Fahri Hamzah: MA tidak Boleh Buta

Kamis, 15 November 2018 – 21:44 WIB
Fahri Hamzah. Foto: Humas DPR for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritik Mahkamah Agung (MA) yang menjatuhkan vonis bersalah kepada mantan guru honorer salah satu SMA Negeri di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).

“Tidak benar dong, karena dia korban. Semua peristiwa pidana bisa kita balik kalau begitu ceritanya,” kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (15/11).

BACA JUGA: Pernyataan Keras Fahri Hamzah terkait Honorer K2

Nuril divonis MA hukuman enam bulan penjara denda Rp 500 juta karena melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Meski diduga menjadi korban pelecehan seksual secara verbal oleh atasannya, Nuril divonis bersalah oleh MA karena menyebarkan rekaman bermuatan kesusilaan.

BACA JUGA: PSI Tolak Perda Syariah, Fahri: Masuk DPR Saja Dulu

“Kalau saya kembali kepada konstruksi yang pertama. MA tidak boleh buta. Kalau pelecehan itu benar terjadi, maka tidak ada hak orang yang melecehkan itu untuk membela diri dengan cara seperti itu,” tambah Fahri.

Dia menjelaskan, harusnya yang pertama kali diselesaikan adalah dugaan pelecehan yang dialami Nuril. Menurut dia, jika pelakunya terbukti bersalah, maka tidak ada alasan Nuril dihukum dengan alasan menyebarkan berita karena memang peristiwanya benar terjadi.

BACA JUGA: Fahri Hamzah Desak Pemerintah Cepat Atasi Masalah Tes CPNS

“Jika dia dianiaya, dizalimi, dilecehkan benar terjadi maka yang kedua deliknya (UU ITE) batal,” katanya.

Namun, dia menambahkan, pertanyaannya sekarang adalah tidak ada proses terhadap dugaan pelecehan seksual yang dialami Nuril.

“Nah sekarang pertanyaannya yang pertama kan tidak kejadian, tidak diproses,” ungkap politikus asal NTB itu.

Mantan wakil sekretaris jenderal (wasekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), itu mendesak otoritas judikatif dalam hal ini MA harus menjelaskan masalah ini kepada publik apakah ini adil atau tidak. Fahri menegaskan, tidak boleh membiarkan hukum ini melompat-lompat.

“Sehingga yang kecil, yang tidak punya beking yang disalahkan, padahal dia adalah korban. Jadi, saya kira itu cara berpikir hukumnya harus diletakkan pada nalar yang baik,” ungkap Fahri. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaji Guru Honorer Sudah Naik, Diusulkan Setara UMP


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler