jpnn.com - jpnn.com - Peristiwa meninggalnya anak balita M. Zikli, 18 bulan, di Panti Asuhan Tunas Bangsa Pekanbaru, Riau, menyedot perhatian publik. Sang pemilik panti, Hj Lili Rachmawati, ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut.
AFIAT ANANDA-SAKIMAN, Pekanbaru
BACA JUGA: Lili: Tujuh Anak Panti Tewas Dijemput Malaikat Maut
SEOLAH tak merasa bersalah, Lili Rachmawati terlihat tegar saat Selasa dini hari kemarin (31/1) polisi menetapkannya sebagai tersangka dan menjemputnya.
Dia dijerat pasal tindak kekerasan hingga menghilangkan nyawa seseorang.
’’Saya diancam. Keluarga (korban) meminta Rp 50 juta kepada saya. Tapi, saya tidak membunuhnya,’’ tutur Lili menjawab pertanyaan wartawan saat digiring ke sel tahanan Polresta Pekanbaru. Ekspresinya dingin. Tak terlihat penyesalan pada dirinya.
Menurut ketua Yayasan Tunas Bangsa itu, dirinya tidak melakukan tindakan seperti yang dituduhkan polisi.
Korban M. Zikli meninggal karena sakit. ’’Dia demam tinggi dan diare. Kalau dianiaya, tidak ada,’’ tegas Lili.
Zikli dititipkan orang tuanya ke panti asuhan milik Lili sekitar 10 bulan silam. Sejak Zikli dititipkan itu, ujar Lili, orang tuanya tidak pernah mengunjungi korban lagi.
’’Orang tuanya tidak pernah melihat dia di sana. Mereka tidak tahu bila anaknya sakit,’’ dalih Lili.
Dari penelusuran Riau Pos (Jawa Pos Group), yayasan yang dikelola Lili memiliki lima panti asuhan. Karena itu, oleh sebagian warga Pekanbaru, Lili dijuluki ratu panti asuhan.
Sayang, kondisi lima panti itu sangat memprihatinkan. Tidak layak huni. Bahkan, ada yang mirip penjara untuk menampung orang-orang kurang waras (gila).
Panti pertama terletak di Jalan Bukit Rahayu, Pekanbaru. Di sanalah awal mula Lili menapak karir sebagai pekerja sosial. Di panti itu jua balita Zikli diasuh sebelum akhirnya meninggal.
Tak jauh dari panti pertama, Lili mendirikan panti kedua. Bangunannya dua lantai dengan cat kuning hijau.
Kondisi bangunan tersebut sama dengan seluruh panti milik Lili, yakni tidak terawat dan terkesan kumuh.
Banyak barang yang berserakan. Kaca jendela dibiarkan pecah di sana-sini. Penghuninya dimasukkan di ruangan dengan pintu dan terali besi. Mirip penjara.
Saat Riau Pos Senin (30/1) mendatangi tempat tersebut, bangunan itu sudah tidak berpenghuni. Menurut warga sekitar, penghuninya sudah dipindahkan ke tempat lain.
Panti ketiga terletak di Jalan Cenderawasih Gang Nuri, Kecamatan Marpoyan Damai. Selama ini bangunan itu digunakan untuk menampung orang-orang jompo dan anak-anak yatim.
Kondisi bangunan tersebut juga tak lebih baik daripada dua panti sebelumnya.
Demi alasan kemanusiaan, Dinas Sosial Riau bersama Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) setempat kemarin mengevakuasi 10 orang lansia dan 3 anak panti. Mereka dibawa ke tempat penampungan milik dinas sosial.
Panti keempat beralamat di Jalan Lintas Timur Pekanbaru Km 13, Kecamatan Tenayan Raya. Sedikit berbeda, areal panti yang ini lebih luas.
Juga, berlantai dua dengan warna khas, kuning hijau. Saat ditinjau dinsos, bangunan itu sudah tidak berpenghuni.
Panti kelima agak jauh dari lokasi empat panti yang lain. Yakni, di Km 19 Jalan Lintas Timur Pekanbaru.
Dari jalan besar, panti sosial milik Lili itu masuk ke dalam hutan. Jauh dari permukiman penduduk.
Dari sana, dinsos dan LPAI berhasil membawa 19 orang kurang waras untuk dikirim ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan.
Meski kondisi lima panti asuhan dan panti sosial tersebut kurang layak, penampilan keluarga Lili bertolak belakang.
Dia tampak orang berpunya. Mobil pribadinya saja empat. Salah satunya Mitsubishi Strada yang biasa dipakai Lili.
Ada yang menduga, pundi-pundi kekayaan yayasan dan pribadi Lili diperoleh dari pemberian para donatur dan usaha para penghuni panti yang disuruh meminta-minta di lampu merah.
Cerita lebih jelas tentang pemasukan Lili diungkapkan Ketua LPAI Riau Ester Yuliana.
Dia menceritakan, saat melakukan eksekusi di panti Jalan Cenderawasih, dua orang lansia mengaku disuruh meminta-minta oleh Lili.
’’Dari pengakuan dua ibu itu, setiap hari minimal Rp 300 ribu disetorkan ke Lili. Dan bagian terbesar untuk Lili,’’ ungkap Ester kepada Riau Pos (Jawa Pos Group).
Perinciannya, Rp 200 ribu untuk Lili dan sisanya diberikan kepada dua lansia yang mencari selama seharian itu.
Ada pula penghuni panti yang membayar Rp 45 juta kepada Lili. Hal itu, lanjut Ester, terungkap setelah seorang penghuni bernama Andi menceritakan semuanya.
’’Awalnya si Andi nggak mau cerita. Tapi, setelah dibujuk, akhirnya dia bercerita terus terang. Katanya, dia sudah 10 tahun tinggal di panti itu,’’ ungkap Ester.
Andi dititipkan ke panti lantaran orang tuanya tidak sanggup lagi mengurusinya. Dia pecandu narkoba.
Orang tuanya berharap Andi bisa sembuh setelah dititipkan di panti milik Lili tersebut. Syaratnya, mereka harus membayar Rp 45 juta itu untuk biaya hidup dan terapi Andi.
’’Jika orang tua Andi tidak mau membayar, disuruh mencari panti sosial yang lain,’’ ujar Ester.
Lain cerita Ester, lain pula cerita Wati. Warga Jalan Bukit Rahayu itu mengungkapkan, panti asuhan Lili kerap menjual hasil sumbangan dari donatur seperti beras, minyak, dan makanan ke warung grosir di Jalan Singgalang. Biasanya, transaksi dilakukan saat tengah malam.
Riau Pos pun mencoba mendatangi warung grosir tersebut. Namun sayang, sewaktu didatangi, warung itu sudah tutup.
Kasatreskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bimo Ariyanto menyatakan bakal terus menyelidiki kasus tersebut. Dalam waktu dekat pihaknya melayangkan surat panggilan kepada suami Lili.
”Tapi, saat ini kami fokus mencari keberadaan sejumlah anak panti yang diduga masih disembunyikan tersangka Lili. Sejauh ini tersangka belum kooperatif,” jelas Bimo saat mendampingi Kapolresta Pekanbaru Kombespol Susanto.
Benar saja, tak berapa lama, seorang pengurus panti bernama Agus menyerahkan kelima anak Panti Asuhan Tunas Bangsa yang sempat disembunyikan Lili.
Lima anak itu adalah Siti Khodijah, Siti Amninah, Thaufik, Sara, dan Siti Fatimah. Mereka tampak gembira bisa bebas dari panti.
Untuk sementara mereka ditampung di ruang Unit Idik VI Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Pekanbaru.
Lima anak tersebut ke kantor polisi diangkut dengan oplet (angkutan umum), masih mengenakan pakaian yang telah lusuh.
Menurut Agus, selama ini anak-anak tersebut dipindahkan dari Panti Asuhan Tunas Bangsa di Jalan Singgalang V yang telah disegel. ”Dulu saya yang membawanya karena panti tempat kami tinggal telah disegel,” jelasnya.
”Selama ini anak-anak saya titipkan di musala Jalan Sago, Pasar Bawah, Senapelan,” terang Agus. (*/ari)
Redaktur & Reporter : Soetomo