jpnn.com - Bertepatan tahun baru Imlek 2018, Jawa Pos Radar Malang mengungkap enam suku besar etnis Tionghoa di Malang Raya. Keberadaannya bisa mempengaruhi perekonomian di bumi Arema ini. Apa saja suku itu dan bagaimana perannya di Kota Malang?
---------
ARAH jarum jam menunjukkan pukul 07.30, Kamis (15/2). Seorang pria paruh baya menyambut kedatangan Jawa Pos Radar Malang di gerbang rumahnya, di kawasan Lowokwaru, Kota Malang.
Pria tersebut adalah satu di antara sejumlah tokoh Tionghoa yang ditemui untuk memaparkan kondisi suku tionghoa.
BACA JUGA: Jasa Marga Siapkan Strategi Atasi Kepadatan di GT Cikarut
Usai mempersilakan wartawan Jawa Pos Radar Malang masuk ke ruang tamu, pria yang enggan disebutkan namanya itu menceritakan perkembangan suku Tionghoa di Malang raya.
”Sebenarnya ada banyak suku Tionghoa. Namun yang besar hanya enam suku,” tuturnya, kemarin.
BACA JUGA: Libur Imlek, 78 Ribu Kendaraan Diprediksi Keluar Jakarta
Enam suku besar tersebut adalah Fu Qing, Zhang Quan, Guang Zhao, Hakka, Hubei, dan Heng Hwa. Kecenderungan anggota di masing-masing suku juga berbeda.
Suku Fu Qing misalnya, anggotanya banyak yang menggeluti bisnis tekstil. Penelusuran Jawa Pos Radar Malang, beberapa Tionghoa dari suku Fu Qing menduduki posisi penting di pemerintahan. Termasuk di Kota Malang. Jumlah anggotanya juga tergolong besar, jika dibandingkan suku lainnya.
BACA JUGA: Imlek, Ditjen Pas Berikan Remisi untuk 17 Napi Konghucu
Sedangkan tionghoa dari suku Zhang Quan banyak yang menggeluti bisnis palawija. Sementara suku Guang Zhao mayoritas terjun di bidang kayu, seperti mebel dan peralatan rumah tangga.
Suku Hakka membuka usaha toko kelontong, suku Hubei membuka toko optic, dan suku Heng Hwa mayoritas berjualan sepeda.
Meski berasal dari beragam suku dan marga, namun warga Tionghoa di Malang raya guyub. Beberapa kali menggelar bakti sosial (baksos) bersama. Itu karena mereka bernaung dalam satu wadah, yakni Forum Komunikasi Warga Tionghoa Malang Raya (FKWTMR). Lembaga itu menaungi 16 organisasi.
Yakni Perkumpulan Guang Zhao, Yayasan Bimasakti Malang, Yayasan Klenteng Eng An Kiong, Perkumpulan Fu Qing Malang, Perkumpulan Guang Zhao, Perkumpulan Hakka Malang, Perkumpulan Marga Huang, Perkumpulan warga Hubei Jawa Timur, TITD Kwan Im Tong, Paguyuban warga Zhang Quan Malang, Malang Xin Li Xiao You Hui, Vihara Samaggi Viriya, Perkumpulan Sosial Panca Budi, Panca Dharma, Yayasan Fajar Dharma Sosial, dan Asosiasi Alumni Ma Chung.
Anggota Dewan Pembina FKWTMR, Haris Emerta membenarkan terdapat enam hingga tujuh suku besar etnis Tionghoa di Malang raya. Namun saat ini tidak terlalu kental. Sebab kebanyakan warga Tionghoa saat ini generasi kedua.
”Kalau dulu, ada suku yang unggul di bidang tertentu. Tapi sekarang saya kira sudah kompleks keahlian mereka,” katanya.
Dia menyontohkan suku Hakka. Berpuluh-puluh tahun lalu, warga Tionghoa dari suku Hakka mayoritas membuka toko kelontong. Tapi kini sudah banyak yang merambah profesi lain, seperti dokter dan arsitek.
Kendati demikian, perkumpulan suku-suku ini juga dinilai masih dibutuhkan. Ini untuk mengakomodasi anggota perkumpulan jika ada masalah.”Misalnya ada yang terjepit masalah ekonomi, surat menyurat dan lain-lain,” imbuhnya.
Selain itu, perkumpulan juga dibutuhkan karena ada ciri khas antar suku yang jenisnya berbeda-beda.
”Semisal dalam memilih jodoh, upacara pemakaman, perkawinan, dan lain-lain. Berbeda-beda jenisnya,” pungkasnya.
Disinggung mengenai masuknya etnis Tionghoa di Malang raya, Haris menyatakan, kemungkinan besar masuk Malang Raya sekitar abad 15.
Hal ini ditandai adanya kampung Maguan, perkampungan di kawasan Gunung kawi, Kabupaten Malang. ”Dibawa Maguan, murid Laksamana Cheng Ho,” katanya.
Sementara itu, aktivis perdamaian dari Kota Batu Lilik Sugianto Lie mengatakan, antar suku memang mempunyai spesialisasi usaha masing-masing.
”Ya seperti di sini (Jatim), soto terkenal dari Lamongan, sedangkan sate dari Madura,” ucap perempuan yang aktif di Gusdurian Kota Batu ini.
Selain identitas itu, saat ini menurut dia kesukuan sudah tidak begitu dipegang lagi. Misalnya dalam mencari jodoh. Saat ini umat Tionghoa sudah bebas menikah antarsuku.
”Kalau zaman dulu, sekitar tahun 1970-an, tidak boleh nikah beda suku,” katanya. (riq/dan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siap-siap, Puncak Arus Libur Imlek Diprediksi Malam ini
Redaktur & Reporter : Soetomo