Fahri Hamzah: Mengintip Itu Dosa Besar

Selasa, 09 Juli 2019 – 17:05 WIB
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah (kiri) dalam diskusi bertajuk “RUU Penyadapan Pangkas Kewenangan KPK?” di Media Center, Kompleks Parlemen, gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengingatkan menyadap atau mengintip merupakan sebuah dosa besar. Bahkan, ujar Fahri, dalam agama disebutkan mengintip itu sama saja dengan memakan bangkai daging saudara sendiri.

“Mengintip dalam agama itu sama dengan memakan daging bangkai Saudaramu sendiri, dan dosa besar,” kata Fahri dalam diskusi “RUU Penyadapan Pangkas Kewenangan KPK?” di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7).

BACA JUGA: Bamsoet: Pelayanan Pajak Harus Lebih Cepat dan Mudah

Fahri menjelaskan falsafah penyadapan sebenarnya lahir akibat mengambil konsepsi negara demokrasi. Salah satu syarat negara demokrasi adalah menegakkan hak asasi manusia (HAM). Konsepsi HAM adalah sesuatu yang harus ada dan harus dilindungi keberadaannya. Badan dunia akan melihat konstitusi suatu negara terlebih dahulu, apakah ada atau tidaknya perlindungan terhadap HAM.

BACA JUGA: Fahri Hamzah: Perkuat Parlemen Undang-undangnya Harus Dipisah

BACA JUGA: Fahri Anggap Persoalan di KPK Bukan Figur tetapi Sistem

Nah, ujar Fahri, dari sekian banyak HAM dalam konstitusi, salah satunya adalah mengatur hak untuk berkomunikasi, dan memiliki kerahasiaan dari komunikasi yang dilakukan.

“Rakyat dari negara demokrasi memiliki dignity terhadap kerahasiaan, tidak boleh diintip. Mengintip itu merupakan pasal berat dalam pelanggaran HAM,” ujar mantan wakil sekretaris jenderal (wasekjen) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

BACA JUGA: FPKS DPR: Ide Menghapus Pendidikan Agama di Sekolah Kontra Pancasila

Fahri menegaskan, dalam konsepsi negara demokrasi, hak asasi untuk tidak boleh diintip atau disadap itu dilindungi oleh konstitusi. Setiap manusia berhak memiliki rahasia.

“Konsep mengintip dalam negara demokrasi memang dilarang. Biarkan orang punya rahasia sendiri,” ungkapnya.

Fahri menjelaskan mengintip hanya dibolehkan untuk dua hal. Pertama, yang dilakukan presiden dengan dasar untuk keamanan nasional. Karena itu, ujar Fahri, lembaga Badan Intelijen Negara (BIN) hanya boleh dipakai oleh presiden demi keamanan nasional.

“Hanya presiden yang memberikan order kepada BIN. Di semua negara begitu, tidak boleh inisiatif dan kreatif sendiri untuk menunjukkan data intelijen ke orang lain karena itu hanya untuk keamanan nasional,” paparnya.

Kedua, lanjut Fahri, penyadapan dilakukan untuk penegakan hukum. Menurut Fahri, penyadapan untuk penegakan hukum ini harus dilakukan berdasar izin hakim, sebagai wakil Tuhan di muka bumi. “Maka di seluruh dunia, orang mengintip melalui hakim,” tegasnya.
Dia menegaskan, sekarang tidak ada aturan jelas yang mengatur penyadapan, terutama yang dilakukan oleh KPK. Menurut Fahri, UUD 1945 jelas melarang. Pun demikian, sebuah pasal dalam UU Telekomunikasi sempat memerintahkan bahwa penyadapan diatur lewat peraturan pemerintah (PP). Hanya saja pasal itu dibatalkan MK setelah dilakukan uji materi yang diajukan oleh kelompok masyarakat. Alasan MK, penyadapan tidak boleh diatur melalui aturan di bawah UU. Melainkan harus setara dengan UU.

Oleh karena itu, kata Fahri, PP terkait penyadapan di zaman Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak bisa diaplikasikan, bahkan sampai sekarang masih ada.

Setelah dibatalkan MK, Fahri mengaku saat itu mengusulkan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, agar segera mengusulkan kepada presiden untuk dijadikan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perppu.

“Harusnya PP dibawa ke presiden untuk dijadikan perppu. Karena bayangan saya saat itu ini masuk dalam darurat, tetapi ini tidak dilakukan sehingga dasar penyadapan mengambang,” katanya.

Nah, Fahri mengatakan kalau Presiden Jokowi mau maka bisa saja yang bersangkutan menerbitkan perppu terkait kewenangan penyadapan, karena ini sudah jelas melanggar HAM.

“Jadi, tidak perlu ribut Jokowi bikin perppu saja. DPR bakal setuju sehingga periode ini bisa diselesaikan,” ujarnya.

Fahri berpendapat KPK sekarang terkesan sembarangan melakukan penyadapan, karena tidak ada aturan jelas yang mengaturnya untuk lembaga pemberangus korupsi itu.

“Maka mereka bikin SOP (standar operasional prosedur). PP tidak boleh tetapi SOP dibuat oleh KPK,” ungkap Fahri heran.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PK Baiq Nuril Ditolak, Fahri Hamzah Desak Pemerintah Cabut Pasal Karet UU ITE


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler