jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah mendadak menunda kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM jenis premium menjadi Rp 7000 per liter yang sebelumnya akan dinyatakan berlaku efektif, Rabu (10/10) pukul 18.00 WIB.
Penundaan dilakukan karena kurang siapnya PT Pertamina (Persero). Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah mengaku sudah meminta stafnya melakukan kajian terkait persoalan ini.
BACA JUGA: Pengguna BBM Unggulan Ogah Balik ke Produk Oktan Rendah
Menurut Fahri, kajian itu terkait tentang ada yang salah dari cara pemerintah sekarang mengambil hak-hak masyarakat menaikkan harga secara sepihak dan menyerahkan kepada Pertamina. “Rasanya ada yang salah,” tegas Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (10/10).
Dia membandingkan, zaman orde baru dulu kenaikan harga BBM itu merupakan sesuatu yang luar biasa. Pengumumannya langsung dilakukan presiden menjelang pukul 00.00. Kemudian, esok harinya menjadi headline di media massa sehingga rakyat tahu bahwa telah dimulainya kenaikan harga.
BACA JUGA: Terminal BBM Donggala Mulai Salurkan BBM
Setelah itu, pemerintah menjelaskan apa maksudnya menaikkan harga dan sebagainya. “Sepertinya di rezim orde baru itu mengambil hak rakyat yang bernama subisidi bahan bakar itu hati-hati sekali dan diselenggarakan dengan baik supaya masyarakat tahu kenapa dilakukan ini,” katanya.
Namun, kata dia, di pemerintah sekarang menjadi tidak jelas. Padahal, kata Fahri, sampai kapan pun BBM itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Itulah kenapa negara menjamin kepemilikan dan penguasaannya sesuai Pasal 33 UUD 1945 itu kepada negara. Tidak diserahkan kepada privat.
BACA JUGA: 69 Terminal BBM Telah Salurkan B20
“Kalau naiknya begini, itu sudah seperti BBM di tangan privat, seenaknya. Menaikkan harga (BBM) seperti orang menaikkan harga gorengan atau pecel lele kalau seperti begini,” ujarnya.
Padahal, lanjut Fahri, BBM adalah barang strategis. Bahkan, konstitusi mengamanatkan kepada negara untuk menguasai hajat hidup orang banyak. “Lah ini seperti lepas, dan sepertinya terjadi kekacauan begitu,” katanya.
Politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu mengingat di awal menjabat dulu Presiden Jokowi dalam wawancana menyatakan rela untuk kehilangan popularitas demi masa depan lebih baik, supaya subisidi lebih tepat sasaran dan sebagainya.
“Lah sekarang ini apa terus? Tiap hari diam-diam maju mundur, ini kan ngaco. Saya kira pemerintah harus menjelaskan ulang apa yang dilakukan,” ungkap Fahri. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Langkah Dirut Pertamina Dinilai Sudah Tepat
Redaktur & Reporter : Boy