jpnn.com, JAKARTA - Pertemuan elite Partai Golkar dan PKS untuk menegaskan komitmen parpol dalam mengawal pemilu tepat waktu pada tanggal 14 Februari 2024 dengan prinsip Luber dan Jurdil.
“Jangan lagi kita mempersoalkan agenda. Sekarang Pemilu sudah running on going. Kita sama-sama punya kewajiban untuk menjaga pemilu nanti sukses. Sukses itu adalah memenuhi jurdil dan luber,” tegas Wakil Ketua Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia, Rabu (8/2).
BACA JUGA: Airlangga Ingatkan Pentingnya Hal ini Demi Pemulihan Perekonomian Bangsa
Kedua partai bersepakat mendukung Pemilu 2024 berlangsung dengan sistem proposional terbuka.
“Jadi, tadi kami mendiskusikan untuk tetap mendorong supaya Mahkamah Konstitusi, hakim-hakimnya juga mendengarkan aspirasi ini. Ini kan sudah aspirasi mayoritas di DPR, delapan partai politik. Saya kira seluruh elemen masyarakat juga termasuk masyarakat sipil mendukung,” ujar Doli.
BACA JUGA: Pernyataan Terbaru Guspardi Merespons Penundaan Pemilu 2024
Direktur Eksekutif Perludem Chairunnisa mengatakan inisiasi Golkar bersama tujuh partai menolak sistem pemilihan tertutup.
“Setiap partai memang memiliki preferensinya soal sistem pemilu yang akan dipilih tentu akan menguntungkan mereka,” kata Chairunissa, Rabu (8/2).
BACA JUGA: Punya Kinerja Positif dan Segudang Prestasi, Airlangga Layak Dicapreskan KIB
Kemudian mengenai sikap parpol mendukung pemilu tepat waktu, Chairunnisa mengatakan semua memang sudah on the track meski ada catatan.
“Kalau melihat sampai saat ini tahapan pemilu memang masih on the track walaupun ada beberapa catatan. Misalnya, soal polemik verifikasi faktual parpol, lalu soal penetapan daerah pemilihan pasca-putusan MK,” kata Chairunissa.
Menjelang pemilu, sejumlah elite parpol saling berkunjung, mengutarakan komitmen mereka untuk menjaga pemilu yang luber, jurdil dan tidak terpolarisasi.
Terkait polarirasi, Chairunissa mengatakan perlu lebih dari sekadar konsolidasi elite partai.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan menyebut pertemuan Golkar dan PKS tersebut mempunyai dua sisi.
Pertama, pertemuan itu bisa bermanfaat ketika dimaknai sebagai pesan positif dari elite partai politik (parpol) untuk publik.
"Tentu publik melihat elite sehingga ketika elite-elite politik ini terlihat bisa saling berkomunikasi satu dengan yang lain, cair, termasuk punya komitmen berkompetisi secara sehat, baik dalam pemilu,” ungkap Firman.
Kurangi Risiko Polarisasi
Menurut Firman, pertemuan semacam itu bisa mengurangi potensi risiko polarisasi ekstrem yang bisa menimpa publik usai kompetisi sebagaimana sempat terjadi beberapa saat lalu.
Elite dan publik patut memahami bahwa pemilu adalah agenda demokrasi yang tidak perlu berujung pada polarisiasi. Sebaliknya, berdemokrasi harus dengan gembira.
“Saya pikir itu sebuah pesan yang baik pada publik bahwa kalau pun terjadi kompetisi di antara parpol itu suatu agenda demokrasi yang biasa saja. Tidak perlu berujung pada konflik, polarisasi," tegas Firman.
Kendati demikian, ada pula potensi kerugian dari pertemuan elite parpol yang kerap terjadi belakangan.
Publik berpotensi tidak akan punya cukup waktu untuk menimbang dan menentukan pilihan atas capres untuk dipilih di Pemilu 2024.
"Dalam konteks kebutuhan informasi bagi pemilih, makin lama warga tahu siapa yang akan menjadi capres dan cawapres koalisi yang terbentuk, itu agak merugikan. Karena waktunya menjadi sempit,” tuturnya.
Dengan cairnya komunikasi elite parpol, Firman menilai publik akan berisiko tidak segera mendapat kepastian terkait sosok yang maju di Pilpres 2024 sehingga akan berdampak pada ketidakcukupan informasi.
Padahal keteraksesan dan kecukupan informasi menjadi faktor penting dalam pemilu yang berlandaskan rasionalitas.
"Akibatnya tidak cukup waktu bagi warga untuk betul-betul mendapatkan informasi yang cukup tentang pasangan capres dan cawapres, tentang koalisi, bagaimana platform, visi dan misi serta programnya dan sebagainya,” pungkas Firman.(fri/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Friederich Batari