Empat Napi Kasus Terorisme Tewas di Nusakambangan

Selasa, 16 Oktober 2018 – 06:01 WIB
Brigjen Dedi Prasetyo. Foto: Elfany/jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Hingga saat ini setidaknya ada empat narapidana kasus terorisme (napiter) yang tewas di NUsakambangan akibat berbagai penyakit. Kondisi tersebut mengindikasikan perlunya perbaikan layanan kesehatan dan lingkungan penjara.

Sesuai data Polri, napiter yang baru saja meninggal dunia bernama Agus Tri Mulyono bin Damija. Napi tersebut dipenjara di Lapas Kelas I Batu Nusakambangan. Dia mengalami sesak napas. Kendati sempat dirujuk ke RSUD Cilacap, dia meninggal dunia pada Jumat (12/10) akibat tuberculosis paru.

BACA JUGA: Benteng di Nusakambangan, Tempat Berlindung dan Gempur Musuh

Napiter lainnya yang meninggal adalah Basri. Dia juga mengalami gejala sakit yang hampir sama. Dia meninggal Juni lalu karena komplikasi penyakit paru, diabetes, dan kegagalan fungsi jantung.

Selanjutnya, Hamam alias WN. Napiter yang masuk dalam kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) itu meninggal dunia September lalu. Hasil otopsi menyebutkan, Hamam meninggal akibat dehidrasi parah dan pecah usus buntu.

BACA JUGA: Gua-gua Belanda dan Pos Intai Kapal di Pulau Nusakambangan

Agustus lalu, napiter bernama Irsyan alias Ican juga meninggal dunia. Penyebabnya, Irsyan mengigit pembuluh darahnya sendiri. Dia diketahui mengalami gangguan psikotik akut.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo membenarkan meninggalnya Agus di RSUD Cilacap. ”Kami bantu pemulangan jenazah,” katanya. Jenazah napiter kasus bom Surabaya tersebut diantar ke Surabaya untuk dikebumikan. ”Selain petugas, ada keluarga yang mengantar,” papar jenderal berbintang satu tersebut.

BACA JUGA: Di Nusakambangan, Aman Mengaku Hanya Bertemu Sipir

Sementara itu, Pengamat Terorisme Al Chaidar mengatakan, meninggal dunianya napiter di penjara itu mempengaruhi pergerakan napiter yang masih bebas. Sebab, bisa jadi ada pandangan, lebih baik mati saat melawan dari pada tertangkap. ”Soalnya ujung-ujungnya mati juga,” paparnya.

Hal itu akan berdampak pada upaya deradikalisasi. Sebab, upaya deradikalisasi itu membutuhkan kepercayaan. Masalahnya, kerap kali pemerintah tidak terbuka atas tewasnya napiter. ”Kondisi ini membuat masyarakat curiga, jangan-jangan diperlakukan tidak layak atau malah disiksa,” ungkapnya.

Dia menuturkan, salah satu solusi mengatasi masalah tersebut adalah humanisasi lapas. Program humanisasi lapas ini akan membuat napiter diperlakukan seperti manusia. ”Ya, layanan kesehatannya harus layak, lingkungannya layak, dan sebagainya. Ini efeknya akan baik untuk mendukung deradikalisasi,” tegasnya.

Koordinator Lapas se-Nusakambangan Hendra Eka Putranto menjelaskan, penyakit yang diderita napiter yang meninggal itu kebanyakan bawaan. Bukan muncul saat berada dalam penjara. ”Seperti yang diabetes itu, sejak masuk penjara sudah menderita itu,” tuturnya.

Yang pasti, petugas Lapas telah berupaya mengobati napiter yang meninggal. Untuk Agus Tri Mulyono, sudah dua hari dirawat di RSUD Cilacap. ”Kami sudah berupaya menyembuhkan,” tegasnya. (idr/oni)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Perempuan dan Bayi Ikut Dipindah dari Nusakambangan


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler