Fadli Zon: Jangan Berharap Hidangan Berbeda dari Koki dan Resep yang Sama

Jumat, 08 November 2019 – 17:59 WIB
Fadli Zon. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, bahwa bayang-bayang resesi global kian di pelupuk mata.

Turki bahkan telah dinyatakan sah mengalami resesi sejak awal September silam. Selain berasal dari dinamika ekonomi politik global, seperti perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, British Exit (Brexit), resesi global juga dipengaruhi oleh gejolak di sejumlah negara yang terkena krisis utang sejak 2013 silam.

BACA JUGA: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Fadli Zon: Kebijakan Publik Yang Buruk

Tak heran, berbagai lembaga internasional, mulai dari IMF, Bank Dunia, Credit Suisse, JP Morgan, hingga National Association for Business Economics telah memberikan sinyal mengenai gejala resesi ekonomi ini. IMF tahun ini bahkan sudah empat kali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. Pada April lalu, IMF masih memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 3,2 persen.

Terakhir mereka telah menurunkannya menjadi tiga persen saja. “Artinya, ekonomi dunia saat ini hanya tinggal menunggu waktu resesi. Terkait perekonomian Indonesia, Bank Dunia memproyeksikan di tengah perlambatan ekonomi global maka pertumbuhan ekonomi kita juga akan terus melemah,” kata Fadli Zon, Jumat (8/11).

BACA JUGA: Fadli Zon: Besaran Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Mengejutkan

Ia mengatakan dalam risetnya bertajuk Global Economic Risks and Implications for Indonesia, Bank Dunia menggambarkan setiap satu poin persentase (percentage point) penurunan ekonomi Tiongkok, akan berdampak pada penurunan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 poin persentase.

Di sisi lain, lanjut dia, akibat perang dagang AS dan Tiongkok yang akan terus berlanjut, potensi resesi ekonomi Negeri Paman Sam serta pelemahan ekonomi Eropa dan Tiongkok, Bank Dunia memperkirakan bakal memicu terjadinya ‘capital outflow’, alias arus modal keluar yang lebih besar.

BACA JUGA: Tak Lagi jadi Wakil Ketua DPR, Fadli Zon Bakal Tetap Vokal?

Akibatnya, kata Fadli, Bank Dunia memperkirakan suku bunga acuan Indonesia akan kembali meningkat dan rupiah menjadi terdepresiasi kian dalam. “Saat negara-negara lain bersiap serius menghadapi ancaman resesi, saya melihat pemerintah kita justru terjebak pada sebentuk utopia: kita mengharapkan hasil yang berbeda dari tim ekonomi yang sama. Ya, harapan itu menurut saya sama dengan utopia, mimpi di siang bolong,” kata Fadli.

Fadli menyesalkan bagaimana pemerintah dengan entengnya menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Selain iuran BPJS Kesehatan, pemerintah juga sedang menyiapkan kenaikan cukai rokok 23 persen, tarif tol, serta memangkas subsidi listrik dan LPG tiga kilogram. “Kebijakan-kebijakan itu jelas akan memukul daya beli masyarakat,” tegasnya.

Fadli menilai pemerintah sepertinya mengabaikan fakta bahwa pengurangan subsidi bukan hanya akan memberatkan rakyat, tetapi juga memberatkan pertumbuhan ekonomi. Sebab, kata dia, sekitar 56 hingga 60 persen PDB Indonesia disumbang oleh konsumsi masyarakat.

“Kalau daya beli masyarakat kian tertekan, sementara di sisi lain sumber penghasilan berkurang. Akibat perlambatan ekonomi dan juga PHK (pemutusan hubungan kerja), bagaimana kita akan mendongkrak perekonomian? Inilah contoh utopisnya pemikiran tim ekonomi pemerintah,” ungkapnya.

Fadli mengatakan Presiden Joko Widodo seharusnya menyadari bahwa tidak akan mendapatkan hidangan yang berbeda dari koki yang sama. Apalagi, kalau resepnya juga selalu sama. “Antara tujuan dengan apa yang kemudian dihasilkan akhirnya jadi tak nyambung,” tegasnya. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler