Fadli Zon: Indonesia Tidak Perlu Berunding dengan Tiongkok

Senin, 06 Januari 2020 – 13:34 WIB
Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon. Foto: M. Kusdharmadi/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Fadli Zon menyatakan protes Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri atas masuknya kapal Tiongkok ke wilayah perairan Natuna sudah tepat.

Menurut dia, mengacu pada Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS atau United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982, Tiongkok memang tidak memiliki hak dan kedaulatan apa pun di perairan tersebut.

BACA JUGA: Tokoh Masyarakat Lokal: Natuna Sudah Masuk Wilayah Indonesia!

"Argumen bahwa perairan tersebut merupakan wilayah tradisional penangkapan ikan (traditional fishing right) Cina, sama sekali tak punya dasar hukum dan tak diakui," twit Fadli di akun Twitter @fadlizon sebagaimana dikutip jpnn.com, Senin (6/1).

Fadli menjelaskan dalam UNCLOS, konsep yang dikenal adalah Traditional Fishing Rights bukan Traditional Fishing Grounds. Hal itu diatur dalam  Pasal 51 UNCLOS. Itu sebabnya masyarakat internasional tidak mengakui keabsahan sembilam garis putus yang diklaim oleh Tiongkok, termasuk klaim Traditional Fishing Rights mereka.

BACA JUGA: Fadli Zon Diam Seribu Bahasa, Kok Enggak Kritik Prabowo Soal Kapal Tiongkok di Laut Natuna?

Wakil ketua umum Partai Gerindra itu menuturkan Indonesia punya dasar hukum internasional yang kuat untuk menolak klaim Tiongkok tersebut. Apalagi, ujar dia, putusan Permanent Court of Arbitration pada 2016, dalam sengketa antara Filipina melawan Tiongkok, juga telah menegaskan kembali UNCLOS 1982.

Jadi, tegas dia, ZEE memang tidak berada di laut teritorial, tetapi di laut lepas (high seas). Menurutnya, di laut lepas memang tidak dikenal konsep kedaulatan, sehingga tak dikenal juga tindakan penegakan kedaulatan. "Namun, kita punya hak penegakan hukum di wilayah tersebut," ujarnya.

BACA JUGA: Terkait Ulah Tiongkok di Laut Natuna, AHY Singgung Kebijakan Era Presiden SBY

Sejak dulu Indonesia tidak pernah mengakui klaim sepihak Tiongkok. Pada 2010, misalnya, Indonesia bahkan pernah menulis catatan kepada Sekjen PBB bahwa klaim Tiongkok mengenai sembilan garis putus-putus itu tidak memiliki basis hukum internasional.

Pada 2017, Indonesia juga telah mengambil inisiatif penting dengan mengubah nama perairan Natuna menjadi perairan Natuna Utara. 

Menurutnya, ada alasan kenapa perubahan nama itu perlu dilakukan.

Salah satunya untuk mencegah kebingungan di antara pihak-pihak yang ingin mengeksploitasi landasan kontinen tersebut,  mengingat di wilayah itu Indonesia memiliki hak berdaulat. Alasan lainnya, untuk memberikan petunjuk yang jelas kepada Tim Penegakkan Hukum di Angkatan Laut (AL) Indonesia.

Karena itu, Fadli sepakat dengan pandangan bahwa persoalan perairan Natuna Utara ini memang tak boleh dan tak perlu dibawa ke meja perundingan.

Dia menambahkan Tiongkok tidak mengakui ZEE Indonesia di Natuna Utara. Demikian pula Indonesia juga tidak  mengakui wilayah tradisional penagkapan ikan nelayan Tiongkok. "Jadi, tak ada yang perlu dirundingkan. Itu mencederai konsistensi kita dalam menjaga kedaualatan Natuna sejauh ini," kata mantan wakil ketua DPR ini. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler