SUKOHARJO - Pemkot Solo tidak mau gagal yang kedua dalam uji emisi mobil Esemka di Jakarta. Persiapan ekstramatang pun terus dilakukan. Di antaranya, mengadakan uji emisi secara mandiri kemarin (24/3). Hasil uji emisi yang dihelat di Bengkel Tiga Dara, Jalan Turen No 88, Desa Traju Kuning, Pandeyan, Grogol, Sukoharjo, itu sudah dapat dilihat.
Namun, lantaran satuan ukur berbeda dari yang digunakan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), hasil uji emisi mandiri tersebut masih perlu dikonversi. Pengonversian itu membutuhkan waktu satu hingga dua hari.
Direktur dan Pengembangan Solo Tech Park Gampang Sarwono mengatakan, di Bengkel Tiga Dara, satuan yang digunakan ppm/volume gas karbon monoksida (CO) dan persen/volume gas hidrokarbon (HC).
Sedangkan di BPPT, menurut Gampang, satuan yang digunakan adalah gram per kilometer. "Karena beda, akan dikonversi dulu. Dengan begitu, kami dan tim dari Akademi Teknik Warga (ATW) Solo akan mulai menghitungnya lagi," jelas Gampang di sela-sela uji emisi mandiri.
Menurut Gampang, uji emisi gas buang dilakukan saat kecepatan mobil mencapai 60, 100, dan 120 kilometer per jam. Pada kecepatan 60 kilometer per jam, gas CO-nya adalah 0,19; 0,26; dan 0,93 persen per volume. Sedangkan gas HC-nya adalah 58, 27, 26 ppm per volume. "Saat kecepatan menjadi 100 kilometer per jam, CO dan HC-nya naik. Tapi, dinaikkan lagi menjadi 120 kilometer per jam, CO dan HC-nya turun," papar dia.
Dalam uji emisi yang dihelat BPPT sebelumnya, Esemka tak lolos karena gas buang CO dan HC masih tinggi. Emisi CO mencapai 11,63 gram per kilometer dan HC+NOX sebanyak 2,69 gram per kilometer. Padahal, ambang batas untuk kendaraan bermotor tipe baru adalah CO 5 gram per kilometer dan HC+NOX 0,70 gram per kilometer.
Sementara itu, uji mesin kemarin menggunakan alat ukur dynolog meter. Kepala Bengkel Tiga Dara Bukbis Panca Winarna mengatakan, uji tersebut meliputi power engine, torque, serta air fuel ratio (AFR). Dari hasil pengujian itu, diperoleh data power engine dan torque mobil sebesar 51 horse power (hp). "Pengujian dilakukan dengan cara mengukur kekuatan yang terletak pada ban atau roda," jelas Bukbis setelah uji mobil Esemka kelar.
Dia melanjutkan, pengujian AFR dilakukan untuk mengetahui penggunaan antara kombinasi bahan bakar dan udara. Pada tahap tes ini menyentuh angka AFR 13. Menurut Bukbis, idealnya mobil menyentuh angka AFR 14,7, meskipun AFR 13 juga masih layak jalan jika digunakan untuk sehari-hari. "Jika angka AFR semakin kecil, semakin banyak bahan bakar yang digunakan. Jika angka AFR sudah di bawah 12, itu sudah termasuk boros," jelasnya.
Direktur Bengkel Tiga Dara Sutarno menjelaskan, kekuatan hp suatu mobil juga dipengaruhi oleh berat mobil dan penumpang. Mobil Esemka dinilai sudah over dengan berat hampir 2 ton dengan mesin 1.500 cc. "Idealnya mobil dengan jenis yang sama memiliki berat 1,2 ton," jelas Sutarno.
Sutarno menyarankan, bodi mobil Esemka dirampingkan agar berat mobil bisa dikurangi. Pasalnya, pelat bodi yang digunakan masih terlalu tebal, yakni 1,2 milimeter dan sebaiknya menggunakan ketebalan 0,8 milimeter. Itu sudah cukup untuk meringankan berat mobil.
"Selain itu, pengerjaannya masih manual dan mungkin jika sudah menggunakan press body bisa lebih ringan," tambahnya. (sho/un/jpnn/c10/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menkeu Bandingkan Harga BBM RI dengan Korea
Redaktur : Tim Redaksi