Fakta Mengejutkan di Balik Pabrik Tahu Berformalin

Selasa, 13 Juni 2017 – 04:41 WIB
Wakil Walikota Palembang Fitrianti Agustinda atau yang akrab disapa Finda memimpin sidak di 3 pabrik tahu. FOTO: KRIS SAMIAJI/SUMATERA EKSPRES

jpnn.com, PALEMBANG - Tahu berformalin yang ditemukan kali ini menggemparkan. Sang pengusaha menyalahkan pedagang. Tapi, temuan teranyar justru tahu-tahu itu, sudah dicampur formalin sejak dari pabrik.
--
PULUHAN kaleng cat tembok ukuran 25 kg (20 liter) berisi tahu berjejer di depan rumah dan pabrik tahu milik Agustina alias Bety (39) di Jl Putri Rambut Selako, Ilir Barat (IB) I, Palembang, Sumatera Selatan.

Tahu-tahu bulat besar dan kecil itu, dibungkus dengan plastik dalam rendaman air. Disusun satu per satu dan siap angkut ke pasar.

Saat itu, Senin (29/5), sekitar pukul 10.00 WIB. Mengaku sebagai pedagang, wartawan Sumatera Ekspres (Jawa Pos Group) bisa membeli tahu milik Bety.

BACA JUGA: Djarot Sidak Takjil di Pasar Benhil, Ini Hasilnya

“Tahu ini (baru jadi, red). Cepat hancur. Kalau mau beli untuk dagang (awet, red) ke rumah saja. Temui bos,” ujar seorang pekerja wanita di pabrik 15x15 meter persegi persis di samping rumah Bety.

Areal rumah plus pabrik tahu Bety cukup luas, 30x30 meter persegi. Jumlah pekerja di sana, 15 orang. Di tengah pabrik ada bak air ukuran 2x1,5 meter persegi. Air itu untuk memasak kedelai hingga menjadi tahu.

BACA JUGA: Hati-Hati! Ada Takjil Dari Bahan Berbahaya

Wartawan Sumeks bisa bertemu Bety, pukul 14.10 WIB. “Kalau mau yang awet, itu di depan rumah,” tukasnya. Tahu dimaksud sudah tersusun dalam kaleng. Di dalam ada airnya. “Ukuran yang mana?” tanya Bety.

Setelah menunjuk tahu bulat dan agak kenyal, Bety berujar, “Modalnya Rp450 per butir. Jadi harganya Rp72 ribu per kaleng (160 butir).”

BACA JUGA: Hati-Hati, Masih Banyak Jamu Tak Kantongi Izin BPOM

Selain awet, Bety memastikan tahu yang ini bisa bertahan lama. Tidak mudah busuk. Yang penting, katanya, ganti saja air rendaman 2 hari sekali. “Tahu di Pasar Induk Jakabaring, Lemabang, 10 Ulu, Plaju, dan 26 Ilir itu, saya semua yang suplai.”

Produksi tahu di pabrik Bety mulai pukul 09.00 WIB. Baru diangkut dengan pikap ke seluruh pasar pukul 02.00 WIB dinihari.

Dari pabrik Bety, wartawan Sumeks menguji sampel tahu yang baru dimasak, tahu yang sudah direndam, dan tahu “tangan pertama” dari pabrik hingga pedagang. Hasilnya, semua positif formalin.

Selain pabrik tahu Bety, Sumatera Ekspres juga membeli tahu ke pabrik Ai, di bilangan Kamboja, Palembang, Selasa (30/5). Operasional di sana, juga hampir sama.

Produksi pagi hari. Siang hari tahu-tahu sudah masak dan dicetak. Baru dimasukkan ke dalam plastik putih berisi air rendaman. Setelah itu, diletakkan dalam kaleng cat yang sama.

Sebanyak 20 butir tahu baru masak “masih panas” yang sudah masuk rendaman, menjadi modal untuk dicek ke laboratorium. Hasilnya juga mencengangkan. Positif mengandung formalin. Tekstur tahu kenyal. Pabrik ini memasok pedagang di Jakabaring dan Km 5.

“Formalinnya itu sudah dicampur dalam air rendaman tahu yang sudah dicetak,” ujar Ar, karyawan pabrik Ai yang baru seminggu berhenti kerja.

“Formalin dicampur beberapa menit sebelum dikirim ke para pedagang. Satu ember tahu dikasih satu sendok makan besar zat kimia itu,” bebernya.

Kok pakai formalin? “Pedagang sering komplain saat tahu yang diterima hancur. Kalau dikasih formalin dia kenyal dan tahu utuh,” ujarnya. Selain Palembang, pabrik Ai, juga memasok pedagang di kabupaten lain.

“Tahu formalin ini kita sebut tahu maut. Tiap hari diproduksi. Saya dan pekerja lain pernah ditegur oleh bos karena lupa masukkan formalin. Hati kecil menolak melakukan itu, tapi karena bekerja mau tidak mau dilakukan juga.”

Pabrik Ai pernah digerebek polisi sekitar dua tahun lalu. Saat itu, polisi datang dan mengecek tahu yang siap edar. Hasilnya, positif formalin. Tapi kasus itu kemudian “selesai” dan pabrik operasional kembali. Seperti tidak ada masalah.

“Mungkin damai dengan pemilik pabrik,” cetus Ar. Kini, pabrik tak pernah digerebek lagi. Ar sering melihat ada oknum petugas datang ke pabrik untuk “ngemil” alias minta jatah uang.

Ar meyakinkan, tahu yang dikasih formalin bisa tahan 3-4 hari. Tanpa formalin, hanya bertahan 1 hari saja.

“Tahu formalin, kalau digoreng bagian yang kering akan mengeras dan liat. Kalau bebas formalin, digoreng kering akan renyah, tetap empuk. Tekstur tahu yang bebas formalin terasa padat, baunya juga tidak asam dan bebas dari lendir.”

Pabrik lainnya, milik Hasan Basri alias Acan di Jl Putri Rambut Selako, IB I. Masuk sekitar pukul 14.05 WIB, sejumlah pekerja sibuk membuat tahu di bawah bangunan beratap rumbia. Kondisi tempat memasak sangat kotor. Bau busuk menyeruak. Tumpahan air terlihat di sana-sini.

“Semua baru dimasak. Tahu bulat Rp500 per butir. Petak kecil Rp140 per butir,” ujar seorang karyawan. Dia menyebut tahu itu, tidak tahan lama. Lembut dan tidak kenyal.

Saat itu, seorang karyawan terlihat menumpahkan satu sendok cairan ke dalam tahu yang sudah direndam.

“Tahu dalam rendaman ini awet. Sampai 8 hari di udara terbuka tidak busuk. Aman untuk dimakan,” lanjut karyawan tadi.

Diduga cairan itu adalah formalin. Koran ini pun membeli tahu yang direndam air, ukuran sedang Rp50 ribu 100 butir. “Sebelum dibawa ke pedagang semua kita kasih cairan,” imbuhnya.

Acan tidak mengakui kalau tahunya pakai formalin. “Pengawetnya asam asetat dan campuran tepung. Bukan formalin,” kilahnya.

Sekali produksi, Acan habiskan 500-600 kg kedelai. Tahu miliknya didistribusikan ke Pasar Induk Jakabaring. “Tidak perlu ke pabrik. Beli saja di Jakabaring. Banyak pedagang ambil di kita kok.”

Terakhir, ambil sample di pabrik tahu Te. Sambil membeli tahu, wartawan Sumeks mengamati aktivitas pabrik. Di sana ada puluhan kaleng cat tembok 25 kg berisi tahu yang sudah direndam.

“Bisa minta tahu yang awet,” ujar wartawan ke seorang karyawan pabrik. “Tahu kami tidak pakai obat (formalin, red),” jawabnya.

Wartawan Sumeks lalu membeli tahu besar yang baru selesai dimasak 50 butir Rp50 ribu. Modalnya Rp1.000 per butir.

Untuk tahu sedang dijual Rp600 per butir. Pabrik Ts setiap hari habiskan 200 kg kedelai. “Saya tak pakai formalin. Tidak mau urusan dengan polisi. Repot. Usaha bisa ditutup,” kilah Te.

Positif Formalin

Seluruh sampel tahu dari pabrik Bety, Acan, Te, dan Ai diuji di laboratorium. Selama investigasi hampir tiga minggu itu, ada tiga kali pengujian. Hasil laboratorium keluar, 31 Mei, 2 Juni, dan 7 Juni 2017. Semua positif formalin.

Pengujian di laboratorium Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palembang fokus pada tahu plus air rendaman.

Tahu dihancurkan. Ditetesi air kimia dan formaldehyde. Kurang dari lima menit, reaksinya terjadi perubahan warna. Baik tahu maupun air menjadi ungu pekat.

“Menandakan tahu mengandung formalin dengan tingkat kekentalan tinggi. Lebih dari 1.5 mg/IHCHO/butir,” ujar Kepala Dinkes Kota Palembang dr Letizia MKes, didampingi Kabid Kesehatan Masyarakat, Hj Eni Herdiani SKM MSi, Jumat (2/6). Itu bisa picu kanker, ginjal, sampai kematian jika dikonsumsi terus menerus.

Untuk lebih meyakinkan, koran ini bersama Dinkes menguji sampel kedua. Pada 7 Juni, kembali membeli 4 sampel tahu dari pabrik Bety, Te, dan Ai. Yang diambil tahu panas. Baru selesai dimasak. Sedangkan tahu Acan sudah direndam air.

Setelah diuji, tahu Acan menunjukkan warna ungu paling pekat dengan kandungan ditaksir 1.5 mg/IHCHO/butir. Sedangkan tahu Bety dan Te berwarna ungu muda. Kandungan formalin diperkirakan 1.0 mg/IHCHO/butir. Tetapi tahu Ai negatif .

Sebelumnya, untuk mengungkap asal tahu berformalin itu, Sumatera Ekspres melakukan penelusuran sejak pertengahan Mei lalu. Awalnya, mengambil sampel tahu dari pedagang pasar. Masing-masing Pasar 26 Ilir, Padang Selasa, Km 5, dan Klinik 7 Ulu.

Pengujian laboratorium sempat terhambat. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Palembang tidak mau menerima sampel tersebut. Dalihnya, pengujuan hanya lembaga instansi resmi (pemerintah). Jikapun boleh, harus tim BBPOM yang mengambil sampel dan koran ini hanya mendampingi.

Sampel lantas di bawah ke BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan) PPM Kelas 1 Palembang. Tapi untuk hasil akurat butuh waktu 12 hari kerja. Hasil pengecekan, tahu pedagang Pasar 26 Ilir, Padang Selasa, dan Klinik 7 Ulu positif formalin, sementara tahu dari Pasar Km 5 negatif.

Yang positif ini tahunya kenyal seperti karet, disimpan empat hari masih baik, tidak busuk. Bahkan saat dilempar tahu tidak pecah dan menggelinding seperti bola.

Kenyal, Kandung Formalin

Yenita DCN MPH RD, ahli gizi klinik Rumah Sakit Dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang mengingatkan, formalin merupakan larutan tidak berwarna. Baunya sangat menusuk. Di dalamnya terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air.

Biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen sebagai pengawet. “Formalin dikenal luas sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri,” ujarnya.

Formalin, tambah Yenita, juga mengandung larutan formaldehyde. Bahan ini tidak boleh digunakan untuk makanan, melainkan bahan pengawet mayat. “Bayangkan saja, jika bahan pengawet mayat, dikonsumsi oleh manusia.”

Konsumsi formalin dalam jangka panjang, dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Seperti kanker hati, limfa, gangguan pada jantung, gangguan pada otak, ginjal, dan organ lainnya.

“Pangan formalin ini sebetulnya sudah lama. Hanya masyarakat tidak mengetahui ciri-cirinya. Harus ada kampanye massal soal ini.” (tim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahok: Awas Nanti Tahu-Tahu Saya Jadi Kepala BPOM


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler