Fahri Bahmid: Konsep Omnibus Law Butuh Lembaga Pusat Legislasi Nasional

Kamis, 24 Oktober 2019 – 22:05 WIB
Fahri Bachmid. Foto: Dok Pri

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid menilai harus ada badan khusus pusat legislasi nasional yang kredibel untuk melaksanakan omnibus lawa yang disampaikan Presiden Jokowi.

Sebelumnya, Jokowi menekankan pentingnya melaksanakan omnibus law sebagai kunci Indonesia maju usai melantik para menterinya yang duduk di Kabinet Indonesia Maju.

BACA JUGA: Jokowi Siapkan Jabatan Wakil Menteri

Jokowi juga pernah menyampaikan arti penting omnibus law dalam pidato sumpah jabatan pada sidang MPR RI, Minggu (20/10).

"Hal itu kebijakan konsolidasi norma dan undang-undang dapat dilakukan secara terencana dan tepat sasaran sehingga keadaan hiperregulasi dapat diatasi," kata Fahri, Kamis (24/10).

Menurut Fahri, konsep omnibus law sangat lazim diterapkan di negara-negara dengan konsep hukum Anglo Saxon, seperti AS. Namun, bukan berarti konsep itu tidak dapat diterapkan di Indonesia.

Dia menambahkan, langkah selanjutnya jika kebijakan instrumen omnibus law dapat direalisasikan adalah melakukan revisi terhadap instrumen hukum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

"Ada beberapa konsekuensi teknis jika pemerintah harus mengadopsi konsep omnibus law karena struktur perundang-undangan di Indonesia secara teori belum mengatur secara spesifik tentang konsep ini," katanya menjelaskan.

Fahri menambahkan, memang ada problem baik secara teori maupun yuridis berkaitan dengan kedudukan UU omnibus law nantinya karena konsep ini belum diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2019.

Menurut dia, jika mengunakan pendekatan sistem perundang-undangan nasional, UU omnibus law dapat dikualifikasi sebagai UU payung (umbrella act) karena mengatur secara menyeluruh dan mempunyai daya ikat terhadap aturan yang lain.

Akan tetapi, lanjut dia, Indonesia tidak mengenal UU payung. Sebab, struktur perundang-undangan di Indonesia semua UU organik sama derajat dan daya ikatnya.

Untuk kepentingan itu dan mengakomodasi pengaturan tentang konsep omnibus law, menurut dia, perlu diatur dengan melakukan revisi terhadap UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sehingga mempunyai legitimasi secara yuridis.

"Hal ini penting untuk mengantisipasi berbagai upaya hukum oleh pihak-pihak dengan mempersoalkan di Mahkamah Konstitusi kelak," katanya.

Fahri mengingatkan Indonesia pernah mengeluarkan kebijakan hukum yang berkonsep seperti omnibus law, seperti Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPR Sementara dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960.

"Pada pokoknya kebijakan tersebut mengatur perihal ketetapan MPR mana saja yang dinyatakan berlaku dan tidak berlaku lagi," katanya. (ant)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler