jpnn.com - JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menyatakan tidak paham soal wacana pernyataan mundur Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo yang dikait-kaitkan dengan revisi Undang-Undang KPK.
“Ya, saya tidak tahu soal mundur-mundur Ketua KPK. Saya tidak paham,” kata Fahri Hamzah di Gedung Nusantara III, kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (22/2).
BACA JUGA: Daripada Merevisi, Lebih Baik DPR Bikin UU Hukum Mati Koruptor
Terlepas dari masalah tersebut, menurut Fahri, mestinya yang mengajukan proporsal pemberantasan korupsi di Indonesia adalah Presiden Republik Indonesia yang dipilih oleh rakyat Indonesia untuk penegakkan hukum.
“Saya kembali menyuarakan agar proposal pemberantasan korupsi di Indonesia, diajukan oleh Presiden Republik Indonesia. Tujuannya untuk penegakkan hukum terhadap semua kasus termasuk pemberantasan korupsi. Dalam upaya penegakkan hukum, Presiden dan DPR tidak boleh terjebak oleh soal-soal yang bukan persoalan inti," tegasnya.
BACA JUGA: Slank Konser, Ketua KPK: Aku Ra Iso Nyanyi
Sensasi, ribut-ribut, dan tarik-ulur yang saat ini terjadi pada seluruh Bangsa Indonesia menurut Fahri intinya korupsi adalah kejahatan yang harus diberantas. “Itu sepakat semua. Persoalan muncul lebih kepada bagaimana pemerintah memberantas. Nah bagaimana memberantas korupsi, itu proposal Presiden RI,” tegasnya.
Dia menjelaskan, waktu rakyat dulu memilih di TPS-TPS, rakyat ingin presiden yang dipilihnya dan kini sudah jadi presiden yakni Jokowi-JK. “Jadi, siapa pemimpin pemberantasan korupsi di Indonesia? Bukan Agus Rahardjo, tapi Jokowi-JK. Jangan keliru itu. Yang mimpin pemberantasan korupsi di Indonesia namanya Presiden Republik Indonesia. Dari mereka harus keluar konsepnya, begini lho, begini lho,” kata politikus PKS ini.
BACA JUGA: Lihat! Slank Beraksi di KPK
Rentang dari kekuasaan Presiden RI ujar Fahri, jauh lebih besar daripada rentang kekuasaan lembaga-lembaga lain, terutama di dalam eksekusi, itulah sebabnya presiden yang harus memimpin.
"Kalau bicara kontrol terhadap uang, uang yang dikontrol Agus Rahardjo cuma Rp 1 triliun. Uang yang dikontrol Jokowi dalam APBN-P ke depan ini mungkin Rp 2.100 triliun. Artinya, kekuasaan itu ada pada presiden, yang pegang kendali uang yang mau dikorupsi, juga presiden. Harusnya yang punya proposal bagaimana uang ini tidak dikorup, itu proposal presiden. Jangan dibalik cara berpikirnya," tegas Fahri.
Masalahnya kata Fahri, mungkin Agus Rahardjo merasa tidak berdaya karena uangnya yang dipegangnya kecil. Sedangkan yang pegang uang besar itu namanya Jokowi.
“Jadi yang punya proporsal dan harus memimpin pemberantasan korupsi itu bukan Agus Rahardjo, tapi Pak Jokowi. Dia harus memimpin kita semua memberantas korupsi. Jadi jangan dibalik situasinya. Saya mengerti Pak Agus mungkin karena dia frustasi, dia tidak mengerti cara bekerja,” katanya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua KPK Ancam Mundur, Begini Reaksi Pak Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi