FADIL berada di tempat dan waktu salah saat kerusuhan antar kelompok di depan Hotel Planet Holiday memuncak. Tak tahu permasalahan, ia pun jadi korban ketika berusaha menghindari massa yang makin beringas.
-------------------------
YERMIA RIEZKY, Batam
-------------------------
Tengku Said Abdul Fadil tergeletak di atas tempat tidur salah satu kamar di Paviliun Tulip, Rumah Sakit Budi Kemuliaan (RSBK),Selasa (19/6). Sesekali membalikkan kepalanya dan tangan kirinya memegang kepalanya.
Perban tebal menutupi kedua telinga dan leher bagian belakang. Begitu pula dengan. Darah merembes di perban di leher hingga membasahi bantalnya. Di lekukan lehernya pun tampak darah kering yang belum dibersihkan. Meski menahan sakit, tak sekalipun ia mengeluh kecuali saat meminta bantal untuk sandaran kepalanya.
Di samping Fadil berdiri dokter Desfaldi. Ia mengamati kondisi Fadil tanpa berbicara. Dokter Al, panggilannya, baru saja mendampingi Fadil menjalani rontgen.
"Hasil rontgennya belum keluar. Mungkin sore nanti," kata Al.
Fadil menderita luka bacok di tangan kanannya dan di dua sisi lehernya dalam keributan antar kelompok yang terjadi di depan Hotel Planet Holiday, Jodoh, Senin (18/6). Syukur, ia masih tertolong. Ia masih sanggup berbicara dan mengingat kejadian saat itu.
"Saya kemarin (Senin, red) kebetulan ada di kawasan Hotel Planet ketika rombongan datang menyerang," kata Fadil.
Ia mengatakan, saat rombongan pertama datang dari arah Harbor Bay dan memecahkan kaca di Hotel, ia berlari ke arah lobi hotel dan melihat kejadian itu. Di tengah-tengah menonton aksi anarkis kelompok pertama, Fadli kebelet ingin kencing sehinga ia pun menuju kamar kecil pos keamanan.
Namun, saat Fadil selesai kencing kelompok lain sudah datang dari arah lainnya dan bentrok dengan kelompok pertama. Fadil pun terpojok di pos keamanan.
Tak ingin jadi korban karena berada di pok keamanan, Fadil pun berusaha menyelamarkan diri ke arah belakang Hotel Planet. Naas, gerakannya itu membuat beberapa orang dari kelompok kedua curiga.
Fadil pun di hadang salah satu dari kelompok itu dan menebaskan parangnya. Melihat tebasan itu, Fadil refleks menangkis dengan tangan kanannya. Alhasil, parang tajam itu memotong tulangnya lengan kanannya hingga nyaris putus dan Fadil tersungkur.
"Parangnya besar. Kalau tidak saya tahan dengan tangan, mungkin saya sudah mati," ungkapnya dengan neda lemas.
Tak berhenti sampai di situ, orang itu menebas bagian leher di bawah kedua telinga Fadil. Pemegang parang baru berhenti setelah tangan kiri Fadil menarik salah satu pulisi yang ada di dekatnya.
Sebenarnya, saat parang menghujam ke lengan Fadil polisi sudah ada di situ. Namun, kata Fadil, entah mengapa, mereka tidak juga bertindak.
"Padahal tangan sudah putus dan sudah diinjak-injak," ujarnya geram. Meski begitu, Fadil sadar, kalau ia tak menarik polisi yang ada di dekatnya, ceritanya bisa lain.
Fadil menambahkan, ia sebenarnya mengenal seseorang yang ikut dalam kelompok orang yang melukainya. Ia pernah bersama dengan orang itu saat bekerja sebagai keamanan di Pasir Putih. Saat ini pun sebenarnya ia dan orang itu bekerja pada bos yang sama, tapi berbeda bidang.
"Ia berada di samping orang yang melukai saya, tapi tak mau menghalangi temannya itu. Saya tidak tahu kenapa dia tidak sadar kalau saya ini kawannya. Mungkin suasananya sudah sedemikian panas, jadi saya pun dikira musuh," ungkapnya.
Telepon seluler Nur, istri Fadil, berdering pada pukul 18.30 WIB, Senin (18/6). Dari ujung telepon, ia diminta untuk datang ke ruang UGD Rumah Sakit Budi Kemuliaan.
"Katanya suami saya masuk rumah sakit, tapi tidak diberitahu apa sebab dia bisa masuk UGD," ujar Nur.
Nur yang saat itu baru selesai dari pekerjaannya di sebuah perusahaan di Jodoh bergegas menuju RSBK. Ia berangkat sendiri ingin mengecek kebenaran berita itu. Ia khawatir kalau itu hanya permainan temannya.
Sesampainya di UGD, Nur pun mendapat kepastian bahwa yang suaminya menjadi korban kejadian yang terjadi di depan Hotel Planet. Mengetahui nahasnya kondisi Fadil, Nur pun pingsan.
"Saya sampai beberapa kali pingsan tadi malam karena tidak kuat," ujarnya.
Nur sendiri mendengar kabar ada kerusuhan di depan Hotel Planet dan disarankan untuk tidak melewati daerah itu. Namun, tak sekalipun terlintas di pikiran Nur bahwa Fadil termasuk salah satu korban yang kritis.
Keberadaan Fadil di lakasi itu menjadi pertanyaan Nur. Karena sebelum berangkat kerja pada pukul 13.00 WIB, ia masih bertemu dengan Fadil di rumahnya di Bengkong.
"Bapak biasanya pulang kerja jam 12.30 WIB. Setelah itu, dia tidur sampai sore," ungkap Nur.
Jam kerja Fadil tiap harinya memang singkat. Ia bekerja di bagian pengutipan di Pasar Tos 3000 Jodoh, mulai pukul 06.00 WIB hingga 12.30 WIB. Terkadang, kata Nur, Fadil bisa pulang lebih cepat sekitar pukul 10.00 WIB.
Pertanyaan Nur terjawab saat salah satu kakak angkat Fadil menjenguk suaminya itu. Kepada Nur dikatakan, Fadil bertemu dengan kakaknya itu di Hotel Planet menjelang sore. Hanya saja, kakak Fadil tidak kut terjebak dalam kerusuhan itu.
"Kakaknya bilang kalau baru saja ia berpisah dan meninggalkan Fadil di Hotel Planet saat mendengar Hotel itu diserang oleh sekelompok orang," ujar Nur mengulangi pernyataan iparnya itu.
Kepada Nur, Fadil juga mengaku kalau ia tak tahu apa-apa tentang yang terjadi. Nur sendiri percaya dengan pengakuan itu karena Fadil terbuka soal apa yang dialaminya sehari-hari.
"Bapak selalu cerita soal kondisi di pasar, misalnya kalau akan ada penggusuran atau ribut-ribut. Jad kalau semalam dia cerita tdak tahu apa-apa, saya percaya memang dia tidak tahu apa-apa selain yang diceritakannya. Apalagi kakaknya juga sudah cerita kalau bapak kebetulan di sana," ujar Nur.
Rontgen yang di dijalani Fadil kemarin pagi adalah yang kedua kali. Ia pertama kali masuk ruang radiologi beberapa saat dibawa ke ruang UGD. Pada rontgen pertama, dokter memeriksa kondisi tangan dan lehernya. Sementara yang kedua, yang diamati adalah bagian dada.
Nur mengatakan, dari rontgen pertama, dokter mengabarkan kondisi tangan kanan Fadil. "Dokter bilang, tulangnya sudah putus, tangannnya tinggal bersambung daging dan kulit," kata Nur. Namun Dokter tidak menjelaskan soal kondisi leher Fadil.
Dari hasil rontgen itu, dokter kemudian memutuskan Fadil harus menjalani operasi untuk membetulkan urat dan syarafnya yang terputus.
Musibah yang dialami Fadil membuat keluarganya bingung bagaimana harus menanggung biaya perawatan. Karena, untuk membiayai kebutuhan sehari-hari saja suami istri itu harus banting tulang.
"Makanya saya bekerja, karena untuk mengandalkan dari penghasilan bapak saja tidak akan cukup. Kalau harus membayar akibat dari musibah ini sendiri keluarga kami tidak sanggup, butuh bantuan dari tempat kerjanya atau dari pihak lain," ujar Nur.
Fadil sendiri merasakan ketidak adilan karena ia sebenarnya bukan bagian dari dua kelompok yang bertikai. Ia saat itu berada pada tempat dan waktu yang salah, yang pastinya tak pernah ia duga. Dengan bergumam karena manahan sakit di ketiga lukanya ia pun berharap agar katenangan dan kedamaian di Batam bisa terus terjaga.
"Jangan ada ribut-ribut lagi lah, biar tak jatuh korban lagi," harap Fadil ***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prosesi Jumenengan di Tengah Konflik Panjang Keraton Kasunanan Solo
Redaktur : Tim Redaksi