Enggartiasto: Masa Depan Bangsa ini Bergantung pada Dunia Pendidikan

Minggu, 21 Juni 2020 – 05:00 WIB
Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia, Enggartiasto Lukita. Foto: Fathra/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Peran pendidikan sangat besar menghadapi situasi sulit akibat pandemi coronavirus (Covid-19).

Hal ini disampaikan Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI), Enggartiasto Lukita dalam sambutannya pada webinar bertajuk Pendidikan Tinggi dan Iptek: Membangun Kemandirian dan Daya Saing Bangsa.

BACA JUGA: Pemerintah Menyiapkan Rp 2,36 Triliun untuk Afirmasi Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

Menurutnya, sebagai tempat di mana ilmu pengetahuan dikembangkan dan sumber daya manusia (SDM) ditempa, lembaga pendidikan berperan tidak saja memberikan solusi untuk masalah yang dihadapi, tetapi juga menyiapkan generasi unggul yang siap membawa bangsa ini keluar dari situasi sulit.

Hadir sebagai narasumber di seminar ini Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Solehuddin; Rektor Universitas Airlangga, Surabaya, Mohammad Nasih; Direktur Pendidikan dan Agama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Amich Alhumami; dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Washington D.C., Popy Rufaidah.

BACA JUGA: Kebijakan Terbaru Mas Menteri Nadiem: Sekolah Swasta dapat Dana BOS Afirmasi dan Kinerja

"Bagaimana kita sekarang berpikir untuk melakukan hal yang kreatif. Masa depan bangsa sangat bergantung pada hasil pendidikan kita. Saya berharap, perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lain lebih membekali anak didik untuk masuk dan menghadapi situasi yang makin lama makin sulit,” kata Enggartiasto.

Menurut mantan Menteri Perdagangan yang akrab disapa Enggar itu, pandemi telah mengubah wajah dunia. Di hampir semua lini, keadaan tidak lagi sama dengan sebelumnya.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Sikap Jokowi soal RUU HIP, Tentara Indonesia Usir Israel, Kabar Gembira

Baik di sektor pendidikan, ekonomi, maupun budaya. Sudah tentu, kata dia, kondisi yang berubah mendatangkan masalah-masalah baru yang tidak bisa dijawab dengan pendekatan dan cara lama.

Dibutuhkan pendekatan baru, yang lahir dari kreativitas dan inovasi, dan itu harus muncul dari lembaga pendidikan.

Karena dari lembaga pendidikan, ilmu pengetahuan dikembangkan dan sumber daya manusia disiapkan.

"Satu hal yang pasti. Sebelum pandemi kita semua disibukkan dengan satu kondisi bagaimana Revolusi Industri 4.0. Sekarang akibat dari pandemi, kita melakukan percepatan digitialisasi di semua aspek. Saya ingin mengajak tidak bicara teknologi semata, tapi menjadikan teknologi itu sendiri sebagai mindsite,” kata Enggar.

Teknologi sebagai mindsite, kata Enggar, artinya tidak sekadar bicara teknik pembuatan peralatan mesin, tetapi lebih dari itu adalah bicara pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan makna dan kualitas hidup.

Karena kemajuan teknologi tidak bisa hanya dengan mengejar keterampilan teknik. Yang paling penting justru adalah penerapan pola pikir dan wawasan yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.

“Jika kita lihat tabel dari Word Economic Forum, maka semua itu tidak ada mata kuliahnya, tidak ada pelatihannya, melainkan mindset yang terbangun dari interaksi dan atmosfer pendidikan yang kondusif,” kata Enggar.

Menurut Enggar, sejauh ini perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lain di Indonesia cukup baik dalam beradaptasi dengan pandemi.

Misalnya, hampir semua sekolah saat ini melakukan proses belajar mengajar secara daring. Di tingkat perguruan tinggi lebih membanggakan lagi.

Yaitu, lahirnya sejumlah inovasi berupa alat-alat kesehatan seperti alat rapid test dan ventilator, yang diproduksi oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan industri.

Kerja sama itu nantinya tidak sebatas menciptakan produk tetapi juga saling mengisi dalam penciptaan sumber daya manusia yang unggul.

Tentu kerja sama akan terjadi jika keduanya saling mengisi. Perguruan tinggi, misalnya mengisi sumber daya dan knowladge, yang memang dibutuhkan dalam industri.

Jika perguruan tinggi tidak mampu mengisi itu, maka sudah tentu industri tidak bisa menyerap atau menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi.

Enggar menyarankan semua perguruan tinggi punya keunggulan dalam bidang tertentu. Misalnya, Institut Pertanian Bogor unggul dalam bidang pengetahuan dan SDM pertanian.

Dengan demikian industri perikanan yang butuh pengembangan SDM dan riset, maka ia tahu harus bekerjsama dengan IPB.

“Dengan adanya keunggulan dalam bidang khusus, maka ada keterkaitan dengan industri. Keterkaitan ini sangat bagus untuk pengembangan ekonomi dan menjadikan daya saing bangsa ini tinggi,” kata Enggar.

Selain itu, lanjutnya, hal lain yang juga harus ditumbuhkan di perguruan tinggi adalah sikap kritis dan kemampuan problem solving. Sebab perguruan tinggi bukan balai latihan yang hanya memasok tenaga kerja.

Sebaliknya, dia harus mampu mencetak orang-orang cerdas yang melahirkan temuan-temuan baru, sehingga tidak saja membuka lapangan kerja baru, tetapi juga membuat bangsa ini mandiri.

“Karena itu, kita jangan hanya berhenti pada kurikulum dan persoalan “link and match” dengan industri, melainkan juga membangun lingkungan untuk tumbuhnya kemapuan-kemanpuan seperti complex problem solving, critical thinking, fair judgement dan creativity. Saya ambil perspektif ini karena latar belakang saya pengusaha, terus masuk politik, dan sempat di pemerintahan. Jadi lebih ke kebutuhan nyata di lapangan,” pungkasnya. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler