JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Prof Erman Rajagukguk, menilai tindakan Kejaksaan Agung menetapkan PT Indosat Tbk (ISAT) dan anak usahanya PT Indosat Mega Media (IM2) sebagai tersangka kejahatan korporasi adalah salah kaprah. Menurut Erman, kerja sama penyelenggaraan jaringan internet tersebut murni persoalan perdata, itupun jika ditemui adanya kesalahan.
"Itu bukan kejahatan korporasi, ini perkara perdata saja. Artinya kalau ada kesalahan, itu adalah kesalahan administrasi," kata Erman Rajagukguk dalam diskusi panel "Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Hukum Pidana, Administrative Penal Law dan Business Judgement Rule Fakultas Hukum Universitas Airlangga, di Hotel Mulia Jakarta (20/2).
Dijelaskan, selain kasus Indosat-IM2, kasus Chevron juga bernasib serupa padahal kedua-duanya sama-sama bukan kasus pidana tapi masuk ranah administratif. "Ini salah satu saja, kasus chevron juga sama, itu bukan pidana. Kedua kasus ini, chevron dengan Indosat-Im2 sama-sama bukan pidana. Ini menurut pendapat saya, nggak tahu yang lain," lanjutnya.
Terkait dengan tindak pidana korupsi terhadap ketentuan pidana administratif berlaku asas lex specialis derogat legi generali. Dicontohkannya, ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 78 UU Kehutanan No 41 th 1999, hendaknya dilihat lex specialis, jangan kemudian dikenakan UU Tindak Pidana Korupsi, karena bertentangan dengan asas preferensi hukum, lex spesialis dan asas kepastian hukum.
"Jikalau ada kerugian negara, jangan terus berdalih ke tindak pidana korupsi, oleh karena kerugian negara diatur dalam pasal 80, dan hal itu berkaitan dengan sanksi administratif bukan konteks tipikor," lanjut Erman lagi.
Pendapat ini diamini oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof Dr Tatiek Sri Djatmiati. Menurut Tatiek, jika ada kerugian negara dalam kasus ini mestinya masuk ke dalam sanksi administratif dan bukan ke Tipikor. "Kalau saya melihatnya dari hukum administrasi. Jadi, di kasus itu ada kerugian negara tidak? Kalaupun di kasus Indosat-IM2 ini terdapat kerugian-kerugian, maka seharusnya dikenakan pidana-pidana administratif," ujar Tatiek.
Ditanya soal tetap dilanjutkannya sidang perkara ini di Tipikor meskipun PTUN menyatakan perhitungan kerugian negara oleh BPKP dinyatakan diskors, Prof Erman Rajagukguk menyatakan kasus Indosat-IM2 bukan tindakan pidana. "Saya belum membaca risalah putusan PTUN, tapi menurut saya dari segi teknologi, itu bukan tindakan pidana," tegas Erman.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya menilai ada upaya kriminalisasi pada IM2 dan Indosat. Erman menilai hal itu bukan hanya dalam kasus Indosat-IM2 yang saat ini tengah berjalan di Tipikor namun juga di kasus-kasus lainnya. "Bukan kasus ini saja, yang lain-lain juga ada, memang begitulah keadaannya," ungkapnya.
Diskusi panel ini, selain dihadiri Prof Erman Rajagukguk, tampak juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof Dr Tatiek Sri Djatmiati SH MS, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, dan perwakilan Mahkamah Agung Republik Indonesia.(fuz/jpnn)
"Itu bukan kejahatan korporasi, ini perkara perdata saja. Artinya kalau ada kesalahan, itu adalah kesalahan administrasi," kata Erman Rajagukguk dalam diskusi panel "Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Hukum Pidana, Administrative Penal Law dan Business Judgement Rule Fakultas Hukum Universitas Airlangga, di Hotel Mulia Jakarta (20/2).
Dijelaskan, selain kasus Indosat-IM2, kasus Chevron juga bernasib serupa padahal kedua-duanya sama-sama bukan kasus pidana tapi masuk ranah administratif. "Ini salah satu saja, kasus chevron juga sama, itu bukan pidana. Kedua kasus ini, chevron dengan Indosat-Im2 sama-sama bukan pidana. Ini menurut pendapat saya, nggak tahu yang lain," lanjutnya.
Terkait dengan tindak pidana korupsi terhadap ketentuan pidana administratif berlaku asas lex specialis derogat legi generali. Dicontohkannya, ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 78 UU Kehutanan No 41 th 1999, hendaknya dilihat lex specialis, jangan kemudian dikenakan UU Tindak Pidana Korupsi, karena bertentangan dengan asas preferensi hukum, lex spesialis dan asas kepastian hukum.
"Jikalau ada kerugian negara, jangan terus berdalih ke tindak pidana korupsi, oleh karena kerugian negara diatur dalam pasal 80, dan hal itu berkaitan dengan sanksi administratif bukan konteks tipikor," lanjut Erman lagi.
Pendapat ini diamini oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof Dr Tatiek Sri Djatmiati. Menurut Tatiek, jika ada kerugian negara dalam kasus ini mestinya masuk ke dalam sanksi administratif dan bukan ke Tipikor. "Kalau saya melihatnya dari hukum administrasi. Jadi, di kasus itu ada kerugian negara tidak? Kalaupun di kasus Indosat-IM2 ini terdapat kerugian-kerugian, maka seharusnya dikenakan pidana-pidana administratif," ujar Tatiek.
Ditanya soal tetap dilanjutkannya sidang perkara ini di Tipikor meskipun PTUN menyatakan perhitungan kerugian negara oleh BPKP dinyatakan diskors, Prof Erman Rajagukguk menyatakan kasus Indosat-IM2 bukan tindakan pidana. "Saya belum membaca risalah putusan PTUN, tapi menurut saya dari segi teknologi, itu bukan tindakan pidana," tegas Erman.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI Tantowi Yahya menilai ada upaya kriminalisasi pada IM2 dan Indosat. Erman menilai hal itu bukan hanya dalam kasus Indosat-IM2 yang saat ini tengah berjalan di Tipikor namun juga di kasus-kasus lainnya. "Bukan kasus ini saja, yang lain-lain juga ada, memang begitulah keadaannya," ungkapnya.
Diskusi panel ini, selain dihadiri Prof Erman Rajagukguk, tampak juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof Dr Tatiek Sri Djatmiati SH MS, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, dan perwakilan Mahkamah Agung Republik Indonesia.(fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Century, KPK Cecar Anggito Abimanyu
Redaktur : Tim Redaksi