Energi Alternatif Cukup 100 Tahun

Minggu, 25 November 2012 – 05:05 WIB
JAKARTA – Cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan habis pada 2030. Namun, tidak perlu khawatir. Potensi energi baru terbarukan (EBT) yang sedang dikembangkan untuk pembangkit listrik mencukupi untuk 100 tahun mendatang.

’’Potensi energi baru terbarukan yang kita miliki setara dengan 160 Giga Watt (GW) yang akan dikembangkan menjadi listrik," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Sesditjen EBTKE) Djadjang Sukarna kemarin.

Ada lima jenis sumber energi baru dan terbarukan yang sedang dikembangkan menjadi listrik di Indonesia antara lain energi Matahari, Air, Angin, Panas Bumi (Geothermal), dan Biomassa (sampah perkotaan atau limbah pertanian). ’’Kita sudah ada masterplan untuk memanfaatkannya,’’ kata dia.             D

engan cadangan energi fosil (minyak bumi) yang terus mengalami penurunan wajar jika pemerintah saat ini sedang gencar menggalakkan pengembangan energi baru terbarukan."Cadangan energi fosil terbatas, menipis dan pencariannya sudah sangat sulit dilakukan akhir-akhir ini," ungkapnya.

Oleh karena itu, pihaknya menilai Indonesia bisa mendapatkan masalah besar jika masih tergantung pada energi fosil. Pasalnya diprediksi tahun 2030 cadangan minyak bumi Indonesia betul-betul akan habis. "Harus ada energi alternatif yang bisa menggantikan energi fosil jika suatu saat nanti tidak ada minyak," lanjutnya.

Dengan kondisi seperti itu, tidak ada cara lain kecuali mulai membangun pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan. Disamping juga melakukan konservasi energi yang ada saat ini.

"Paradigma harus dirubah, kita tidak lagi supply manajemen (mengatur pasokan). Tapi sekarang sudah ke demand manajemen (mengatur permintaan)," sebutnya.           

Itu bisa dimaklumi, karena pertumbuhan konsumsi energi Indonesia lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan konsumsi energi dunia. Berdasarkan data Kementerian ESDM, pertumbuhan konsumsi energi Indonesia mencapai tujuh persen pertahun, sementara pertumbuhan konsumsi energi dunia hanya 2,6 persen pertahun.             

Menurut Djadjang, konsumsi energi yang tinggi menimbulkan dampak yang besar bagi lingkungan. Setidaknya, minyak, gas bumi dan batubara dikuras lebih cepat, sementara penemuan cadangan minyak baru berjalan lamban. "Kalau penemuan cadangan rendah, kebutuhan tinggi akhirnya ya tergantung impor," tandasnya.           

Guna mengatasi persoalan itu, lanjutnyam diperlukan upaya diversifikasi dan konservasi energi. Penerintah akan berupaya meningkatkan pemanfaatan EBT, sementara masyarakat harus menghemat energi fosil yang tersisa. "Harus ada manajemen energi di semua sektor, mulai industri, transportasi, rumah tangga dan komersial," jelasnya. (wir/ca)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rupiah Melempem, Saatnya Investasi Emas

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler