Hong Kong Terus Menolak RUU Baru Tiongkok

Kinerja perdagangan Tiongkok masih sama. Lesu. Yang membikin berbeda adalah para eksporter Tiongkok yang kejar target. Mereka buru-buru mengirimkan sisa kontrak penjualan kepada klien di AS sebelum tarif yang lebih tinggi diberlakukan. Akibatnya, arus barang ke luar negeri lebih deras bulan lalu.

''Permintaan global masih lesu dan perang dagang makin panas. Jadi, kinerja positif Tiongkok tak akan berlangsung lama,'' ujar Marcel Thieliant, pakar ekonomi di Capital Economics, kepada Agence France-Presse (AFP).

Dibarengi dengan depresiasi nilai mata uang yuan dan berbagai stimulus dari pemerintah, kinerja Tiongkok mungkin masih bisa bertahan hingga Juni. Namun, setelah semua kontrak dipenuhi, produksi industri Tiongkok diproyeksikan melambat.

Nomura International memprediksi, kinerja ekspor baru terlihat anjlok saat kuartal ketiga 2019. Sebab, saat itulah kenaikan tarif impor untuk kelompok barang senilai USD 200 miliar (Rp 2.858 triliun) bakal diberlakukan.

Ketika itu negara industri lainnya bisa mengambil potongan kue yang biasa disimpan Tiongkok. Vietnam, misalnya. Pada kuartal pertama 2019, ekspor Vietnam naik 40 persen menjadi Rp 227 triliun. Tentu mereka tidak ingin kehilangan kesempatan emas tahun ini.

Wakil Perdana Menteri Vietnam Pham Binh Minh menjelaskan bahwa pihaknya sedang melacak oknum yang menyalahgunakan label Made in Vietnam. Menurut dia, banyak barang yang dibuat di Tiongkok, tetapi mendapat label produksi Vietnam. (bil/c14/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Putin Ramalkan Akan Ada Perang Teknologi karena Ulah Donald Trump


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler