Erdogan Calon Diktator Baru?

Selasa, 26 Juni 2018 – 18:35 WIB
Erdogan menyapa pendukungnya di Ankara sebelum menyampaikan pidato kemenangan. Foto: Anadolu Agency

jpnn.com - Keberhasilan Recep Tayyip Erdogan memenangkan pemilu Turki menimbulkan kekhawatiran baru. Presiden Turki dua periode itu ditakutkan akan menjadi diktator baru.

Kekhawatiran itu muncul lantaran sistem pemerintahan Turki kini sudah berubah dari parlementer menjadi presidensial. Perubahan tersebut memberikan kewenangan sangat besar di tangan Erdogan.

BACA JUGA: Cerita Anies Tentang Presiden Erdogan dan Masjid Ayyub

Kini, Erdogan berhak memilih wakil presiden, menteri, pejabat tinggi, dan hakim senior. Bisa membubarkan parlemen. Berkuasa pula memberlakukan status darurat. Kekuatan parlemen mengawasi pemerintahan pun melemah.

Sikap Erdogan setelah dipastikan menang pemilu juga tidak membantu meredakan kekhawatiran itu. Dalam pidato kemenangannya, mantan perdana menteri Turki itu menebar ancaman untuk lawan-lawannya.

BACA JUGA: Mardani PKS: Erdogan Dicintai karena Membangun Ekonomi

Dia bersumpah akan terus memerangi musuh-musuh Turki, termasuk separatis Kurdi dan pendukung Faetullah Gulen yang dicapnya sebagai kelompok teroris.

"Kami hanya akan tunduk kepada Tuhan," tegas Erdogan di hadapan lautan pendukungnya di Ankara, Senin (25/6) malam.

BACA JUGA: Menang Pemilu, Erdogan Berjanji Basmi Dua Kelompok Ini

Erdogan bukan pemimpin yang bersikap lembek kepada lawan-lawannya. Pascakudeta gagal 2016 lalu, lebih dari 160 ribu orang dari berbagai profesi telah ditangkap. Banyak yang hingga kini nasibnya belum jelas.

Ketakutan akan pembalasan politik, tak menyurutkan semangan kubu oposisi untuk mengkritk Erdogan. Politikus Partai Rakyat Republik (CHP) Muharrem Ince menyebut Turki sudah kehilangan nilai-nilai demokrasi.

Menurutnya, negeri itu telah berubah menjadi rezim yang dikuasai satu orang saja. Kini Erdogan memiliki kekuasaan mutlak atas legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

”Tidak ada lagi mekanisme untuk mencegah aturan yang sewenang-wenang. Kami memiliki kekhawatiran yang besar atas situasi tersebut,” ujarnya. Oposisi memiliki waktu lima hari setelah pengumuman resmi untuk menentang hasil pemilu. (sha/c6/sof/dil/jpnn)

 

Jalan Kejayaan Erdogan

– 26 Februari 1954 : Lahir di Istanbul, Turki.

– 1984 : Terpilih sebagai kepala distrik Partai Refah (Partai Sejahtera).

– 1994–1998 : Menjadi wali kota Istanbul.

– 1998 : Mendekam di penjara gara-gara membaca puisi yang dituding memicu kebencian agama tertentu. Partai Refah dibubarkan.

– Agustus 2001 : Ikut membidani berdirinya Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalk?nma Partisi/AKP).

– 2002–2003 : Partai AKP memenangi pemilu parlemen dan menguasai mayoritas kursi.

– 2003–2014 : Menjadi PM Turki.

– 2013 : Gelombang demonstrasi anti pemerintah meminta reformasi politik.

– 10 Agustus 2014 : Erdogan terpilih sebagai presiden dalam pemilu langsung yang digelar kali pertama.

– 7 Juni 2014 : AKP menang 47 persen di pemilu perlemen.

– 15–16 Juli 2016 : Percobaan kudeta oleh militer gagal. Setidaknya 161 nyawa melayang dan 1.140 luka. Erdogan menuding Fethullah Gulen sebagai dalangnya.

– 16 April 2017 : Referendum digelar untuk mengamandemen konstitusi yang memperluas kekuasaan Erdogan sebagai presiden. Sebanyak 51 persen penduduk menyatakan setuju.

– 24 Juni 2018 : Memenangkan pemilu presiden.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Erdogan Menang Lagi, Presiden Jokowi Pengin Telepon Langsung


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler