LEBIH religius sekaligus konsumtif. Dua hal inilah yang biasanya melekat pada diri sebagian kaum muslimin jika memasuki Ramadan.
Dari tahun ke tahun, ritmenya hampir seperti itu. Setidaknya, hal itu bisa dibaca melalui hasil liputan di berbagai media. Opini soal puasa juga berkutat kepada tema-tema seperti Puasa dan Perilaku Konsumtif, Ramadan dan Mendadak Religus, dan sebagainya.
Tidak bisakah hal itu pada puasa kali ini berubah menjadi "Puasa dan Perilaku Produktif"?, Puasa dan Pola Hidup Hemat, atau Lebih Religius di Luar Ramadan?
Nah, hal itulah yang seharusnya menjadi bahan koreksi (muhasabah) kita. Mengapa di bulan suci ini kaum muslimin justru berubah konsumtif? Pengeluaran sehari-hari lebih besar dari hari biasa di luar bulan Ramadan?
Dilihat dari jumlah makan sehari berubah menjadi dua kali, mestinya lebih hemat. Okelah diasumsikan harga kebutuhan pokok pada bulan puasa naik, paling tidak pengeluaran itu sama. Tidak lebih boros. Pertanyaannya adalah mengapa lebih boros?
Barangkali, di antara kita ada yang terlalu berlebihan di dalam menyiapkan menu berbuka dan sahur. Aneka jenis makanan tersedia. Berbagai minuman disiapkan. Belum lagi camilan ini itu yang memenuhi hampir seisi meja makan. Inilah yang membuat pengeluaran itu lebih besar.
Padahal, Allah SWT berfirman bahwa "Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan". Karena itu, bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran ini harus kita manfaatkan untuk introspeksi diri.
Dimulai dari hal-hal kecil seperti ini. Dari Ramadan ke Ramadan kita harus lebih hemat. Etos kerja kita juga haru makin tinggi dan lebih produktif. Tidak bermalas-malasan atau tidur terlalu banyak.
Kalau di bulan Ramadan kita banyak beribadah seperti membaca Alquran, salat taraweh, tahajud, bersedekah, atau beriktikaf (berdiam diri di masjid), maka di luar bulan Ramadan seyogyanya seperti itu. Dan, agar kita tidak termasuk orang merugi, kualitas ibadah kita di tahun ini harus lebih baik dari tahun sebelumnya.
Demikian seterusnya. Terus move on dan move up. Semakin tambah usia, bertambah pula kuantitas dan kualitas amal ibadahnya. Rasulullah SAW bersabda, Sebaik-baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya (HR. Ahmad).
Dari hadis di atas penting sekali bagi kita untuk mengoreksi diri. Apakah ibadah kita pada Ramadan ini lebih baik dari Ramadan tahun lalu? Dari dua tahun lalu? Tiga tahun lalu" Dan seterusnya?
Apakah juga amal ibadah kita selepas Ramadan atau 11 bulan di luar Ramadan lebih baik dari tahun sebelumnya? Kalau hari ini lebih baik dari hari kemarin kita termasuk orang beruntung. Jika hari ini sama seperti hari kemarin kita golongan orang yang rugi, dan jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin kita termasuk golongan yang celaka.
Jika kita mengaku beriman dan berakal, maka kita harus lebih bersungguh-sungguh menghisab (menghitung) diri dan perbuatan kita. Dari Syadad bin Aus ra, dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda, Orang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.
Imam Turmudzi mengatakan, hadits ini adalah hadits hasan. Dan makna dari sabda Rasulullah SAW "mengevaluasi dirinya" adalah orang yang menghisab (mengevaluasi diri) di dunia sebelum dihisab pada hari akhir (HR. Turmudzi).
Kita tentu tidak ingin bulan penuh rahmat, barokah, dan ampunan ini berlalu begitu saja. Di antara kita tidak ada yang tahu apakah akan bertemu bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran ini tahun depan atau tidak.
Karena itu, mari kita jadikan bulan ini sebagai momen untuk mengoreksi diri, agar amal ibadah kita terus meningkat dari tahun ke tahun. Semoga Ramadan kali ini menjadikan diri kita makin bertakwa kepada Allah SWT. (*)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jangan Remehkan Pendidikan Agama
Redaktur : Tim Redaksi