jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon mengkritisi kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Fadli mengkritisinya lewat serangkaian kicauan di Twitter, yang dibagi dalam 32 kicauan.
Di bagian awal, Fadli terlebih dahulu menginformasikan bahwa Presiden Joko Widodo secara resmi telah menyetujui kenaikan iuran BPJS Kesehatan lewat perubahan atas Perpres Nomor 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan tersebut berlaku bagi peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) mulai 1 Januari 2020.
BACA JUGA: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Beban Keuangan Pemda Bertambah
“Besaran kenaikannya sy kira sangat mengejutkan, krn ada yg lebih dari 100 persen," tulis Fadli lewat akun @fadlizon, Rabu (6/11) siang.
Anggota DPR ini kemudian menjabarkan besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Iuran mandiri Kelas III naik 65 persen dari sebelumnya Rp 25.500/bulan menjadi Rp 42.000. Sementara, iuran mandiri Kelas II naik sebesar 116 persen dari sebelumnya Rp 51.000 menjadi Rp 110.000.
BACA JUGA: 53 Ribu Lebih Peserta BPJS Kesehatan di Jember Dinonaktifkan
Kemudian iuran Kelas I naik 100 persen, dari sebelumnya Rp 80.000 menjadi Rp160.000. Fadli menilai kenaikan akan sangat memberatkan masyarakat. Apalagi, pada saat bersamaan pemerintah juga berencana menaikkan tarif listrik, tarif tol dan berbagai tarif lainnya.
"Itu sebabnya, DPR periode 2014-2019, melalui Komisi IX dan Komisi XI, sebenarnya sudah menyampaikan penolakan kenaikan premi JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP)," tulis Fadli.
BACA JUGA: Batal Jenguk Ahmad Dhani, Mulan Jameela Sibuk Rapat dengan Fadli Zon
Menurut Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 ini, hal yang disampaikannya merupakan sikap resmi Komisi IX dan XI, kesimpulan saat rapat dengan sejumlah kementerian terkait dan pihak BPJS Kesehatan. Meski demikian, Fadli membenarkan, ketika itu penolakan kenaikan premi itu spesifik hanya menyebut Kelas III, tidak menyebut peserta mandiri khusus Kelas I dan II.
Fadli lebih lanjut menyatakan, meski iuran boleh dinaikkan, besaran kenaikan premi untuk peserta mandiri Kelas I dan II seharusnya juga tidak boleh hingga seratus persen. Apalagi, iuran Kelas II kenaikannya lebih dari seratus persen.
Fadli memprediksi kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS bisa kian merusak partisipasi masyarakat yang telah ikut program sistem kesehatan.
"Dengan tata kelola seperti sekarang ini, BPJS Kesehatan bukan lagi sebuah Jaminan Kesehatan Nasional layaknya 'Obamacare' yang memihak dan melindungi orang-orang yg kurang mampu untuk mengakses layanan kesehatan. #bpjs_naikrakyatterjepit," cuit Fadli.
Fadli lebih lanjut menyatakan, dengan pengelolaan seperti saat ini, BPJS Kesehatan sudah menjelma menjadi sebuah perusahaan asuransi biasa yang dimonopoli dan diwajibkan negara. Seolah negara “memaksa” rakyat, padahal pelayanan kesehatan adalah hak warga.
Ironisnya, kicau Fadli kemudian, sesudah iuran dinaikkan hingga lebih dari 100 persen, pemerintah justru sedang berusaha memangkas manfaat layanan yang bisa diperoleh peserta JKN.
"Sy baca, Menteri Kesehatan @KemenkesRI sedang mengevaluasi kembali daftar penyakit dan tindakan yg bisa ditanggung BPJS. Tujuannya, untuk membantu mengatasi defisit keuangan BPJS. Ini kan tidak benar. Bagaimana partisipasi publik akan meningkat kalau begini? Yang ada justru demoralisasi, kepercayaan masyarakat kepada BPJS dan Pemerintah jadi tambah rusak," kicaunya.
Fadli kemudian menyimpulkan, secara umum kebijakan menaikkan iuran BPJS memiliki beberapa kekeliruan. Pertama, kebijakan ini hanya hendak menyelamatkan keuangan BPJS, tetapi tak memikirkan implikasinya bagi masyarakat luas.
Sejak awal, Fadli berpandangan, tidak seharusnya defisit yang ditanggung BPJS Kesehatan dialihkan seluruh bebannya ke masyarakat. "Sebab, yang sedang kita bangun ini adalah sistem jaminan sosial kesehatan, bukan perusahaan asuransi," tulis Fadli.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang