Faisal Basri Sebut Jokowi Merusak Fondasi, Negara Merugi

Selasa, 20 Agustus 2024 – 07:32 WIB
Jokowi dan Airlangga Hartarto. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance atau INDEF Faisal Basri menyebut Joko Widodo a.k.a Jokowi telah merusak institusi dalam kehidupan bernegara.

“Institusi dalam kehidupan bernegara ibarat fondasi, pilar-pilarnya itu ada pertanian, industri, dan lain-lain. Atapnya ialah social safety net. Supaya kalau kehujanan, rakyat kecil tidak basah,” kata Faisal dalam Diskusi Publik Kemerdekaan dan Moral Politik Pemimpin Bangsa, Senin (19/8) siang WIB.

BACA JUGA: Jokowi Reshuffle Kabinet, PDIP Soroti Ketidakhadiran Prabowo di Istana

“Apa yang dilakukan Jokowi telah merusak fondasi itu, sehingga rumah Indonesia ini oyong, tidak mampu menopang social safety net,” imbuhnya.

Dalam diskusi yang digelar oleh INDEF dan Universitas Paramadina itu, selain Faisal Basri, juga hadir sebagai pembicara, antara lain ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin dan Ekonom Senior INDEF Didin S Damanhuri.

BACA JUGA: Beredar Surat Dukungan Para Politikus Senior Minta Jokowi Jadi Ketum Golkar

tangkapan layar YouTube akun INDEF

“Itulah yang dilakukan Jokowi. Kejahatan luar biasa. Merusak institusi,” kata Faisal.

BACA JUGA: Kader Golkar: Mundurnya Airlangga Bukan Kesalahan Jokowi

Sejurus kemudian, Faisal Basri menyentil soal kasus minyak goreng yang diduga melibatkan Airlangga Hartarto (Menko Perekonomian dan mantan Ketum Golkar).

“Saya kebetulan pernah diminta oleh Gedung Bundar (Kejagung) untuk menjadi saksi kasus minyak goreng. Saya tanya ‘konstruksi masalahnya apa?’. Lalu saya bilang, ‘oh, ngawur kalian’. Yang paling banyak merugikan keuangan negara itu Jokowi,” katanya.

“Sehingga yang jadi tersangka itu seharusnya Jokowi. Aturan main itu dia rusak. Dicarilah korban, eh Airlangga katanya yang terlibat dalam (kasus) minyak goreng itu. Padahal Jokowi sendiri penyebabnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Didin Damanhuri juga menyentil Jokowi.

Menurutnya, dalam dua tahun terakhir ini ada teater dari pemimpin yang ambisius.

Didin menyebut berbagai hal, seperti soal keinginan pemimpin berkuasa tiga periode, tentang Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemilihan Umum, dan Gibran Rakabuming.

“Muncul pula peristiwa, mundurnya Airlangga Hartarto (dari Ketum Golkar),” kata Didin.

“Banyak sekali analisis dan informasi bahwa menjelang mundur, ada pertemuan (Jokowi dengan Airlangga),” imbuhnya.

Menurut Didin, sebelum mengumumkan mundur sebagai Ketum Golkar itu, Airlangga konon akan dipanggil untuk diperiksa oleh kejaksaan.

“Airlangga memilih mundur (sebagai Ketua Umum Golkar, dan sampai hari ini tidak ada pemanggilan (oleh kejaksaan) yang bersangkutan (Airlangga),” ujar Didin.

“Konon itu adalah pilihan. Kalau mundur kasusnya tidak akan diteruskan," imbuhnya.

Didin mengatakan gambaran-gambaran itu menjadi bukti adanya krisis.

“Krisis moral kepemimpinan, yang berdampak sangat luas. Check and balances sebagai jiwa dari demokrasi hilang. Praktik tidak ada kontrol terhadap kekuasaan dan berdampak pada runtuhnya etik elite parpol,” ujarnya. (adk/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler