Estimasi Desain APBN 2023

Oleh MH Said Abdullah - Ketua Badan Anggaran DPR RI

Rabu, 03 Agustus 2022 – 14:16 WIB
Ketua Badan Anggaran DPR RI MH Said Abdullah. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, AFFALTERBACH - Belum selesai persoalan Pandemi Covid-19, awal tahun 2022 kita dihadapkan pada perang antara Rusia dan Ukraina.

Sontak saja, perang tersebut menyebabkan supply shock bahan pangan dan energi. Dampaknya, inflasi mebumbung tinggi yang menjalar di banyak kawasan.

BACA JUGA: Ekonom Melihat Tantangan Luar Biasa Bagi APBN 2023

Situasi ini tentu ada untung ruginya buat ekonomi kita. Efek kenaikan harga komoditas global di Kuartal IV tahun 2021 berdampak penerimaan perpajakan kita melampaui target, setelah dua belas tahun berturut-turut kita mengalami short fall pajak. Naiknya harga komoditas juga menjaga surplus perdagangan sejak Mei 2020.

Di lain hal kita harus memperbesar alokasi belanja subsidi dan kompensasi energi, yakni BBM, LPG dan listrik.

BACA JUGA: Alokasi di APBN 2023 Lebih Kecil, Menkominfo Pastikan Transformasi Digital Tak Terganggu

Membengkaknya alokasi subsidi dan kompensasi energi ini dikarenakan kita telah lama menjadi importir minyak bumi.

Biaya tambahan juga kita butuhkan untuk menjaga daya beli, khususnya rumah tangga miskin terhadap kenaikan inflasi yang mulai kita rasakan disejumlah bahan pangan impor.

BACA JUGA: Efek Demo FPI dan PA 212 di Kedubes India, Begini Kondisi Jalan Rasuna Said

Apabila pada sejumlah serial meeting tingkat Menteri G20 dan puncaknya pada KTT G20 pada November 2022 nanti tidak membuahkan hasil nyata untuk mengatasi supply shock pangan dan energi dunia, maka pada tahun depan kita masih akan menghadapi situasi ekonomi yang kurang lebih sama seperti tahun ini.

Bila KTT G20 bisa menganulir berbagai pelarangan produk pangan dan energi Rusia ke pasar global, langkah itu akan membuka pasokan logistik global pulih secara perlahan.

Pada tahun 2023 kita perlu mewaspadai kesiapan fiskal, mengingat tahun depan kita harus kembali pada defisit pembiayaan APBN di bawah 3 persen PDB.

Kita tidak bisa lagi membuka pembiayaan utang seperti tiga tahun terakhir untuk melebarkan ruang fiskal.

Oleh sebab itu, senjata utama pemerintah agar memiliki dompet lebih tebal yakni dengan menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi, menjaga surplus perdagangan yang di topang dari ekspor baru dan manufaktur, penerimaan perpajakan yang baik, dan inflasi yang terkendali, serta meningkatkan investasi, khususnya pada sektor primer.

Pertumbuhan ekonomi optimistis bisa kita raih ke level lima persenan jika kita mampu mengelola inflasi dengan baik.

Dengan inflasi terkendali dengan baik, maka permintaan domestik (konsumsi rumah tangga) sebagai pilar penting pertumbuhan ekonomi kita selama ini akan terjaga.

Kita masih peluang besar seiring masih relative tingginya harga komoditas ekspor. Oleh sebab itu porsi ekspor dalam mendorong permintaan perlu terus ditingkatkan, agar tidak semata mata mengandalkan permintaan domestik. Inilah saatnya kita melakukan transformasi ekonomi untuk lebih outward looking.

Oleh sebab itu, kita tidak boleh mengandalkan ekspor hanya bertumpu pada komoditas. Program hilirisasi harus mulai tampak kontribusinya pada produk ekspor baru.

Selama rentang 2014-2019 kita hanya menghasilkan 17 produk ekspor baru, sementara Vietnam 48, Thailand 30, dan Malaysia 30 produk ekspor baru.

Dari sisi investasi kita perlu lebih giat mendorong investasi pada mesin mesin dan peralatan serta hak kekayaan intelektual. Pengeluaran untuk barang modal atau PMTB kita selama ini lebih dari 70 persen di dominasi oleh bangunan, kontribusi mesin, peralatan dan hak kekayaan intelektual masih rendah.

Sebab konsentrasi investasi masih pada sektor bangunan. Akibatnya daya dukung produksi barang belum memadai. Ditambah sumber daya manusia yang belum mempuni, dan tingginya biaya logistic.

Hal ini menjawab persoalan mengenai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) kita masih tinggi di level 6,24 pada tahun lalu.

Lebih dari 30 persen belanja negara tertransfer ke daerah dan desa. DPR telah memberikan dukungan kepada pemerintah pusat dan daerah melalui Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).

Melalui Undang-Undang ini pemda diberikan kewenangan fiskal yang lebih besar, seiring dengan kewajiban untuk efisiensi belanja rutinnya.

Dengan menjalankan undang undang ini dengan baik, kontribusi pembangunan didaerah akan jauh lebih besar effortnya. Sehingga tumpuan pembangunan tidak hanya mengandalkan belanja pusat.

Jika kita mampu disiplin dalam mengelola target, serta cepat melakukan mitigasi atas berbagai dinamika sosial, ekonomi, politik dan keamanan, serta berkaca dari kemampuan kita cepat melakukan recovery ditahun 2021, maka saya memperkirakan postur APBN kita pada tahun 2023 antara lain: 

1. Asumsi ekonomi makro; (1) Pertumbuhan ekonomi 5,2-5,5%, (2) Inflasi ±4%, (3) Kurs (Rp/USD) 14.400-14.700, (4)  Suku Bunga SUN 10 tahun 7,3 – 9%, (5) Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP); 90-100 USD/barel, (6) Lifting Minyak Bumi 650-680 ribu barel/hari (7) Lifting Gas Bumi 1.040-1.150. setara minyak, ribu barel/hari

2. Target Indikator Kesejahteraan: (1) Tingkat kemiskinan 7,5-8,5%, (2) Tingkat Pengangguran Terbuka 5,3 – 6%, (3) Rasio Gini 0,250-0,378, (4) Indeks Pembangunan Manusia 73,3-73,4, (5) Nilai Tukar Petani 105-107, (6) Nilai Tukar Nelayan 107-108.

3. Pendapatan Negara berkisar Rp. 2.296,64 – 2.507,8 triliun, yang terdiri dari penerimaan (1) Penerimaan Perpajakan berkisar Rp. 1.936,14 – 2.050,58 triliun, (2) Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp. 385,5 – 455,22 triliun, (3) Penerimaan Hibah Rp. 2 triliun.

4. Belanja Negara berkisar Rp. 2.829,8 – 3.116,88 triliun yang terdiri dari; (1) Belanja Pusat Rp.2.019,9 – 2.276,6 triliun, (2) Transfer ke Daerah dan Desa Rp. 809,9 – 840,73 triliun

5.     Defisit berkisar; (2,85% PDB)

6.     Pembiayaan:

a.     SBN Netto                         : Rp. 600,8- 902,2 triliun

b.     Investasi Netto                  : Rp. 65,6 – 205,0 triliun

c.     Rasio Utang terhadap PDB : 40,58-42,35 % PDB.(***)

 

Penulis adalah Ketua Badan Anggaran DPR MH Said Abdullah


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler