jpnn.com, JAKARTA - Perseteruan di internal Partai Hanura makin meluas. Selasa (16/1), 15 pimpinan DPD Partai Hanura dari berbagai provinsi mendesak diadakan musyawarah nasional luar biasa (munaslub).
Tujuannya, mencari ketua umum baru pascapemecatan Oesman Sapta Odang (OSO).
BACA JUGA: Kenalkan, Ini Sekjen Baru Hanura Pilihan Pak Oso
Para pimpinan DPD mendesak agar munaslub bisa digelar pekan ini juga. Tujuannya, daerah memiliki waktu tambahan untuk menghadapi tahun politik yang ketat.
Sikap itu disampaikan 15 DPD di kantor DPP Partai Hanura di Bambu Apus, Jakarta, Selasa (16/1). Juru Bicara DPD Partai Hanura Marlis menegaskan bahwa 27 DPD telah menyatakan mosi tidak percaya kepada OSO.
BACA JUGA: Jleb... Kubu Sudding Sebut Oso seperti Sengkuni
Mereka juga mendukung pemecatan OSO. ’’Saat ini memang baru 15 DPD yang hadir. Sisanya masih dalam perjalanan,’’ kata Marlis.
Ketua DPD Partai Hanura Sumatera Barat itu menyatakan, jawaban penyelesaian atas situasi internal Hanura saat ini adalah munaslub.
BACA JUGA: OSO Selalu Gagal Urus Partai, Hanura Terancam Tereliminasi
Sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai, munaslub bisa digelar berdasar usul minimal 2/3 dari total jumlah DPD. ’’Jumlah 2/3 itu adalah 23 DPD, kami (27 DPD, Red) sudah memenuhi syarat,” kata Marlis.
Marlis menyatakan, para perwakilan DPD kemarin pagi sudah bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto.
Dalam pertemuan itu, DPD menyampaikan kondisi selama kepemimpinan OSO dan meminta jalan keluar atas situasi tersebut. ’’Pak Wiranto juga tidak habis pikir dengan situasi ini dan meminta agar diselesaikan sesuai AD/ART,’’ katanya.
Marlis menambahkan, ada perbedaan tajam dari kepemimpinan Partai Hanura era Wiranto dengan OSO.
Pada era Wiranto, Hanura bisa lepas landas, terbang tenang, dan mendarat di dua kontestasi pemilu dengan selamat.
’’Namun, saat pilotnya Pak OSO, kami dibawa sampai muntah. Karena pesawat ini (Hanura, Red) milik kami, kami minta ganti pilotnya. Kami minta dalam satu–dua hari ini digelar munaslub, atau kami yang membubarkan diri,’’ tegas Marlis.
Menurut Marlis, selama kepemimpinan OSO, ada sejumlah pelanggaran AD/ART. Pelanggaran paling mencolok adalah saat digelar rakernas di Bali.
Saat itu OSO meminta agar mandat pengangkatan DPC tingkat kabupaten/kota diserahkan kepada dirinya selaku ketua umum. ’’Itu pelanggaran AD/ART. Pengangkatan DPC adalah kewenangan DPD,’’ kata Marlis.
Hal lain yang dilanggar OSO adalah pakta integritas. Sebelum menjabat Ketum (ketua umum), OSO di hadapan Wiranto dan Ketua Dewan Penasihat Subagyo H.S. menandatangani pakta integritas yang berisi sejumlah janji.
Antara lain, menjaga soliditas serta meningkatkan elektabilitas partai. Dua janji tersebut hingga saat ini gagal dilaksanakan.
Dia menyatakan, para pimpinan DPD yang hadir adalah tokoh-tokoh daerah yang diajak Wiranto mendirikan Partai Hanura pada 2006.
Karena itu, kata Marlis, kubu OSO tidak berhak mengklaim sebagai pemilik Hanura. ’’Mereka itu kutu loncat, kami tidak ikhlas,’’ tandasnya. (bay/c4/oni)
Rangkaian Pemicu Konflik Hanura
- Versi Hanura NTT, baru beberapa bulan memimpin, OSO mengganti kepengurusan di enam provinsi.
- Pada rakernas Bali Agustus lalu, OSO meminta kewenangan penuh melantik pengurus DPD dan DPC.
- Setiap datang ke daerah, OSO disebut selalu meminta sambutan meriah. Ancaman pecat kerap muncul apabila permintaan tak dipenuhi.
- Elektabilitas Hanura pada masa kepemimpinan OSO hanya di kisaran 2 persen. Jauh dari ambang batas parlemen 4 persen.
BACA ARTIKEL LAINNYA... LSN: Hanura Harus Kembali ke Khitah Jika Ingin Tetap Eksis
Redaktur & Reporter : Soetomo