jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia Vid Adrison melihat banyak tantangan eksternal yang akan dihadapi oleh perekonomian pada 2023.
Risiko itu, kata Adrison akan menjadi tantangan bagi penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
BACA JUGA: Muhaimin Dorong 20 Persen APBN untuk Tingkatkan Potensi Generasi Milenial dan Z
"Hal tersebut (risiko eksternal) dapat berimplikasi terhadap tekanan fiskal," kata Adrison dalam keterangan resmi Kemenkeu mengenai Konsultasi Publik RUU APBN Tahun Anggaran 2023 yang diterima di Jakarta, Selasa (26/7).
Adrison menuturkan beberapa risiko eksternal ini meliputi kenaikan harga komoditas energi, tekanan inflasi di luar negeri serta penurunan pertumbuhan ekonomi global.
BACA JUGA: Resmikan Pembangunan Gedung di UIN Sunan Kalijaga, Wamenkeu Angkat Isu APBN
Menurutnya, risiko itu berpotensi memberi dampak terhadap tekanan fiskal, yaitu melalui adanya kenaikan subsidi yang berpeluang dilakukan oleh pemerintah.
Tak hanya itu, tantangan eksternal turut berpotensi menyebabkan penurunan terhadap basis penerimaan pajak serta kenaikan dari sisi belanja.
BACA JUGA: Sri Mulyani Punya Kabar Baik Soal APBN Mei 2022
"Perlu beberapa upaya yang dapat dilakukan dari sisi pendapatan antara lain melalui penggunaan NIK sebagai ID Pajak dan optimalisasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau," bebernya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dian Puji Simatupang mengatakan RAPBN 2023 juga memiliki tantangan tersendiri karena tahun depan defisit harus kembali ke maksimal tiga persen dari PDB.
Terlebih lagi, lanjut Dian, saat ini pemerintah dalam proses penyusunan defisit APBN 2023 kembali ke tiga persen terhadap PDB juga terjadi di tengah kondisi perekonomian global yang masih turbulensi.
Meski demikian, reformasi struktural perekonomian nasional menjadi penguat sistem pengelolaan keuangan negara sehingga akan lebih efektif, transparan dan akuntabel.
"Oleh sebab itu, RAPBN 2023 layak disebut sebagai wujud rencana keuangan negara yang berkarakter prospektif dan antisipatif," tegas Dian. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul