Empat Penyebab Nilai Rata-Rata Unas SMA - SMK Turun

Jumat, 04 Mei 2018 – 00:56 WIB
Sejumlah siswa SMKN 4 Semarang merayakan kelulusan mereka dengan aksi corat-coret baju, Kamis (3/5). Ilustrasi Foto: Adityo Dwi/Radar Semarang/JPNN.com

jpnn.com, BANYUWANGI - Seperti di daerah lain, nilai rata-rata ujian nasional (Unas) jenjang SMA, SMK, dan MA di Banyuwangi, Jatim, tahun 2018 juga turun dibandingkan tahun sebelumnya. Ironisnya, di saat nilai rata-rata hasil Unas jeblok, tidak sedikit siswa yang acuh tak acuh dengan kenyataan itu.

Buktinya, ratusan siswa justru melakukan konvoi lengkap dengan baju seragam yang telah dicoret-coret aneka warna usai pengumuman kelulusan siswa Kamis (3/5).

BACA JUGA: Nilai Unas SMA – SMK Diumumkan Sore, Ini Alasannya

Kepala Cabang (Kacab) Dinas Pendidikan Jatim Wilayah Banyuwangi Istu Handono membenarkan nilai rata-rata hasil Unas siswa se-Banyuwangi mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Menurut dia, fenomena tersebut tidak hanya terjadi di Bumi Blambangan, tetapi juga terjadi di tingkat Jatim, bahkan nasional.

”Nilai rata-rata hasil Unas cenderung turun. Untuk itu, Dispendik Jatim tengah mengupayakan ke depan membuat strategi tertentu untuk meningkatkan raihan Unas,” ujarnya. Dia menyebut dua penyebab nilai rata-rata Unas turun.

BACA JUGA: Nilai Rata-Rata Unas SMA dan SMK Turun

Pertama, soal higher order thinking skill (HOTS) alias soal yang memadukan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif, kemampuan berargumen, serta kemampuan mengambil keputusan bukanlah satu-satunya penyebab penurunan nilai rata-rata hasil Unas tahun ini.

Kedua, penurunan nilai juga disebabkan kepanikan sebagian siswa. Istu menuturkan, ada beberapa penyebab kepanikan siswa saat menghadapi soal Unas. Salah satunya adalah soal matematika yang dinyatakan sangat sulit lantaran kisi-kisi soal ujian dengan soal Unas sesungguhnya ternyata berbeda.

BACA JUGA: HOTS di UNBK 2018 Baru Tahap Pengenalan

”Selain itu, soal yang dikeluarkan adalah soal yang belum pernah diajarkan. Ini sudah diakui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” aku Istu.

Ketiga, siswa belum terbiasa mengerjakan soal dengan hitungan waktu. Saat mengerjakan soal ujian nasional berbasis komputer (UNBK), waktu mengerjakan soal terus terpampang di layar monitor. Hal ini membuat siswa gugup.

Berbeda dengan ujian nasional berbasis kertas pensil (UNKP), siswa hanya tahu waktu mengerjakan soal selama 120 menit, tanpa ”dihantui” tampilan waktu yang terus bergerak. ”Namun, ini tentu tidak menggambarkan keseluruhan siswa” ujar Istu.

Keempat, imbuh Istu, beberapa siswa belum terbiasa mengerjakan soal ujian berbasis komputer. Karena itu, ke depan pihak Cabang Dispendik Jatim Wilayah Banyuwangi akan menginstruksikan semua lembaga pendidikan jenjang sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) menyelenggarakan ujian berbasis komputer mulai kelas satu. Dengan demikian, siswa akan terbiasa menghadapi UNBK.

Lebih lanjut Istu mengatakan, untuk meningkatkan capaian Unas pihaknya akan mewajibkan sekolah membuat bank soal berbasis kisi-kisi Unas. Sekolah juga diwajibkan membedah soal HOTS. Sebab, imbuhnya, sejauh ini belum ada strategi khusus untuk membedah soal HOTS.

”Strategi penyelesaiannya soal HOTS belum dilaksanakan. Maka harus ada beda antara proses pendidikan dan bimbingan belajar (bimbel). Pendidikan ada filosofi di dalamnya, sedangkan bimbingan belajar hanya dilatih mengerjakan soal secara smart,” ungkapnya.

Namun sayang, meski membenarkan nilai rata-rata hasil Unas di Banyuwangi mengalami penurunan, Istu belum berani membocorkan nilai rata-rata pasti hasil Unas se-Banyuwangi. Dia juga belum memastikan siswa peraih nilai tertinggi di masing-masing kategori. Sebab, hingga pukul 19.00 tadi malam, proses rekapitulasi nilai di seluruh sekolah se-Banyuwangi belum selesai dikerjakan. (sgt/c1)

BACA ARTIKEL LAINNYA... FSGI Desak Mendikbud Evaluasi Pelaksanaan UNBK


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler