jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 Fahri Hamzah menilai rakyat mengalami krisis kepercayaan yang sangat besar terhadap parlemen dan partai politik.
Hal itu, kata Fahri, imbas pengesahan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja (Ciptaker) yang dinilai kontroversial.
BACA JUGA: Prof Jimly: Pahit, Merasa Dikhianati, Siapkan untuk 2024
"Ini adalah krisis besar partai politik, krisis besar dalam lembaga perwakilan. Kita tidak mengetahui mazhab atau falsafah di belakang Omnibus Law ini, tiba-tiba menjadi rencana dalam program legislasi nasional, dan tiba-tiba kita tahu sudah disahkan jadi undang-undang," kata Fahri Hamzah dalam keterangan tertulis, Minggu (11/10).
FahriHamzah mengaku tidak mau terjebak dalam menyikapi pihak yang pro atau konta terhadap UU Cipta Kerja.
BACA JUGA: Berani Memaksa Jokowi Berubah Pikiran? Itu Bodoh dan Konyol
Sebab, kata dia, partai di DPR penolak atau pendukung UU tersebut, dikendalikan ketua umum partai politik (parpol) yang mengambil untung dari peristiwa ini.
"Baik yang mengklaim dirinya bersama rakyat maupun tidak bersama rakyat, itu semua orang-orangnya dikendalikan oleh partai politik, tidak dikendalikan oleh aspirasi rakyat. Partai politik yang sedang mengambil untung dari peristiwa ini," kata Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia ini.
BACA JUGA: Benarkah Ada Aturan Bonus 5 Kali Gaji di UU Cipta Kerja?
Fahri Hamzah pun menyebut, ketika terdapat anggota DPR yang mendukung atau menolak UU Cipta Kerja, semua dikendalikan pimpinan partainya.
Suara mendukung atau menolak itu, kata Fahri, bukan barasal dari rakyat,
"Independensi anggota DPR atau kedaulatan rakyat, sudah tidak ada lagi digantikan wakil parpol. Ketum, waketum, sekjen, bedum sangat powerfull sekali, tinggal telepon kalau ada transaksi, sehingga konstituensi menjadi tidak penting lagi ketika sudah dikendalikan oleh partai politik. Ini seperti lingkaran setan," katanya.
Mata rantai lingkaran setan ini, lanjut Fahri, harus diputus dan dihentikan.
Sebab, parpol telah mengangkangi pejabat publik, mengendalikan anggota DPR dan juga presiden.
"Ini semua harus dihentikan, tidak ada lagi yang harus menjadi petugas partai. Partai politik harus menjadi pemikir, memberikan kontribusi pada pikiran bangsa, bukan mengendalikan wayang-wayang politik yang dipilih oleh rakyat," tandas Fahri Hamzah. (ast/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan