Enam Tahun, Triliunan Uang Negara di BUMN Berpotensi Hilang

Minggu, 15 Juli 2012 – 19:29 WIB

JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkapkan bahwa sekitar 144 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) induk berpotensi merugikan negara. Angkanya tak tanggung-tanggung, yakni sebesar Rp 4,9 triliun, 305 juta dolar Amerika, 106,3 ribu dolar Singapura dan 3,3 juta yen Jepang.

Jumlah tersebut adalah hasil analisis FITRA terhadap pemeriksaan anggaran negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Potensi kerugian negara ini terjadi pada tahun 2005 hingga 2011.

"Potensi kerugian negara ini berasal dari belum ditindaklanjutinya 1.230 kasus dengan nilai sebesar Rp 2,9 triliun dan belum usainya proses tindak lanjut sebanyak 1.527 kasus dengan nilai sebesar Rp 2 triliun," ujar Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi di Jakarta Pusat, Minggu (15/7).

Di antara 144 BUMN itu terdapat lima BUMN dengan potensi korupsi paling besar. Pertama, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) yang terindikasi korupsi dengan nilai kerugian negara 130 juta USD, Rp 12 miliar dalam 6 temuan kasus.

Kedua PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dengan dugaan nilai kerugian negara sebesar Rp 904 miliar dalam 33 temuan kasus. Ketiga PT Jasa Marga dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 605 miliar dan 65 temuan kasus.

Keempat adalah PT Bahana PUI (Persero) dengan nilai dugaan kerugian negara sebesar Rp 237 miliar dan 39.562 USD. Terakhir PT PLN dengan dugaan nilai kerugian negara sebesar Rp 556 miliar dari 260 temuan kasus.

Menurut FITRA, kerugian negara ini terjadi karena kelemahan sistem pengendalian akuntasi dan pelaporan. Kelemahan di antaranya tidak akuratnya pencatatan anggaran. Selain itu,  proses penyusunannya tidak sesuai ketentuan.

Tak hanya itu, ada juga ketidakpatuhan terhadap perundang perundangan sehingga aset dikuasai pihak lain, pemebelian set yang berstatus sengketa dan piutang atau dana yang bergulir berpotensi tidak ditagih. "Bisa juga ada pemborosan, atau proses pengadaan barang yang tidak akuntabel dan melebihi kebutuhan yang seharusnya. Termasuk barang yang beli tapi tidak manfaatkan. Harus ada perbaikan dari berbagai sisi dan penegak hukum harus menelusuri dugaan ini," terang Uchok.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Backlog Perumahan Jatim Bisa Membengkak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler