Eskalator Terdalam 80 Meter, Mengusap Mulut Patung Anjing

Kamis, 21 Februari 2013 – 11:36 WIB
Metro Moscow. Foto: Dok. Pribadi
Apa yang terjadi jika kaca mobil Hammer ditembak dengan Revolver pada jarak 10 meter? Mungkin tidak tertembus peluru, tetapi kacanya retak-retak, menyerupai sarang laba-laba. Bulatan berjenjang, dari kecil ke sedang hingga besar, dan ada retak-retak tak beraturan. Mirip itulah, peta Moscow jika dipotret dari atas.
 
Seorang kawan menyebut, mirip sarang laba-laba, rumahnya spiderman. Saya deskripsikan mirip kaca Range Rover tertembak Revolver. Ada yang menyebut mirip Matryoshka, boneka khas Rusia yang berukuran besar, sedang, kecil sampai kecil sekali. Ada juga yang menggambarkan seperti target sasaran anak panah, dari bulatan kecil, bulatan sedang sampai besar berwarna-warni.

Centralnya ada di Istana Kremlin, tempat Presiden Vladimir Putin beraktivitas setiap hari. Tersambung dengan Red Squere atau Lapangan Merah yang dari waktu ke waktu menjadi simbol kemenangan dan kehebatan Rusia. Tempat pamer senjata, show of power, dan pawai militer setiap tanggal 9 Mei. Ada ring road pertama, ring road kedua, dan ring road ketiga yang melingkari Kota yang didirikan tahun 1147 itu. Lingkar terluarnya, berjarak 20 kilometer dari pusat Red Squere, dengan jumlah penduduk hampir 12 juta jiwa.

Coba kita intip di bawah tanah? Apa yang terjadi di sana? Ada kereta bawah tanah paling sibuk di dunia. Setiap hari mengangkut lebih dari 9 juta orang. Bentuknya mirip denah atasnya, ada circle yang bulat memutar, dan ada connecting per area menuju ke centrum di Red Squere. Namanya, Metro Moscow –Moscow Metropolitan--, mirip dengan nama kereta listrik bawah tanah di Jepang, Metro Tokyo. Di Singapore dikatakan MRT – Mass Rapid Transportation, sama dengan calon di Jakarta, MRT. Di Hongkong sebaliknya, MTR. Di New York disebut Subway.

Semula saya tidak terlalu berhasrat menapaki tangga-tangga di lorong kereta bawah tanah itu. Suhu 14-16 derajad Celcius di bawah titik beku, cukup merepotkan. Tapi, sayang juga, jauh-jauh terbang 16 jam plus transit di Dubai 4 jam, tidak punya pengalaman masuk ke lorong-lorong kereta bawah tanah itu. Kesan saya: kuno, tua, tidak terlalu bersih. Temboknya sudah terkesan rapuh, cat putihnya juga sudah banyak yang mengelupas oleh cuaca, mungkin sudah lebih dari lima tahun tidak dicat ulang.

Dua pintu cowboy yang berjajar empat di city hall juga tidak dalam perawatan yang ekstra. Kesannya, sudah terlalu usang. Mesin untuk membeli tiket masuk stasiun, tidak ada petunjuk bahasa Inggris. Ya, terpaksa beli di loket, 50 Rubel, untuk dua kali perjalanan. Tidak sampai 2 USD, jauh-dekat harga sama. Saya coba menuju ke Arban dari Red Squere, yang hanya dua stasiun saja.

Begitu turun melalui eskalator, baru kekaguman saya muncul satu per satu. Pertama, saya melintas eskalator terpanjang, terdalam, dan tertinggi yang pernah ada. Sekitar 80 meter! Tiga lantai di bawah tanah. Hanya eskalator Metro di Kiev-Ukraina yang bisa mengalahkan panjang tangga berjalan itu. Saya mulai ngeh, ini sebuah karya teknologi dan infrastruktur yang hebat di zaman Perang Dunia I, tahun 1939.

Kedua, saya kagum dengan system sirkulasi angin dan pengatur suhu ruangan di kedalaman 80 meter di bawah tanah itu. Di musim panas, terasa dingin. Di musim dingin, terasa hangat. Rupanya, seperti yang juga saya temukan di Gereja “Putih” Christ of Savoir di tepi Sungai Moscow, mereka membuat semacam cerobong asap, bukan untuk membuat gas.  Tetapi untuk menangkap udara dari luar, semacam wind catcher, lalu dialirkan melalui cerobong besar, ventilasi besar, sehingga ada pertukaran udara akibat perbedaan tekanan di dalam dan di luar.

Tanpa oksigen bersih, orang bisa mati lemas di kedalaman sana. Dan itu semua tanpa AC, tanpa heater pemanas. Semua serba dirancang dengan mendekati kesempurnaan. Beberapa orang sempat saya lihat, dibopong polisi karena lemas. Dugaan saya hanya satu: pasti suplay zat asam ke otak sangat terbatas, atau dia sedang tidak fit.

Ketiga, kekaguman saya semakin menjadi-jadi, setelah melihat koridor kiri-kanan dan atas stasiun bawah tanah itu kaya akan ornament, hiasan dari batu berukir, lukisan mozaik yang indah, dan lampu-lampu klasik yang artistic. Dan itu semua masih asli, karya tangan-tangan pekerja keras rakyat Rusia.

Keempat, yang tidak kalah hebatnya, di stasiun Red Squere itu, ada 81 patung perunggu, yang sudah berwarna hitam, sebesar 2,5 meter di dinding. Ada patung tentara membawa anjing setianya. Mulut anjing herder itu hampir setiap hari diusap jutaan tangan, karena itu simbol kisah kasih sayang, antara anjing dan tuannya di Rusia. Ada juga patung yang sedang memeganag ayam jantan, selain patung-patung bertema perang dan heroic.

Kelima, zaman pembuat stasiun itu, kok sempat-sempatnya membuat reliev dengan batu putih yang diukir di atas langit-langit. Relief itu bercerita tantang kisah berjuangan melawan musuh-musuh Soviet zaman itu. Patung tiga dimensi yang menempel di dinding atas itu punya estetika yang amat hebat. Berperang, mengangkat senjata, perundingan, perempuan dan anak-anak, tentara yang menenteng senjata.

Keenam, pada rush hour, sekitar pukul 07.30-09.30 (masih gelap gulita di Moscow), atau pukul 17.30 sampai 19.30 waktu setempat, sesaknya bukan main. Lebih dari 9 juta pasang mata memanfaatkan jalur kereta bawah tanah itu. Tetapi tertibnya, luar biasa. Waktu yang tersedia untuk menurunkan dan menaikkan penumpang hanya 30 detik saja. Tidak ada yang mengatur, saya juga tidak bisa baca tulisannya, tetapi mereka tidak saling serobot, tidak saling bertengkar, gara-gara ingin mendapatkan tempat di gerbong. Mereka kasih kesempatan yang keluar gerbong dulu, baru masuk ke kereta. Mereka sangat peduli dan disiplin dengan budaya antre.

Ketujuh, saat dibangun di era pemimpin Joseph Stalin, tahun 1931-an, panjangnya 11,6 kilometer jalur rel ganda, menghubungkan 13 stasiun, berlangsung 4 tahun. Tahun 2013 ini, ada 182 stasiun dengan panjang rel 275,6 kilometer. Dari jalur kereta sepanjang itu, hanya 18 kilometer yang berada di atas. Tiap hari, ada 3250 gerbong siap angkut. Satu Moscow Metro, terdiri dari 8 gerbong, dan mampu mengangkut 850 orang dewasa. Pada weekday, mereka bekerja 20 jam, hingga tembus mengangkut hingga 9 juta penumpang per hari.

Kedelapan, sistem tiket juga lebih simple. Lebih mudah. Tiket hanya untuk masuk stasiun, bukan untuk keluar. Jadi kalau tiket hilang di dalam kereta, si penumpang itu masih bisa keluar city hall. Berbeda dengan Jepang, Singapore, Hongkong. Harus dibawa bukti tiket itu, karena dipakai untuk keluar city hall stasiun bawah tabah.
Sungguh saya tidak mau membandingkan dengan rencana MRT metropolitan Jakarta? Yang sudah lebih dari empat tahun perencanaan, masih jalan di tempat. Terlambat sekali! “Tapi lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali?” sahut Dubes RI untuk Rusia dan Belarus, Djauhari Oratmangun. (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berkelana Menelusuri Lorong-Lorong Rumah Rayap

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler