jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan, ditetapkannya 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional oleh Presiden Soekarno, sangat erat kaitannya dengan tujuan membangkitkan kembali semangat persatuan di tengah iklim perpecahan bangsa yang sedang mengancam pada waktu itu.
Karena itu, di tengah situasi hampir serupa yang berlangsung belakangan ini, penting sekali untuk menghadirkan kembali semangat itu.
BACA JUGA: Transjakarta Bantah Sediakan Bus Usai Konser Kebangkitan Nasional ke Makam Mbah Priok
“Pada 1948, situasi politik di tanah air juga memanas. Belanda ingin kembali berkuasa, sementara di internal kita terjadi perpecahan ideologi yang sengit, terutama terhadap golongan kiri," kata Fadli Zon.
Dia mengatakan, jatuhnya kabinet Amir Sjarifuddin dan naiknya kabinet Hatta telah melahirkan perseteruan di antara partai-partai politik. Di kalangan militer juga terjadi perpecahan, yang ditandai oleh aksi saling culik antarkesatuan.
BACA JUGA: Acara 1000 Cahaya di Makam Mbah Priok Bukan untuk Ahok
Untuk mendorong terjadinya rekonsiliasi, Bung Karno kemudian menetapkan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, yang kemudian diperingati dengan berbagai pawai dan kegiatan bersama yang diikuti oleh golongan-golongan yang sedang berseteru.
"Tujuannya supaya tak terjadi perpecahan yang bisa mengancam keutuhan bangsa," kata doktor ilmu sejarah itu.
BACA JUGA: Artis Cantik Ini Punya Pesan Penting untuk Generasi Muda
Fadli menambahkan, meski di kalangan sejarawan masih menuai kontroversi, pemilihan tanggal kelahiran Boedi Oetomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional punya makna historis yang penting.
Nasionalisme ke-Indonesiaan secara historis memang lahir secara gradual, dimulai dari etno-nasionalisme dan Islam. Kelompok etnonasionalisme diwakili antara lain oleh organisasi seperti Boedi Oetomo. Sementara nasionalisme religius dipelopori organisasi Islam, seperti Syarikat Islam.
Baru kemudian pada tahun 1920-an menggumpal menjadi Nasionalisme Indonesia, sebagaimana yang diwakili kelahiran Perhimpunan Indonesia, PNI, dan sebagainya.
Jadi, nasionalisme Indonesia merupakan hasil pertemuan sekaligus bentuk evolusi lebih lanjut dari etno-nasionalisme dan yang didasarkan agama.
Karena itu, jika saat ini ditengarai ada elemen bangsa yang ingin bergerak ke arah sebaliknya, kembali pada etno-nasionalisme, tentu harus diingatkan, dan bila perlu diperingatkan.
"Itu seperti menarik mundur sejarah dan mengkhianati perjuangan para pendiri republik," ujar Fadli.
Di sisi lain, Boedi Oetomo memang pantas dijadikan tonggak penting, karena organisasi ini melakukan kritik terhadap kesenjangan dan ketidakadilan, meskipun pemerintah kolonial telah menerapkan politik etis.
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial dianggap bermasalah, karena sesudah politik etis berjalan kurang lebih tujuh tahun, kondisi masyarakat pada kenyataannya tak banyak berubah.
Pendidikan mereka tetap rendah, apalagi kesejahteraannya. Itu sebabnya mereka kemudian melakukan penggalangan dana untuk memajukan pendidikan kaum Bumiputera.
Sehingga, pelajaran penting lainnya, lahirnya etno-nasionalisme pada awal abad ke-20, yang kemudian menjadi perlawanan terhadap pemerintah kolonial, terutama didorong oleh merajalelanya ketidakadilan, baik ekonomi, hukum, politik, maupun sosial.
Sesudah Indonesja merdeka, hal serupa juga pernah mendorong lahirnya gerakan separatisme, baik di masa pemerintahan Soekarno maupun di masa Orde Baru.
"Ini sekaligus mengajarkan kepada kita bahwa nasionalisme memang harus diikat oleh keadilan ekonomi, keadilan politik, keadilan hukum, dan keadilan sosial. Tanpa keadilan, tak akan ada nasionalisme.”
Itu sebabnya di Hari Kebangkitan Nasional tahun 2017 ini Fadli punya dua catatan. Pertama, jangan pernah menarik mundur semangat Kebangkitan Nasional.
Kedua, untuk merawat semangat kebangsaan, pemerintah jangan pernah memperjudikan rasa keadilan masyarakat.
"Karena mahal sekali harga yang kita pertaruhkan," tuntas Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Pernyataan Kang Emil, Fadli Zon: Ada Oknum Petinggi Kejaksaan yang..
Redaktur & Reporter : Boy