Empat Hal yang Harus Dihasilkan Munas Golkar

Minggu, 28 Februari 2016 – 17:22 WIB
Agung Laksono (kiri) dan Aburizal Bakrie. Foto: Hendra Eka/dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Fungsionaris DPP Partai Golkar Ahmad Dolly Kurnia mengatakan dirinya tidak yakin Musyawarah Nasional PG yang akan digelar April 2016, bisa berjalan mulus.

Sebab, kata Dolly, masih ada indikasi yang terlihat dari salah satu pihak yang selama ini ingin rekonsiliasi, tidak ikhlas dan mau menang sendiri.

BACA JUGA: Empat Kegagalan Ical Pimpin Golkar

“Sehingga kemudian melakukan langkah kontraproduktif terhadap proses rekonsiliasi ini,” kata Dolly, dalam diskusi bertajuk “Re-Branding Partai  Golkar” yang digelar Mitra Parlemen Indonesia, di Jakarta, Minggu (28/2).  

Dia menjelaskan, untuk membangun kepercayaan baru terhadap PG di mata publik, maka Munaslub harus menghasilkan sedikitnya empat hal.

BACA JUGA: Golkar Sekarang Lebih Terpuruk Dibanding 1998

Pertama, harus ada konsensus baru yang konkrit bagaimana pihak bertikai betul-betul ikhlas  ingin melakukan rekonsiliasi atau, perdamaian. Hal itu, lanjut dia, ditandai dengan tidak adanya lagi ego kelompok Ancol, Bali, atau apapun.

Karenanya, kata dia, semua harus komit mengikuti SK Menkumham soal perpanjangan kepengurusan DPP PG hasil Munas Riau.  “Itu jadi kesepakatan, bergerak menuju pada  DPP hasil Riau,” jelasnya.

BACA JUGA: Hidayat Ajak Remaja Masjid Aktif Halau Terorisme dan LGBT

Wujud konsensus itu misalnya semua efek konflik yang terjadi harus dipulihkan. Misalnya, ada kader yang sempat dipecat, harus direhabilitasi.   Bukan hanya di pusat, tapi juga di  provinsi, kabupaten/kota.

“Kalau tidak terjadi konsensus, ini akan mengancam proses rekonsiliasi karena ini sangat berpengaruh pada peserta munas. Kalau consensus tidak bisa tercapai, munas ini tidak bisa disebut munas rebranding atau bahkan menggagakan rekonsiliasi,” katanya.            

Dia pun heran, selain masih adanya pemecatan hingga sekarang, ada pula musyawarah daerah yang dilakukan sebagai kelanjutan Munas Bali maupun Ancol. Seharusnya, tegas dia, tidak ada lagi musda-musda karena kepengurusan PG sudah kembali ke hasil Munas PG Riau.

Kedua, munas harus menghasilkan komitmen baru kader dan pimpinan yakni mengangkat kembali kejayaan dan kebesaran partai dengan cara tidak ada lagi  kepentingan lain selain partai. Tidak ada lagi kepentingan kelompok, individu dan bisnis kelompok  tertentu.  

“Ini penting karena berpengaruh pada cara penanganan organisasi. Semua yang dirumuskan munas jadi komitmen dalam perjalanan partai,” katanya.

Ketiga, munas harus menghasilkan  konsep baru. Dia mencontohkan rebranding Golkar pada 1999 adalah melalui konvensi. Menurut dia, konvensi penting untuk dihidupkan kembali dalam periode ke depan.

“Ini harus dimasukkan  permanen dalam AD ART. Tentu dengan modikasi dan update  untuk atasi kelemahan,” katanya. Bila perlu, kata dia, konvensi tidak hanya untuk memilih capres atau cawapres. Tapi, juga bisa dimulai memilih calon  kepala daerah sehingga menghasilkan calon yang betul membawa aspirasi masyarakat.    

Selain itu, kata dia,  dalam penempatan orang di kepengurusan harus menggunakan merit sistem, tidak ada like or dislike. Sehingga, jaminan untuk keutuhan partai bisa terjadi.

“Selama ini pecah, karena ada orang berpotensi tapi kritis tidak dipakai di partai sehingga membuat kelompok sendiri yang menjadi pemicu perpecahan,” katanya.

Keempat, munas harus menghasilkan generasi kepemimpinan yang baru. Kalau mau rebranding,  munas harus menunjukkan bahwa output ketua umum mewakili generasi baru Partai Golkar. Misalnya, tokoh yang fresh muda, tidak terlalu dalam ikut konflik internal PG selama kurang lebih 1,5 tahun belakangan ini.

“Harus lahir kepemimpinan  yang mengandalkan karakter kepemimpinan kuat, tidak hanya andalkan uang,” katanya. (boy/jpnn)

 

 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sosialisasi Empat Pilar, Gelar Wayang Kulit


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler