jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah heran karena Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) di masa sidang. Padahal, ujar Fahri, biasanya Perppu diterbitkan di masa reses.
Menurut Fahri, dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3), Perppu dibahas pada masa sidang berikutnya. Jadi, kata dia, mengacu ketentuan itu harusnya Perppu terbit pada masa reses.
BACA JUGA: Pramono: Pak Jokowi Memantau Polemik RUU Pemilu
“Karena tidak pernah ada Perppu yang terbit di masa sidang. Perppu umumnya terbit di masa reses,” kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (14/7).
Menurut dia, penerbitan Perppu di masa reses biasanya dilakukan karena sifat kedaruratannya. Mengingat, ketika itu tidak ada sidang DPR.
BACA JUGA: Suara Lantang Fahri Hamzah Untuk Jokowi, Diunggah 2 Jam Lalu, Sudah 2153 Terbagi
“Kalau diterbitkan tidak ada sidang, artinya reses. Dan UU mengatur supaya disahkan pada masa sidang selanjutnya,” papar dia.
Nah, kalau pemerintah menerbitkan saat reses maka otomatis DPR segera membahasnya di masa sidang dimulai untuk disahkan atau ditolak.
BACA JUGA: Yusril: Perppu Ormas Lebih Kejam Dari Penjajah Belanda
“Sekarang Perppu diterbitkan di masa sidang. Sementara UU mengatur pengesahannya dilakukan pada masa sidag berikutnya. Artinya ini akan melalui reses. Ada beberapa persoalan prosedur dan ketentuan teknis dalam pembuatan UU yang dianggap para ilmuwan dan para ahli sebagai pelanggaran,” paparnya.
Dia pun menegaskan bahwa Perppu tidak boleh diorder untuk disetujui dengan lobi-lobi. Harus ada public discourse jika dibandingkan dengan UU. Ini mengingat, Perppu memotong puluhan tahap yang seharusnya dilakukan sebelum sebuah UU diterbitkan. Misalnya, tahap sosialisasi, penyusunan naskah akademik, rapat dengar pendapat dengan masyarakat maupun stakeholder terkait.
Kemudian rapat kerja pertama, kedua, pembahasan tingkat pertama, sampai panitia kerja, tim perumus, tim sinkronisasi, panitia khusus. Setelah itu baru diketok palu dalam raker terakhir dengan stakeholder terutama pemerintah dan DPR. Baru kemudian dibawa ke rapat paripurna.
“Tapi ini Perppu tentang ormas tapi tidak ada satu pun ormas diajak ngomong atau stakeholder yang lain terkait dengan civil society liberty kita, gerakan-gerakan masyarakat sipil yang advokasi kebebasan sipil,” katanya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia - Swiss Sepakati Kerja Sama Pendidikan Vokasional
Redaktur & Reporter : Boy