jpnn.com, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menilai, pemerintah perlu menjelaskan kepada masyarakat secara terang benderang terkait pelaksanaan program Kartu Prakerja.
Pasalnya, mulai muncul dugaan korupsi pada pelaksanaan program tersebut. Antara lain disuarakan politikus PDI Perjuangan Arteria Dahlan.
BACA JUGA: Pendaftar Program Kartu Prakerja Melebihi Kuota, Begini Respons Jokowi
Anggota Komisi III DPR itu diketahui mengungkit dipilihnya 'Ruangguru' sebagai salah satu penyedia pelatihan online berbayar dalam program tersebut. Diduga proses dilakukan tanpa melalui tender atau penunjukan langsung.
Arteria menyampaikan pandangannya pada rapat kerja Komisi III dengan Ketua KPK Firli Bahuri, Rabu (29/4) kemarin.
BACA JUGA: Maman Yakin Tidak Ada Celah Korupsi di Kartu Prakerja
"Jadi, agar persoalan menjadi klir, saya kira perlu diskusi publik. Di situ dibongkar mulai dari prosedur penganggaran, alokasi dan rasionalitas biaya untuk apa saja," ujar Emrus dalam pesan tertulis, Kamis (30/4).
Hal lain yang perlu diungkap ke publik, kata dosen di Universitas Pelita Harapan ini, terkait persetujuan, penunjukan penyedia pelatihan, serta teknis pelaksanaannya.
BACA JUGA: Penjelasan Sri Mulyani Soal Kartu Prakerja
"Ingat, ini uang rakyat. Tidak boleh sepeser pun ditelan oleh 'virus corona'. Harus diungkap semuanya, termasuk penunjukan penyedia pelatihan," ucapnya.
Menurut Direktur Eksekutif EmrusCorner ini, siapapun bisa menggelar diskusi terkait program kartu prakerja. Namun, lebih baik dilakukan salah satu dari tiga aktor sosial yang muncul dalam perbincangan soal Kartu Prakerja.
Yaitu, Arteria Dahlan selaku pihak yang meminta KPK mendalami soal kartu prakerja. Kemudian Adamas Belva Syah Devara selaku pendiri dan CEO Ruangguru, serta Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily.
Ace sebelumnya mengatakan, tidak perlu ada kecurigaan berlebihan terhadap program Kartu Prakerja. Ia menyebut hal itu menanggapi pernyataan Arteria.
"Saya kira siapa yang proaktif mengundang dari ketiga nama yang ada, atau menyatakan siap menghadiri, maka dari aspek psikologi komunikasi dia lebih memiliki fakta, data dan bukti yang valid," ucapnya.
Emrus menyarankan, diskusi publik sebaiknya dilakukan secara live-interaktif melalui berbagai media, agar seluruh masyatakat dapat berpartisipasi langsung.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang