ELT SSJ 100 Kuno

Tidak Terdeteksi Radar, Bikin Lama Pencarian

Selasa, 15 Mei 2012 – 06:15 WIB
KESULITAN : Dua pendaki asal Rusia yang turut membantu proses evakuasi korban sukhoi terpaksa ikut turun karena kesulitan mendaki akibat bawaan logistik yang lebih kapasitas di jalur cipelang cijeruk kabupaten Bogor, Minggu 13/05/2012. Foto: Risky/Radar Bekasi

JAKARTA - Klaim Sukhoi Civil Aircraft Corporation, perusahaan yang membangun Sukhoi Super Jet (SSJ) 100 bahwa pesawatnya menggunakan teknologi terkini patut dipertanyakan. Buktinya Emergency Locator Transmitter (ELT) pesawat nahas tersebut menggunakan frekuensi lama. Akibatnya jelas, pesawat tersebut jadi lebih lama ditemukan.

Kepastian itu disampaikan oleh Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Tatang Kurniadi usai mengevakuasi alat tersebut dari jurang jatuhnya SSJ 100. Setelah di cek, ternyata ELT tersebut masih menggunakan model lama dengan frekuensi di kanal 121.5/243 MHz sedangkan yang terbaru frekuensinya berjalan di 406 MHz.

"Padahal, Indonesia sudah pakai frekuensi terbaru," ujar Tatang. Perbedaan frekuensi itulah yang membuat alat tersebut lantas tidak berfungsi dengan baik. Terlebih, posisi jatuhnya bangkai pesawat di dalam jurang membuat sinyal di frekuensi lama tidak bisa keluar.

Itulah kenapa, saat menerima kabar SSJ 100 hilang kontak tim pencari tidak bisa segera menemukan bangkai pesawat. Pola pencarian dilakukan dengan cara yang lebih luas, yakni menyisir lokasi disekitar kontak terakhir dengan ATC Atang Sandjaja. Basarnas saat itu juga heran kenapa ELT tidak terdeteksi.

Bahkan, juru bicara Basarnas Gagah Prakoso mengungkapkan tidak hanya satelit Indonesia yang gagal menangkap frekuensi SSJ 100. Dua satelit milik negara tetangga yakni Singapura dan Australia yang menjadi backup satelit Indonesia juga bernasib sama. Idealnya, begitu kecelakaan terjadi pesawat langsung memancarkan ELT.

Dia tidak tahu pasti kenapa pabrikan Sukhoi memasang alat tersebut. Kalaupun alat tersebut merupakan standar pabrikan, terbukti tidak bisa berfungsi baik di Indonesia. Namun, untuk lengkapnya Tatang akan membawa ELT tersebut ke markas KNKT. "Akan kami selidiki lebih lanjut ELT tersebut," imbuhnya.

Anggota Komisi I DPR Roy Suryo yang ikut ke Posko Cijeruk, Bogor berharap agar fakta itu segera ditindaklanjuti pabrikan Sukhoi. Artinya, kalau serius membuka pasar di Indonesia harusnya peralatan menyesuaikan juga. "Harus jadi koreksi kalau pesawat itu masih dipasarkan," katanya.

Lebih lanjut dia menjelaskan kalau ELT dulunya bernama ELBA (emergency located beacon aircraft). Alat tersebut disebutnya sudah jadi standar penerbangan sipil. Alat tersebut akan bekerja otomatis saat pesawat jatuh dengan tekanan tinggi. Dengan begitu, tim pencari bisa melakukan pencarian dengan lebih mudah dan cepat.

Saat ini, lanjut Roy, terdapat tiga jenis ELT. Yakni, ELT untuk pendaki gunung, kapal laut, dan pesawat terbang. Dinamisnya dunia penerbangan juga mempengaruhi penggunaan frekuensi tersebut, kalau memaksa di 12.5 VHF yang jenis pancarannya line off sight atau lurus tidak bisa menembus gunung.

Lebih jelas lagi juru bicara Basarnas Gagah Prakoso mengatakan kalau frekuensi di pesawat Sukhoi sudah sangat lama ditinggalkan Indonesia. Frekuensi tersebut pernah dipakai penerbangan Indonesia pada tahun 1980an. "Akhirnya, regulasi pada 2009 menegaskan semua frekuensi ELT beralih ke 406 MHz," tuturnya.

Di Indonesia, proses perpindahan frekuensi sendiri juga tidak secepat membalik tangan. Namun, dia memastikan sejak munculnya regulasi tersebut tidak ada lagi pesawat di Indonesia yang ELTnya masih di kanal 121.5. Tidak hanya pesawat, disebutkan juga untuk kapal semua sudah meninggalkan frekuensi itu.

Dia lantas menjelaskan bagaimana proses penyampaian titik kordinat melalui ELT ke radar milik Basarnas. Cukup sederhana sebenarnya, saat pesawat mengalami musibah ELT lantas terpancar. Satelit menangkap sinyal tersebut dan diteruskan ke radar. "Di Bumi, satelit mengirimkan data dalam bentuk koordinat," jelasnya.

Dari titik koordinat itulah lantas di set ke Global Positioning System (GPS) untuk membaca lokasi. Begitu GPS menunjukkan kemana arah yang harus diambil, tim pencari mulai bergerak ke lokasi. Namun, proses tersebut tidak terjadi di ELT milik Sukhoi.

Kalaupun alat tersebut menyala, sinyal yang dikeluarkan tidak bisa di deteksi radar di Indonesia, Singapura atau Australia. Lantas, seperti yang ditulis diatas pencarian dilakukan dengan cara manual. "Saya tidak tahu pasti, mungkin hanya Rusia atau Sukhoi saja yang pakai frekuensi lama," terangnya.

Bukan tanpa alasan Gagah menyebut demikian. Saat ini, maskapai penerbangan rata-rata menggunakan pesawat dari pabrikan Eropa dan Amerika. Nah, dua benua tersebut sepakat untuk sama-sama menggunakan frekuensi 406 MHz. Dia yakin betul frekuensi tersebut dianut oleh beberapa negara lain mengingat dominasi pesawat Eropa dan Amerika di dunia.

Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Daryatmo menambahkan kalau pihaknya belum tahu pasti apakah ELT mengalami kerusakan atau tidak. Saat dibawa ke atas dari jurang, kondisi fisik memang lumayan bagus. Namun, apakah saat kecelakaan berfungsi atau tidak, dia tak tahu pasti.

Diluar itu, Daryatmo juga menyampaikan kalau tim SAR gabungan telah mendekati bangkai ekor SSJ 100. Seperti diberitakan sebelumnya, ekor tersebut berada di dasar jurang sedalam 500 meter dan diprediksi banyak jenazah korban. "Cuaca dan medan masih jadi kendali, tapi kami sudah dekat di ekor pesawat," urainya.

Untuk black box, Daryatmo mengatakan belum ada di tangan tim pencari. Benda yang di duga black box sebelumnya ternyata hanya ELT, GPS dan alat komunikasi lainnya. Jadinya, pencarian masih terus dilakukan dan asumsi black box ada diantara ekor pesawat tidak berubah.

Skenario untuk pencarian hari ini tidak berubah. Tetap kombinasi SAR udara dan SAR darat. Begitu juga dengan pola evakuasi, kalau malam hari ditemukan akan dibawa ke Jakarta melalui jalan darat atau menunggu keesokan paginya. "Ada belasan helicopter dilokasi, kalau tidak bisa diatur bisa muncul persoalan baru," tegasnya.

Di bagian lain, delegasi Rusia terkait kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 menemui Wakil Presiden Boediono di Kantor Wapres, kemarin (14/5). Diantar Duta Besar Rusia untuk Indonesia Alexander Ivanov, selama 30 menit delegasi membicarakan seputar kecelakaan yang terjadi di Gunung Salak, Bogor, itu.

Mereka antara lain ketua delegasi khusus Rusia untuk mempelajari kasus SSJ 100 Yuri Slyusar dan Presiden United Aircraft Corporation Mikhail Pogosyan. Sementara Wapres antara lain didampingi Wamenhub Bambang Susantono, Dirjen Perhubungan Udara Herry Bhakti, dan Plh Dirjen Amerika Eropa Kemenlu M Wahid Supriyadi.

Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut, delegasi Rusia menegaskan akan ikut membantu dan menyelidiki penyebab kecelakaan pesawat SSJ 100. Yopie menyebut tiga kelompok bantuan, yakni SAR, identifikasi korban, dan analisa penyebab kecelakaan.

"Tim dari Rusia ini ketiganya berada di bawah kendali instansi Indonesia," tegas Yopie. Dengan begitu, dia menjamin prosesnya akan berlangsung transparan. Justru dengan bantuan itu prosesnya akan berjalan lebih mudah. "Kredibel dan transparan juga menjadi kepentingan Indonesia," imbuhnya.

Yopie menepis ada maksud lain dari kedatangan delegasi Rusia tersebut kepada wapres. Menurutnya, pertemuan tersebut hanya bersifat audiensi. "Wajar jika mereka melakukan courtesy call ke wapres," katanya.

Apakah ada permintaan agar black box untuk dibawa ke Rusia? Menurutnya, permintaan tersebut tidak ada. Namun Yopie menegaskan, analisa black box akan dilakukan di Indonesia. "Kita menggunakan ketentuan bahwa itu menjadi wewenang negara tempat lokasi kejadian kecelakaan," katanya. Namun dia tidak merinci bisa tidaknya KNKT untuk menganalisa black box itu. "Tanya KNKT ya," ucapnya.

Dalam pertemuan tersebut, wapres menyatakan, musibah kecelakaan tersebut tidak sampai mengganggu hubungan kedua negara. Wapres juga menginstruksikan penuntasan penyelidikan secepatnya. "Wapres meminta supaya cepat dituntaskan dan member penjelasan yang kredibel pada dunia internasional yang memberi perhatian pada kejadian ini," urainya. (dim/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wamen: Mental Korup PNS Sudah Mengakar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler